Jadi Hakim MK Gantikan Wahiduddin Adams, Arsul Sani Diminta Independen dan Merakyat

Wakil Ketua MPR RI, Asrul Sani menjawab pertanyaan awak media setelah resmi ditetapkan menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Wahidudin Adams, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2023). (Foto: PARBOABOA/Hari Setiawan)

PARBOABOA, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani resmi ditetapkan menjadi Hakim mahkamah Konstitusi (MK), usai menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR RI.

Arsul Sani akan menggantikan Wahiduddin Adams yang akan memasuki masa pensiun. Politisi PPP ini bersaing bersama 6 calon hakim yang menjalani fit and proper test di DPR.

Menanggapi penetapan DPR tersebut, pakar hukum pidana Prof Hikmahanto Juwana berharap sebagai salah satu Hakim MK, Arsul Sani bisa mengedepankan independensi menjelang tahun pemilu, 2024 mendatang.

"Saya harap Arsul Sani bisa tetap independen dan merakyat setelah resmi ditetapkan dari wakil MPR RI menjadi hakim MK," katanya singkat melalui aplikasi perpesanan, Kamis (5/10/2023).

Pada selasa (3/10/2023), DPR memutuskan Arsul Sani menjadi hakim konstitusi terpilih usulan DPR.

Sementara itu, Asrul Sani berjanji akan menjadi hakim yang independen. Ia juga akan membuktikan independensi tersebut saat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya akan buktikan dalam kerja saja nanti. Bagi saya tentu harus berterima kasih ketika ada yang mempertanyakan apakah saya bisa independen atau tidak? Karena hal ini adalah tantangan sekaligus juga harapan yang harus dibuktikan," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (03/10/2023).

Meskipun menjabat sebagai anggota DPR RI 2 periode, Arsul mengaku akan tetap menjaga independensinya.

"Kita lihat case by case seperti apa. Jelas independen itu tidak bisa dimaknai harus selalu berbeda di dalam posisi menjadi anggota DPR RI dan Pemerintah," ujarnya.

Arsul berjanji, akan terus memperjuangkan jalur konstitusional meskipun ada beberapa putusan yang perlu dikritisi. Menurutnya tidak semua keputusan MK yang terlibat dalam konteks politik harus dianggap negatif.

"Putusan yang masuk ke dalam apa yang saya sebut yudisialisasi politik itu tidak semuanya jelek," ungkapnya.

Namun ketika ditanya komentarnya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh permohonan yang diajukan buruh saat uji materi Undang-Undang Cipta Kerja, Arsul sani enggan menjawab PARBOABOA.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS