PARBOABOA, Jakarta – Babak baru drama politik PSI dimulai. Di tengah pro-kontra kenaikan perolehan suaranya saat ini, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) justru asyik menyodorkan wacana politik yang menyita banyak perhatian publik tanah air.
Bagaimana tidak, secara terang-terangan, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie mengungkapkan keinginan partainya untuk menjadikan Presiden Jokowi sebagai sosok yang berada di atas semua partai politik.
Menurut Grace, ide tersebut lahir dari Ketua Dewan Pembina PSI, Jeffrie Geovannie, yang menilai Jokowi sebagai sosok yang pantas memimpin koalisi partai politik yang punya kesamaan visi menuju Indonesia emas.
"Jokowi, bisa menjadi sosok yang mempersatukan atau menjembatani kepentingan partai-partai politik," kata Grace Minggu (10/3/2024).
Bagi Grace, bukan perkara mudah mencari seseorang yang bisa menjembatani semua partai politik dan perkataannya dapat mempersatukan partai-partai tersebut.
Kendati demikian, diakui Grace, jika usulan tersebut belum ada pembicaraan lebih lanjut termasuk peran apa yang akan diberikan kepada Jokowi nantinya.
"Dinamikanya belum tahu, kan banyak partai, banyak kepentingan, banyak kepala," tandasnya.
Ide PSI ini dibenarkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia. Doli mengakui, walaupun belum ada pembicaraan detail mengenai usulan ini, namun sudah ada wacana untuk mengukuhkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) menjadi permanen.
Menurut Doli, ada pembicaraan lepas agar koalisi yang sudah terbangun kemarin di pilpres dipermanenkan untuk menghadapi agenda-agenda penting lainnya di Indonesia.
“Katakanlah dalam waktu dekat pilkada,” kata Doli Senin (11/3/2024).
Doli mengatakan, Prabowo-Gibran akan banyak melanjutkan program dan kebijakan pemerintahan Jokowi selama lima tahun ke depan.
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai usulan PSI tersebut tidak masuk akal dan berakibat mendegradasi nilai-nilai luhur demokrasi.
"Usulan itu tidak mencerminkan cita-cita bangsa," kata juru bicara PKS, Muhammad Iqbal dalam keterangannya, Selasa (12/3/2024).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, jika usulan itu direalisasikan, maka akan membentuk ketergantungan pada satu tokoh pemimpin.
"Hal itu akan menjadi contoh buruk bagi praktik demokrasi ke depan," ujar Iqbal.
Harapan saya, kata Iqbal, adalah agar demokrasi Indonesia bisa berjalan dengan baik tanpa ada bayang-bayang berlebihan dari seorang mantan presiden.
PSI Caper dari Jokowi
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menilai pernyataan Grace Natalie hanya sebuah usaha untuk mencari perhatian publik.
PSI juga, menurut Ujang, sedang berjuang mendapatkan perhatian Jokowi dan tokoh-tokoh koalisi Prabo-Gibaran.
"Ya, kelihatannya si caper (cari perhatian) sangat antus," kata Ujang kepada PARBOABOA, Rabu (13/3/2024).
Ujang menjelaskan, pernyataan yang dilontarkan Grace itu asal bunyi (asbun). Tidak pernah ada mantan presiden yang didapuk menjadi ketua koalisi karena sejatinya ketua koalisi adalah presiden terpilih.
"Masa iya presiden terpilih mau dikangkangi oleh Jokowi, mantan presiden? Kan, gak bisa juga," paparnya.
Ujang menjelaskan, seorang ketua koalisi harus dijabat oleh presiden terpilih karena memiliki power jejaring yang luas dan jabatan kekuasaan yang melekat padanya.
"Jadi, saya melihat sedang berusaha mendorong posisi Jokowi agar Jokowi punya posisi yang kuat ke depan," tandasnya.
Senada dengan itu, Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menganggap PSI sedang cari perhatian atau caper agar bisa lolos ke Senayan.
"Trik partai gurem untuk lolos ke Senayan," kata Muslim melalui rilis yang diterima PARBOABOA, Senin (11/3/2024).
Muslim menjelaskan, padahal apa yang dilakukan itu tidak rasional. Kelihatannya mereka mau Jokowi diposisikan berada di atas ketua umum,
"Ya, semacam ketua koalisi. Itu hanya trik dan akalan-akalan partai gurem saja," tutup Muslim.
Editor: Norben Syukur