PARBOABOA, Simalungun – Pupuk subsidi di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara sulit didapat sejak sebulan terakhir. Para petani bingung untuk mendapatkannya karena hilang dari peredaran.
Salah satu petani jagung di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Jelita Simanjuntak mengaku, dirinya sulit mendapatkan pupuk bersubsidi jenis urea dan phoska di wilayahnya. Di harus membeli pupuk non subsidi untuk memenuhi kebutuhan tanaman jagungnya.
“Langka. Susah dapat pupuknya. Banyak petani lain yang merasakan hal yang sama. Terpaksa kita beli yang non subsidi ya,” ucapnya, Jumat (06/01/2023)
Dia mengaku berat jika terus memenuhi kebutuhan nutrisi tanamannya dengan membeli pupuk non subsidi. Harga jenis urea mencapai Rp700 ribu per 50 kilogram (kg).
“Beratlah kalau harus beli non subsidi terus. Pendapatan dari panen saja tidak bisa menutupi harga pupuknya,” kata (tulis namanya), yang mengaku selama ini untuk membeli pupuk subsidi melalui kelompok tani di Kecamatan Siantar.
Jelita berharap agar pupuk subsidi bisa kembali tersedia dan tidak terjadi kelangkaan.
“Semogalah secepatnya tersedia. Kalau begini terus bisa, bisa gagal panen jugakan,” pungkasnya.
Bukan Hilang Tapi Kuota Dikurangi
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, Ruslan Sitepu menjelaskan, kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi saat ini bukan hilang dari peredaran, tapi kuota yang diberikan pusat menyusut.
Dia menyebut, dari pengajukan yang dikirim ke pusat sebanyak 36 ribu ton, hanya 16 ribu ton terealisasi. Akhirnya jatah ke petani menjadi berkurang, dari sebelumnya bisa delapan zak untuk dua hektare sawah, dituruni menjadi hanya dua zak.
“Bukan kelangkaan, tapi memang kurang. Kuota sudah kita keluarkan semua. Itulah yang kita bagi di 32 kecamatan, jadi masih kurang,” jelasnya kepada Parboaboa.
Ruslan juga mengatakan, untuk mengatasi persoalan pupuk, pihaknya mengarahkan petani mulai beralih menggunakan pupuk organik, menggantikan penggunaan pupuk subsidi atau non subsidi yang harganya terlalu mahal.
Ia juga berharap agar alokasi pupuk di Simalungun bisa disesuaikan pemerintah pusat dengan yang telah diajukan.
“Pupuk kimia terutama yang non subsidi sudah sangat mahal, bahkan sudah mencapai Rp700-800 ribuan," katanya.