Prabowo Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional 2025: Dari Sang Kyai hingga Bapak Pembangunan Bangsa

Marsinah bekerja sebagai buruh di PT Catur Putera Surya (CPS), pabrik pembuat jam di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. (foto: Dok. cnbc)

PARBOABOA, JakartaDalam suasana khidmat di Istana Kepresidenan Jakarta Pusat, pada Senin (10/11/2025), Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh besar yang telah menorehkan jasa luar biasa bagi bangsa dan negara.

Dari Gus Dur sang pembela kemanusiaan, Soeharto sang Bapak Pembangunan, hingga Marsinah simbol perjuangan buruh, deretan nama ini merepresentasikan wajah Indonesia yang plural, tangguh, dan berjiwa pengabdian.

1. KH. Abdurrahman Wahid: Bapak Pluralisme dan Demokrasi Indonesia

KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 4 Agustus 1940. Sebagai cucu pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy’ari, ia tumbuh dalam lingkungan pesantren yang sarat nilai-nilai kebijaksanaan dan toleransi. Pendidikan Gus Dur yang lintas budaya—dari SMEP Katolik Yogyakarta hingga Universitas Al-Azhar di Kairo dan Baghdad—membentuk pandangan pluralistiknya terhadap kehidupan berbangsa.

Sekembalinya ke Tanah Air, Gus Dur aktif menulis, mengajar, dan memimpin gerakan pembaruan di pesantren. Ketika terpilih menjadi Ketua Umum PBNU pada 1984, ia mengembalikan NU ke khittah 1926 dan menegaskan independensi ormas Islam dari politik praktis. Sebagai Presiden ke-4 RI (1999–2001), Gus Dur memperjuangkan rekonsiliasi nasional, menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, dan memperluas ruang kebebasan pers.

Hingga wafat pada 30 Desember 2009, Gus Dur tetap menjadi simbol kebebasan berpikir, kemanusiaan, dan humor yang cerdas. Di mata rakyat, ia bukan sekadar ulama dan pemimpin, melainkan juga sosok yang mengajarkan makna toleransi dalam praktik kehidupan sehari-hari.

2. Jenderal Besar TNI (Purn.) H. M. Soeharto: Sang Bapak Pembangunan

Lahir di Desa Kemusuk, Yogyakarta, 8 Juni 1921, Soeharto menapaki perjalanan hidup luar biasa dari anak petani menjadi Presiden Republik Indonesia yang menjabat lebih dari tiga dekade. Karier militernya dimulai pada masa pendudukan Jepang hingga akhirnya memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 yang meneguhkan eksistensi Yogyakarta sebagai ibu kota perjuangan.

Menjadi Presiden pada 1968, Soeharto membawa Indonesia memasuki era Orde Baru yang menekankan stabilitas dan pembangunan. Program besar seperti Repelita, swasembada beras, dan pembangunan infrastruktur menjadikan Indonesia tumbuh pesat. Ia juga dikenal melalui proyek nasional seperti Jalan Tol Jagorawi, TMII, hingga Satelit Palapa yang memperkuat komunikasi nasional.

Meski pemerintahannya dinilai otoriter dan berakhir pada 1998 karena tekanan reformasi, jejak pembangunan Soeharto tetap diingat. Wafat pada 27 Januari 2008, ia dikenang sebagai “Bapak Pembangunan” yang meninggalkan fondasi ekonomi dan infrastruktur modern bagi bangsa.

3. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja: Arsitek Wawasan Nusantara

Tokoh hukum dan diplomat ulung, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja lahir di Batavia pada 17 Februari 1929. Lulusan Fakultas Hukum UI dan Yale Law School ini dikenal sebagai konseptor utama di balik pengakuan dunia terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.

Sebagai Menteri Luar Negeri (1978–1988), Mochtar memadukan kecerdasan akademik dan diplomasi elegan dalam memperjuangkan konsep Wawasan Nusantara. Ia juga menegaskan bahwa hukum harus menjadi alat pembangunan, bukan sekadar aturan formal.

Wafat pada 6 Juni 2021, Mochtar meninggalkan warisan besar bagi hukum nasional dan internasional. Ia adalah Bapak Hukum Laut Indonesia yang membuat dunia mengakui kedaulatan maritim Nusantara.

4. Marsinah: Simbol Perjuangan Buruh Perempuan

Marsinah, buruh muda dari PT Catur Putera Surya, Sidoarjo, menjadi ikon perjuangan kelas pekerja. Pada 1993, ia memimpin aksi mogok menuntut kenaikan upah sesuai keputusan pemerintah. Namun keberaniannya menentang ketidakadilan justru berujung tragis. Jenazahnya ditemukan di Nganjuk dengan tanda-tanda penyiksaan.

Lahir di Nglundo, Nganjuk, pada 10 April 1969, Marsinah dikenal sederhana namun gigih. Pembunuhannya menjadi sorotan internasional dan simbol perlawanan terhadap penindasan. Ia menjadi lambang perjuangan hak buruh dan perempuan yang abadi dalam sejarah Indonesia.

5. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah: Pelopor Pendidikan Perempuan Islam

Rahmah El Yunusiyyah lahir di Padang Panjang pada 26 Oktober 1900. Sebagai pendiri Madrasah Diniyah Li al-Banat pada 1923, ia merevolusi pendidikan perempuan di Indonesia. Gagasannya bahkan menginspirasi Universitas Al-Azhar Kairo untuk mendirikan fakultas khusus perempuan, Kulliyatul Banat.

Selain pendidik, Rahmah juga pejuang kemerdekaan. Ia aktif dalam kegiatan sosial dan perlawanan terhadap penjajahan. Dedikasinya menempatkannya sebagai tokoh pembebasan perempuan dan reformis pendidikan Islam di Asia Tenggara.

6. Jenderal TNI (Purn.) Sarwo Edhie Wibowo: Prajurit Penegak Negara

Lahir di Purworejo pada 25 Juli 1927, Sarwo Edhie dikenal sebagai komandan yang disiplin dan tegas. Sebagai pemimpin RPKAD, ia memainkan peran penting dalam menumpas pemberontakan G30S/PKI tahun 1965 dan memulihkan stabilitas nasional.

Selain dedikasi militernya, Sarwo Edhie juga berperan dalam pendidikan prajurit muda di Akademi Militer Nasional. Ia adalah simbol kesetiaan terhadap negara dan teladan kepemimpinan yang teguh dalam menjaga keutuhan NKRI.

7. Sultan Muhammad Salahuddin: Sang Raja Pejuang dari Bima

Sultan Muhammad Salahuddin, lahir di Bima pada 14 Juli 1889, memimpin Kesultanan Bima dari 1915 hingga 1951. Setelah Proklamasi 1945, ia dengan lantang menyatakan kesetiaan kepada Republik Indonesia dan menolak segala bentuk upaya pemecah belahan.

Sultan Salahuddin dikenal aktif dalam bidang sosial dan keagamaan serta menjadi simbol peralihan kekuasaan tradisional menuju negara modern. Kesetiaannya pada NKRI menjadi warisan berharga bagi generasi penerus.

8. Syaikhona Muhammad Kholil: Guru Para Ulama Nusantara

Syaikhona Kholil dari Bangkalan, Madura, lahir pada 25 Mei 1835. Ulama karismatik ini dikenal sebagai guru dari para pendiri Nahdlatul Ulama, termasuk KH. Hasyim Asy’ari. Ia menimba ilmu hingga ke Makkah dan mendirikan pesantren di Jengkebuan serta Kademangan, Bangkalan.

Kecerdasannya dalam ilmu fikih dan nahwu-sharaf membuatnya dijuluki Syaikh al-Jawiyyin. Lebih dari 500 ribu santri pernah menimba ilmu darinya. Syaikhona Kholil adalah simbol pencerahan Islam Nusantara yang moderat dan mendalam.

9. Tuan Rondahaim Saragih Garingging: Napoleon Batak dari Simalungun

Lahir pada 1828 di Pematang Raya, Sumatera Utara, Tuan Rondahaim adalah Raja Raya yang gigih melawan kolonialisme Belanda. Selama puluhan tahun, ia memimpin perlawanan bersenjata di Simalungun dan berhasil mempertahankan kedaulatan kerajaannya.

Dijuluki “Napoleon Batak”, Rondahaim dikenal cerdas dalam strategi perang dan berani menerapkan taktik bumi hangus terhadap perkebunan kolonial. Ia wafat pada 1891, dimakamkan di Pematang Raya, dan hingga kini dihormati sebagai simbol keberanian rakyat Simalungun.

10. Sultan Zainal Abidin Syah: Penjaga Keutuhan Irian Barat

Sultan Tidore Zainal Abidin Syah lahir di Soasio pada 5 Agustus 1912. Sebagai gubernur pertama Irian Barat, ia berjuang mempertahankan wilayah itu agar tetap menjadi bagian dari Republik Indonesia. Dalam Konferensi Denpasar 1946 dan KMB 1949, ia tegas menolak pemisahan Papua dari Indonesia.

Wafat pada 4 Juli 1967 di Ambon, jasadnya dimakamkan di Soasio, Tidore. Zainal Abidin Syah dikenang sebagai tokoh diplomasi dan kedaulatan yang berjasa besar menjaga keutuhan Nusantara bagian timur.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS