parboaboa

Pembinaan Berjenjang: Fondasi Kuat bagi Masa Depan Sepak Bola Indonesia

Rian | Nasional | 21-11-2023

Masa depan sepak bola Indonesia harus ditangani dengan pembinaan berjenjang. (Foto: Instagram/@pssi)

PARBOABOA, Jakarta - Penyelenggaraan Piala Dunia U-17 2023 di Indonesia menjadi momen penting bagi transformasi sepak bola nasional.

Meskipun Tim Nasional di bawah kelompok umur 17 tahun (Timnas U-17) Indonesia tidak berhasil melangkah ke babak 16 besar, penampilan mereka tetap mendapat apresiasi dari berbagai pihak.

Salah satunya adalah kemampuan anak-anak asuhan Bima Sakti itu dalam menghadapi tim-tim kuat seperti Ekuador dan Panama. 

Hal ini sekaligus menandakan bahwa potensi sepak bola Tanah Air pada tingkat usia muda masih sangat besar.

Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Surono mengatakan, Indonesia kini masih punya mimpi besar yang harus dicapai, yakni Piala Dunia level senior pada tahun 2030 dan seterusnya. 

Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, perlu diimbangi dengan pembinaan dan kompetisi yang lebih baik bagi Timnas U-17 Indonesia.

"Kita perlu peningkatan kualitas pelatih dan kompetisi yang lebih kompetitif," ungkap Surono dalam diskusi bertajuk Momentum Regenerasi Sepak Bola Indonesia yang digelar secara daring pada Senin (20/11/2023).

Surono menjelaskan, pembinaan sepak bola usia muda di Indonesia harus dilakukan secara berjenjang, mulai dari usia dini hingga usia remaja. 

Pada usia dini (U-10), fokusnya adalah pengembangan keterampilan dasar, sementara pada usia remaja (U-12 sampai U-17), anak-anak mulai dilatih untuk fokus pada pengembangan taktik dan fisik.

Pentingnya pendekatan komprehensif juga ditekankan Surono, yang melibatkan aspek teknis, taktik, fisik, mental, dan psikologis dalam pembinaan sepak bola usia muda. 

Selain itu, kata dia, pembinaan yang berkelanjutan juga dianggap krusial untuk memastikan perkembangan pemain yang unggul.

Surono menambahkan, selain menekankan kualitas dan tantangan baru, kompetisi sepak bola usia muda harus bisa disesuaikan dengan kemampuan para pemain.

Misalnya, pada usia 10-12 tahun, kompetisi harus bersifat rekreasional dan menyenangkan. Hal ini bertujuan mendorong mereka agar mempunyai daya juang dan dan motivasi bermain yang tinggi.

"Sehingga dii usia 13-15 tahun, kompetisi harus lebih kompetitif," ungkapnya.

Pada taraf ini, kada dia, kompetisi harus mampu mendorong para pemain untuk menaikkan level kemampuan dan kualitas permainannya.

Sementara, pada usia 16-17 tahun, kompetisi harus sangat kompetitif. Menurutnya, kompetisi di jenjang ini lebih menekankan pada peningkatan kemampuan para pemain untuk mempersiapkan diri menghadapi kompetisi di level yang lebih tinggi. 

Salah satu upaya untuk menciptakan pengalaman bermain yang kompetitif adalah melalui kompetisi seperti Elite Pro Academy (EPA) U-16 dan U-18, yang diadakan bekerja sama dengan PSSI.

Dalam forum yang sama, pengamat olahraga Sapto Haryo Rajasa, menyoroti perlunya sinkronisasi pembinaan sepak bola sejak usia dini. 

Ia mencatat perbedaan signifikan dalam keunggulan teknis pemain muda Thailand dibandingkan Indonesia, yang diakibatkan oleh sistem pembinaan yang berbeda.

"Ternyata sejak usia 12-13 tahun mereka sudah tergabung di klub-klub profesional. Sementara para pemain Indonesia masih bermain di sekolah sepak bola (SSB)," ungkap Sapto.

Menurut Sapto, hal ini disebabkan oleh perbedaan sistem pembinaan sepak bola di kedua negara. 

Thailand memiliki kompetisi sepak bola junior yang dilaksanakan secara reguler dan berkelanjutan. 

Sementara di Indonesia, kompetisi sepak bola junior masih bersifat turnamen yang diselenggarakan secara periodik.

Sapto menjelaskan bahwa kompetisi yang dilaksanakan secara reguler dan berkelanjutan memberikan kesempatan kepada pemain muda untuk terus mengasah kemampuannya secara konsisten. Sebaliknya, turnamen hanya memberikan kesempatan bermain yang terbatas.

Sapto mendorong adanya kerjasama antara PSSI dan pemerintah untuk mencapai sinkronisasi pembinaan sepak bola sejak usia dini. Misalnya, SSB perlu berafiliasi dengan klub-klub profesional.

"Dengan begitu, para pemain muda kita bisa mendapatkan peluang bermain di kompetisi reguler dan berkelanjutan," katanya.

Dengan terwujudnya sinkronisasi pembinaan sepak bola sejak usia dini, kata dia, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kualitas sepak bolanya dan menjadi kekuatan utama dalam dunia sepak bola di masa depan.

U-17 Indonesia Tidak Lolos 16 Besar

Dalam pergelaran piala dunia yang baru pertama kali digelar di Indonesia, timnas U-17 Skuad Garuda Muda tak lolos 16 besar usai Meksiko mengalahkan Selandia Baru dengan skor 4-0.

Sebelumnya, Indonesia masih punya peluang masuk 16 besar karena berada di peringkat 3 Grup A, setelah meraih dua hasil imbang dan satu kekalahan.

Indonesia berhasil menahan imbang 1-1 lawan Panama dan Ekuador dan kalah 1-3 lawan Maroko di laga terakhir. Dengan posisi ini, Indonesia punya peluang untuk meraih empat tiket yang tersisa.

Namun sayang, harapan itu pupus usai Meksiko mengalahkah Selandia baru dengan poin 4-0. Hasil ini membuat Meksiko menempati peringkat 2 di Grup F.

Posisi Indonesia digeser oleh Venezuela yang meraih empat poin sebelumnya. Dengan hasil akhir ini, Indonesia dipastikan tak lolos masuk 16 besar. 

Berikut adalah daftar negara-negara yang masuk 16 besar

Senegal
Inggris
Uzbekistan
Mali
Meksiko
Maroko
Iran
Ekuador
Brasil
Argentina
Venezuela
Spanyol
Jepang
Jerman

 

Editor : Rian

Tag : #pembinaan berjenjang sepak bola indonesia    #piala dunia u 17    #nasional    #timnas u 17   

BACA JUGA

BERITA TERBARU