PARBOABOA, Jakarta - Wakil Ketua Partai Tanah Air Turki, Ethem Sancak menyebut perkembangan relasi antara Turki-NATO dan Turki dengan sejumlah negara Eropa menjadi alasan Ankara berencana keluar dari Pakta Pertahanan Negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO). Padahal, Turki telah menjadi negara anggota aliansi pertahanan terbesar di dunia itu sejak 1952.
"Akhir-akhir ini, Anda semua bisa melihat kampanye anti Al Quran di Swedia dan Belanda," kata Sancak pada Rabu (25/1/2023).
Sancak juga menuding NATO sempat berupaya membuat Turki terperangkap dalam perang sipil di Suriah. Selain itu, ia menuduh NATO mencoba mengadu domba antara Turki dengan Yunani.
"NATO memaksa kami bertindak melalui provokasi-provokasinya. Mereka mencoba mengadu domba kami dengan negara tetangga kami, Yunani," ungkap Sanca lagi.
"Perkembangan-perkembangan ini mendorong kami mengambil langkah-langkah seperti ini (berencana keluar dari NATO)," tambahnya.
Belakangan, sentimen terhadap NATO memang tengah meningkat di Turki. Pada 19 Januari lalu, Partai Patriotik Turki mengumumkan peluncuran kampanye nasional mendesak pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan meninggalkan NATO.
Kelompok anti-Amerika di Turki juga berulang kali meminta Ankara menutup pangkalan militer Negeri Paman di negara itu, membatalkan kontrak pembelian jet F-16, dan menarik diri dari NATO.
Rumor Turki ingin hengkang dari NATO ini berlangsung ketika Ankara menjadi buah pembicaraan negara-negara anggota lantaran menolak Swedia dan Finlandia yang ingin masuk aliansi itu.
Keinginan Swedia dan Finlandia mendaftar masuk NATO muncul setelah Rusia berani melancarkan invasi ke Ukraina sejak Februari 2022.
Erdogan menolak kedua negara itu masuk NATO lantaran dinilai masih mendukung kelompok yang dianggap Turki "organisasi teroris" seperti Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Bahkan, ia menuntut Swedia dan Finlandia merepatriasi aktivis PKK jika ingin mendapat restu Turki untuk masuk NATO.
Namun, restu Erdogan bagi Swedia semakin pudar setelah insiden pembakaran Al Quran oleh salah satu politikusnya dalam demonstrasi anti-Islam di depan Kedubes Turki di Stockholm akhir pekan lalu.
Erdogan memperingatkan Swedia agar tidak berharap mendapat dukungannya untuk bergabung dengan NATO akibat kejadian itu.
"Swedia seharusnya tidak mengharapkan dukungan kami untuk NATO," kata Erdogan dalam tanggapan resmi pertamanya terhadap tindakan politisi anti-Islam selama protes pada Sabtu (21/1/2023).
"Jelas mereka yang menyebabkan aib seperti itu di depan kedutaan besar negara kami tidak lagi dapat mengharapkan kebaikan dari kami atas permohonan mereka untuk menjadi anggota NATO," lanjutnya.