Upaya Pemerintah dalam Membendung Peredaran Obat Golongan G Online

Pemerintah terus Berupayah Membendung Peredaran Obat Golongan G Online. (Foto: tribratanews.lampung.polri.go.id)

PARBOABOA, Jakarta - Peredaran obat golongan G secara bebas, baik melalui apotek ilegal maupun platform digital, terus menjadi momok yang mengancam kesehatan masyarakat. 

Fenomena ini tidak sekadar persoalan hukum, melainkan sinyal bahaya yang menunjukkan lemahnya pengawasan di tengah derasnya arus digitalisasi. 

Padahal, jika mengacu Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 02396/A/SK/VIII/1989, penggunaan obat ini hanya diperbolehkan setelah mengantongi resep dokter.

Berdasarkan liputan khusus Parboaboa yang dipublikasi pada Senin (9/09/2024), peredaran obat-obatan ilegal kategori berbahaya di wilayah Jabodetabek rupanya masih sulit dibendung.

Diketahui, sejak Januari hingga Agustus 2023, Polda Metro Jaya mengungkap 22 kasus peredaran obat keras ilegal dengan total transaksi mencapai Rp 45 miliar. 

Dalam periode tersebut, aparat berhasil menyita total 231.662 butir obat keras ilegal, di antaranya hexymer sebanyak 39.185 butir, tramadol 11.383 butir, dan alprazolam 31.993 butir.

Fenomena ini tentu saja tidak hanya membahayakan masyarakat, tetapi juga menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan BPOM dalam menjaga kesehatan publik.

Obat golongan G dikategorikan berbahaya karena mengandung zat aktif yang kuat dan berpotensi menyebabkan efek samping serius jika tidak digunakan dengan tepat.

Misalnya, obat-obatan seperti tramadol dan alprazolam sering disalahgunakan untuk tujuan non-medis, menyebabkan risiko ketergantungan hingga overdosis.

Berdasarkan data dari BPOM, tahun 2023 terjadi peningkatan kasus penyalahgunaan obat-obatan golongan G sebesar 20% dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang menggunakan obat ini tanpa pengawasan medis yang tepat.

Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 98 ayat (2) menyatakan bahwa obat keras hanya boleh dijual di apotek dan harus dengan resep dokter.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan banyak situs e-commerce dan media sosial yang menjual obat-obatan golongan G tanpa izin resmi dan tanpa resep.

Peredaran Online

Perkembangan teknologi dan kemudahan akses internet telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam cara orang mendapatkan obat-obatan.

Penjualan obat secara daring kini semakin diminati masyarakat, terutama karena harga yang lebih murah dan kemudahan proses pembelian yang tidak memerlukan resep dokter.

Namun, di balik semua kemudahan ini, ada ancaman serius yang mengintai: peredaran obat-obatan keras secara ilegal.

Data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, lebih dari 2.000 situs web ilegal yang menjual obat keras berhasil ditemukan dan ditutup.

Tidak hanya itu, ribuan iklan obat ilegal juga terdeteksi bertebaran di berbagai platform media sosial.

Fenomena ini menunjukkan betapa maraknya perdagangan obat keras secara online dan sekaligus mengungkap lemahnya kontrol serta regulasi terhadap aktivitas tersebut di dunia maya.

Pemerintah dan BPOM kini dihadapkan pada tantangan besar untuk mengawasi peredaran obat keras yang semakin tak terkendali di internet.

Regulasi yang ada, seperti UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, belum secara spesifik mengatur penjualan obat secara online.

Hal ini memberikan celah bagi para penjual obat ilegal untuk tetap beroperasi.

Ditambah lagi, anonimitas yang ditawarkan oleh internet membuat penjual merasa aman dan sulit dilacak.

Mereka bisa dengan mudah membuka toko baru setelah yang lama ditutup, menciptakan lingkaran setan yang sulit dipecahkan.

Di sisi lain, rendahnya kesadaran masyarakat mengenai risiko membeli obat keras tanpa resep dokter turut memperburuk situasi.

Banyak yang belum memahami bahaya nyata di balik pembelian obat secara sembarangan, sehingga menjadi sasaran empuk bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah, BPOM, dan semua pihak terkait untuk memperkuat pengawasan, regulasi, serta edukasi kepada masyarakat demi mencegah dampak negatif yang lebih luas.

Upaya Pemerintah dan BPOM

Untuk mengatasi peredaran obat golongan G secara ilegal di dunia maya, pemerintah bersama BPOM telah menggencarkan berbagai upaya strategis.

Tantangan ini semakin rumit di era digital, di mana siapa pun bisa mengakses dan membeli obat keras hanya dengan beberapa klik.

Oleh karena itu, tindakan tegas dan langkah-langkah preventif menjadi kunci penting dalam menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat.

Salah satu langkah nyata yang diambil adalah peningkatan pengawasan dan penegakan hukum.

BPOM, bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, telah memblokir ribuan situs web dan akun media sosial yang kedapatan menjual obat keras secara ilegal.

Sepanjang tahun 2023, lebih dari 3.000 platform ilegal telah berhasil ditutup. Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan sanksi tegas kepada para penjual yang melanggar aturan, mulai dari denda hingga hukuman penjara, sesuai dengan ketentuan Pasal 197 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Selain tindakan hukum, pemerintah melalui BPOM juga sedang merancang regulasi khusus yang mengatur penjualan obat secara online.

Regulasi ini diharapkan menjadi pagar pengaman bagi konsumen, di mana platform e-commerce diwajibkan untuk memastikan bahwa penjual memiliki izin resmi dan hanya menjual obat keras kepada mereka yang memiliki resep dokter.

Dengan begitu, masyarakat dapat merasa lebih aman dalam mengakses kebutuhan obat-obatan.

Upaya lain yang tak kalah penting adalah kampanye edukasi masyarakat yang dilakukan secara masif oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan.

Melalui media sosial, televisi, dan radio, masyarakat diajak untuk lebih waspada terhadap bahaya membeli obat keras tanpa resep dokter.

Edukasi ini tidak hanya berfokus pada risiko kesehatan, tetapi juga memberikan informasi tentang cara mengenali situs web atau akun penjual obat ilegal, sehingga konsumen bisa lebih cerdas dan berhati-hati.

Kerja sama dengan platform e-commerce dan media sosial juga semakin diperkuat. BPOM telah berkolaborasi dengan berbagai platform digital untuk memperketat pengawasan terhadap penjualan obat di situs mereka.

Dengan kewajiban untuk menindak tegas penjual yang melanggar aturan, platform-platform ini diharapkan mampu memberikan kontribusi besar dalam mengurangi peredaran obat keras ilegal.

Selain itu, inovasi teknologi menjadi senjata baru dalam pengawasan peredaran obat ilegal. BPOM mulai memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan big data untuk memantau aktivitas penjualan obat keras secara online.

Dengan teknologi ini, deteksi dan identifikasi toko online yang mencurigakan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat, sehingga tindakan pencegahan bisa segera diambil.

Peredaran obat golongan G secara online memang masalah yang kompleks dan memerlukan kerja sama dari berbagai pihak.

Selain upaya pemerintah dan BPOM, partisipasi aktif dari masyarakat sangat dibutuhkan. Kesadaran untuk membeli obat hanya dari sumber resmi dan dengan resep dokter adalah langkah awal yang sangat penting.

Platform e-commerce dan media sosial pun perlu lebih proaktif dalam memantau dan menghapus konten penjualan obat ilegal.

Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, BPOM, platform digital, dan masyarakat, permasalahan ini diharapkan dapat segera teratasi, demi menjaga kesehatan dan keselamatan bersama.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS