Potongan Gaji Pekerja: Dari Jaminan Kesehatan hingga Perumahan

Ilustrasi rencana pemotongan gaji pekerja untuk program pensiun tambahan. (Foto: Unsplash)

PARBOABOA, Jakarta - Rencana pemotongan gaji pekerja untuk program pensiun tambahan tengah menjadi perbincangan hangat di Indonesia.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa pelaksanaan program ini masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP).

Program ini diamanatkan oleh Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) sebagai langkah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di masa tua.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa OJK berperan sebagai pengawas harmonisasi program pensiun ini.

Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai batas pendapatan yang akan menjadi acuan program pensiun tambahan karena PP belum diterbitkan.

"Program pensiun tambahan ini harus mendapatkan persetujuan DPR," ungkap Ogi dalam sebuah konferensi pers di Jakarta (7/09/2024)

Program pensiun tambahan ini diatur dalam Pasal 189 ayat 4 UU P2SK, yang menyatakan, pemerintah dapat melaksanakan program pensiun wajib selain dari jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang sudah ada melalui BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, dan sistem jaminan sosial lainnya.

Program ini akan menargetkan pekerja dengan penghasilan tertentu untuk memperkuat perlindungan hari tua.

Namun, program pensiun di Indonesia masih jauh dari ideal. Data menunjukkan, manfaat pensiun yang diterima pekerja di Indonesia saat ini hanya mencapai 10-15% dari penghasilan terakhir mereka.

Jumlah ini jauh di bawah standar Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) yang merekomendasikan angka 40%.

Pada Juni 2024, total dana pensiun di Indonesia tercatat sebesar Rp 1.448,28 triliun atau sekitar 6,73% dari PDB Indonesia 2023.

Meski mengalami pertumbuhan 7,58% dari tahun sebelumnya, angka ini masih kecil jika dibandingkan dengan proyeksi OJK yang berharap dana pensiun dapat mencapai 20% dari PDB pada tahun 2028.

Untuk mencapai target ini, OJK menyarankan peningkatan iuran peserta dan memperluas cakupan program dana pensiun, termasuk bagi pekerja dengan penghasilan tertentu.

Beban potongan gaji bagi pekerja di Indonesia ternyata lebih kompleks dari sekadar angka. Berbagai komponen wajib ini menjadi bagian yang tak terhindarkan dalam perhitungan upah bulanan.

Pekerja tidak hanya perlu menghitung penghasilan yang mereka terima, tetapi juga harus memahami potongan-potongan apa saja yang menjadi tanggungan mereka.

Salah satu potongan terbesar yang wajib dibayarkan adalah BPJS Kesehatan yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013.

Setiap bulan, 5% dari gaji pekerja dialokasikan untuk iuran ini.

Dari jumlah tersebut, 4% dibayar oleh pemberi kerja, sementara 1% sisanya ditanggung oleh pekerja sendiri.

Sistem ini dirancang untuk memastikan setiap orang mendapatkan akses layanan kesehatan, tetapi di sisi lain, juga mengurangi jumlah gaji bersih yang diterima.

Selain itu, ada juga BPJS Ketenagakerjaan, yang terbagi menjadi beberapa kategori perlindungan, termasuk, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan  Jaminan Kematian (JKM).

Biaya untuk JKK bervariasi antara 0,24% hingga 1,74% tergantung pada tingkat risiko pekerjaan, sementara JKM dikenakan potongan sebesar 0,3%.

Semua biaya ini sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan. Meski demikian, pekerja harus memahami bahwa ini adalah bagian dari sistem perlindungan sosial yang dirancang untuk melindungi mereka dari risiko kecelakaan kerja dan kematian.

Potongan lainnya adalah Jaminan Hari Tua (JHT), yang mengambil porsi 5,7% dari gaji bulanan.

Dari jumlah tersebut, pekerja harus menyisihkan 2%, sedangkan 3,7% ditanggung oleh perusahaan.

Tujuan dari JHT ini adalah untuk memastikan pekerja memiliki simpanan saat memasuki usia pensiun.

Bersamaan dengan itu, ada juga Jaminan Pensiun (JP)  yang mengenakan potongan sebesar 3% dari gaji, dengan perincian 2% dibayar perusahaan dan 1% oleh pekerja. Kedua skema ini memberikan jaminan finansial di masa tua, tetapi kembali lagi, ada implikasi pada gaji bersih yang diterima setiap bulannya.

Bukan hanya iuran wajib saja, para pekerja dengan penghasilan di atas Rp 60 juta per tahun juga harus menghadapi Pajak Penghasilan (PPh 21).

Tarif pajaknya bervariasi, mulai dari 5% hingga 35%, tergantung pada besaran penghasilan.

Pajak ini diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan merupakan kewajiban konstitusional bagi setiap warga negara yang memenuhi ambang batas penghasilan.

Tambahan lagi, mulai tahun 2027, akan ada potongan baru yang disebut Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Tapera ini dirancang untuk membantu pekerja memiliki akses ke perumahan yang layak.

Besaran potongannya adalah 3% dari gaji bulanan, dengan 0,5% dibayar oleh perusahaan dan 2,5% oleh pekerja.

Meskipun ini bertujuan baik, para pekerja tetap harus menyesuaikan anggaran mereka untuk mengantisipasi tambahan potongan ini.

Melihat keseluruhan beban ini, jelas bahwa para pekerja di Indonesia tidak hanya bekerja untuk mendapatkan gaji, tetapi juga menanggung berbagai biaya yang menjadi kewajiban dalam sistem perlindungan sosial dan pajak negara.

Sementara itu, berbagai potongan ini memang bertujuan untuk memberikan jaminan keamanan finansial, kesehatan, dan kesejahteraan bagi para pekerja, mereka juga mengurangi jumlah yang diterima secara langsung.

Bagi pekerja, memahami rincian potongan ini dan merencanakan keuangan dengan bijak adalah langkah penting untuk memastikan stabilitas finansial di masa depan.

Pemerintah dan perusahaan perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa program-program ini, meski membawa tambahan beban potongan gaji, benar-benar meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Bagaimanapun juga, kebijakan ini harus dirancang secara hati-hati agar tidak terlalu membebani pekerja yang sudah menanggung banyak potongan dari penghasilan pekerja.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS