PARBOABOA, Serdang Bedagai - Hari telah menjelang siang, kala Ahmad Faury seorang pemuda yang juga penyandang disabilitas hendak mengawali harinya, Selasa (4/7/2023).
Di hari itu, Faury tampil rapi. Ia memakai kemeja putih dengan celana hitam. Ia juga mengenakan topi untuk melindunginya dari sengatan sinar matahari, siang itu.
Warga Dusun I Desa Pematang Guntung, Teluk Mengkudu, Serdang Bedagai, Sumatra Utara itu hendak menuju ke Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Serdang Bedagai untuk menyerahkan berkas pendaftaran.
Faury mengaku mantap menjadi salah seorang calon penyelenggara pemilihan umum (pemilu) dengan keterbatasan yang ia miliki.
Ia juga ingin menunjukkan keikutsertaannya dalam seleksi calon anggota Bawaslu Serdang Bedagai menjadi bukti jika orang dengan disabilitas juga memiliki hak yang sama seperti masyarakat pada umumnya.
“Keikutsertaan seorang disabilitas itu tidak ada halangan. Saya ingin menunjukkan itu. Makanya saya mencoba mendaftar. Peran seorang disabilitas menjadi pemilih dan penyelenggara pemilu itu tidak ada batasan. Itu sudah dibenarkan oleh negara,” katanya kepada PARBOABOA.
Keinginan Faury menjadi penyelenggara pemilu di tanah kelahirannya ini mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya. Apalagi sebelumnya, Faury sering dilibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu kabupaten/kota menjadi pembicara untuk menyosialisasikan pemilu, terutama kepada penyandang disabilitas.
Hal tersebut lah yang membuatnya ingin ikut berperan dalam pemilihan umum, baik sebagai pemilih maupun penyelenggara.
“Dari itu tergerak hati saya dengan dukungan dari teman-teman. Akhirnya saya memutuskan ingin mencoba apakah benar orang dengan disabilitas punya ruang sebagai penyelenggara pemilu. Jadi saya mencoba itu. Persoalan menang atau kalah saya hanya berdoa kepada Allah dan meminta dukungan masyarakat umum,” ujar Faury yang juga dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut itu.
Bahkan selama proses seleksi calon anggota Bawaslu, Faury juga turut mengkritisi fasilitas di lokasi ujian belum ramah terhadap penyandang disabilitas.
“Saya bersyukur bisa dan mampu. Andai orang dengan disabilitas yang memakai kursi roda, misalnya itu pelaksanaannya di lantai dua pakai tangga. Nah tidak ada fasilitas pelayanan untuk bagaimana akses jalan naik gedung itu untuk teman-teman disabilitas. Mungkin ke depannya itu sebagai perbaikan, kiranya di dalam pelaksanaan ujian maupun seleksi jika ada peserta orang dengan disabilitas lebih diperhatikan kebutuhannya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, lewat keikutsertaannya di seleksi calon anggota Bawaslu, Faury menepis stigma bahwa orang dengan disabilitas adalah kelompok marginal dan terpinggirkan di ruang publik. Dengan mengikuti seleksi calon anggota Bawaslu, Faury ingin menunjukkan bahwa orang dengan disabilitas juga bisa menjadi kelompok yang turut menyukseskan pemilu.
“Kita sudah tidak dibeda-bedakan lagi. Hak kita sudah sama. Ke depannya orang-orang dengan disabilitas lebih meningkatkan pemahamannya terhadap pemilu,” ucapnya.
Ke depan, Faury berharap dukungan masyarakat Serdang Bedagai merestui jalannya untuk menjadi salah seorang anggota Bawaslu.
“Mohon doanya agar saya lulus ke tahap selanjutnya dan bisa menjadi anggota Bawaslu Serdang Bedagai,” imbuh pria kelahiran 1983 itu.
Penyandang Disabilitas Punya Hak Politik dalam Jabatan Publik
Keikutsertaan Ahmad Faury yang merupakan penyandang disabilitas sebagai penyelenggara Pemilu mendapat respons Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan partisipasi dalam pemerintahan untuk memilih dan dipilih itu adalah bagian dari HAM yang dijamin dalam konstitusi.
Apalagi dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, lanjut dia, juga telah menguraikan hak politik bagi orang dengan disabilitas yang meliputi berhak memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
“Tidak boleh ada diskriminasi dalam pemenuhan hak tersebut. Teman-teman yang memiliki disabilitas itu juga harus dipastikan mereka punya kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai penyelenggara pemilu di tingkat mana pun,” kata Anis kepada Parboaboa.
Anis juga mengingatkan praktik-praktik diskriminatif dalam proses seleksi calon anggota Bawaslu, terutama terhadap penyandang disabilitas harus dicegah.
“Jika sudah terjadi maka harus ada proses yang memberikan mereka keadilan. Setiap orang atas dasar disabilitasnya tidak boleh mengalami diskriminasi dalam proses partisipasi di dalam pemerintahan karena itu bagian dari hak asasi manusia,” pungkasnya.