Pulau Padar di Ujung Tanduk: Dilema antara Konservasi Komodo dan Pembangunan Vila Mewah

Pembangunan ratusan vila di Pulau Padar Labuan Bajo dinilai mengancam warisan dunia (Foto: dok. Indonesia Travel).

PARBOABOA, Jakarta - Pulau Padar, salah satu permata di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) yang dilindungi sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, kini menghadapi dilema besar. 

Pemerintah memberi lampu hijau kepada PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) untuk membangun ratusan vila eksklusif dan enam dermaga baru di tengah habitat satwa langka yang baru saja mulai pulih secara alami.

Rencana pengembangan skala besar ini memantik kritik tajam dari para pegiat lingkungan. 

Doni Parera, seorang aktivis konservasi, menyebut kebijakan tersebut sebagai keputusan yang membahayakan kelestarian komodo, spesies purba yang hanya bisa ditemukan di wilayah ini.

“Komodo baru saja kembali menghuni Pulau Padar setelah sebelumnya dinyatakan punah secara lokal. Tapi alih-alih melindungi, pemerintah justru membuka jalan bagi pembangunan hotel di pusat habitat mereka. Ini keputusan yang sepenuhnya tidak bisa dibenarkan,” ujar Doni pada Kamis (31/7/2025).

Pulau Padar sebelumnya ditetapkan sebagai zona rimba, artinya hanya diperuntukkan bagi kegiatan konservasi tanpa gangguan pembangunan. 

Pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an, populasi komodo di sana menghilang akibat kurangnya pengawasan. 

Pos penjagaan ditinggalkan, personel lapangan dipindahkan, dan rencana relokasi komodo tak pernah direalisasikan.

Namun semuanya berubah saat puncak Pulau Padar menjadi viral sebagai destinasi foto populer di media sosial. 

Popularitas inilah yang mengundang minat investor, mendorong perubahan zonasi dan menjadikan sebagian kawasan sebagai zona pemanfaatan—membuka celah legal untuk pembangunan fasilitas komersial.

Ironisnya, komodo mulai kembali ke Padar secara alami. Dari hanya tiga individu, jumlah mereka kini diperkirakan telah melebihi 30 ekor. 

Habitat yang semula tenang itu kini terancam terganggu oleh rencana besar pembangunan vila di lembah-lembah yang selama ini menjadi lintasan rusa—mangsa utama komodo.

“Jika pembangunan memaksa rusa menjauh, komodo akan kehilangan sumber makanan utamanya. Itu bisa menjadi awal dari keruntuhan rantai ekologi di sana,” kata Doni.

Berdasarkan dokumen perizinan, PT KWE memperoleh hak kelola sejak 2014 selama 50 tahun untuk mengembangkan area seluas 15,75 hektare, atau sekitar 5,64% dari total luas Pulau Padar. 

Proyek ini dibagi dalam tujuh blok pengembangan dan lima tahap pembangunan, yang mencakup 448 unit vila mewah, total 619 fasilitas wisata, enam dermaga baru dan satu dermaga yang diperluas.

Sementara tutupan lahan Pulau Padar sendiri terdiri dari 70% savana (dominan), 14% galeri hutan (penting untuk ekologi), 6% pantai, dan 1% mangrove.

Pembangunan yang menyerobot area savana dan pantai dikhawatirkan akan mengusir rusa dari jalur pergerakan alami mereka, yang pada akhirnya mempengaruhi habitat perburuan komodo.

Ancaman Warisan Dunia

Sejak 1991, TNK tercatat sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO karena keunikan dan kekayaan ekologisnya, terutama keberadaan komodo sebagai reptil terbesar di dunia. 

Oleh karena itu, setiap kebijakan strategis semestinya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan UNESCO.

“Ini bukan semata persoalan komodo, tapi juga menyangkut citra Indonesia di mata global. Warisan dunia tidak seharusnya dikelola demi kepentingan investor," ujar Doni. 

Ia menegaskan bahwa jika proyek ini tetap diteruskan, maka bukan tidak mungkin Pulau Padar akan mengalami kepunahan lokal komodo untuk kedua kalinya.

Dengan semakin kuatnya tekanan publik dan sorotan internasional, keputusan untuk memilih antara konservasi atau komersialisasi akan menjadi ujian besar bagi komitmen Indonesia dalam menjaga salah satu harta ekologis terakhir di dunia.

Desakan UNESCO

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) kembali mengeluarkan peringatan serius terhadap Pemerintah Indonesia terkait proyek-proyek bisnis di TNK. 

Kawasan ini telah lama diakui sebagai Situs Warisan Dunia karena keberadaan komodo dan keunikan ekologisnya yang mendunia.

Peringatan ini muncul hanya beberapa hari setelah sebuah perusahaan, PT KWE menggelar pertemuan di Labuan Bajo guna mematangkan rencana bisnis mereka di Pulau Padar dan Pulau Komodo.

UNESCO menegaskan bahwa tidak boleh ada satu pun pembangunan yang berpotensi merusak Outstanding Universal Value (OUV) kawasan tersebut.

Istilah tersebut digunakan untuk mengidentifikasi nilai luar biasa yang melampaui batas negara dan penting bagi seluruh umat manusia. 

Menurut lembaga ini, seluruh investasi di Taman Nasional Komodo harus mengedepankan pendekatan pariwisata berkelanjutan demi menjaga nilai tersebut.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia disebut telah menyerahkan dokumen Strategic Environmental Assessment (SEA) pada 2023. 

Dalam dokumen tersebut, dikatakan bahwa konsesi bisnis di kawasan taman nasional merupakan bagian dari Rencana Manajemen Pariwisata Terpadu dan tidak berdampak terhadap OUV. 

Namun, dalam tanggapan resmi yang diunggah pada Jumat (1/8/2025), UNESCO menilai bahwa dokumen SEA justru mengindikasikan potensi kerusakan terhadap OUV akibat rencana pembangunan infrastruktur wisata dan lima izin usaha yang telah diterbitkan.

UNESCO meminta Indonesia menerapkan temuan dalam dokumen tersebut untuk memastikan bahwa pengelolaan pariwisata tetap berjalan dengan prinsip berkelanjutan. 

Evaluasi dampak terhadap OUV, menurut mereka, harus dilakukan sebelum keputusan pembangunan diambil dan perlu melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat yang terdampak.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS