PARBOABOA, Jakarta – Menjelang tanggal 25 Agustus 2025, jagat media sosial diramaikan oleh seruan demonstrasi besar-besaran di Gedung DPR RI, Jakarta.
Aksi ini bahkan disebut-sebut bertujuan untuk menuntut pembubaran parlemen, buntut dari kontroversi tunjangan rumah anggota DPR yang mencapai Rp50 juta per bulan.
Namun, hingga kini belum ada kepastian mengenai siapa penanggung jawab dari aksi tersebut, sementara sejumlah organisasi buruh dan mahasiswa justru memastikan tidak terlibat.
Seruan demonstrasi 25 Agustus awalnya muncul dari Pati, Jawa Tengah. Mantan Koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, Ahmad Husein, menyebut wacana ini pertama kali diarahkan untuk warga setempat.
Namun, isu tersebut meluas setelah polemik kenaikan gaji dan tunjangan DPR mencuat. Narasi ajakan kemudian menyebar luas di media sosial, terutama di X (Twitter) dan grup WhatsApp, dengan pesan utama: “Bubarkan DPR.”
Beberapa akun dengan ribuan pengikut gencar menyuarakan ajakan tersebut.
Akun @Heraloebss menulis bahwa sentimen publik terhadap DPR sudah memuncak, sementara akun @NenkMonica mengajak mahasiswa, buruh, dan masyarakat turun ke jalan dengan peringatan agar membawa perlindungan diri dari kemungkinan gas air mata.
Tanggal Masih Diperdebatkan
Kendati ajakan itu viral, hingga artikel ini ditulis belum ada organisasi resmi yang mengonfirmasi keterlibatan mereka pada 25 Agustus.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang sempat disebut dalam ajakan, justru menegaskan bahwa aksi buruh akan dilakukan tiga hari setelahnya, yakni pada 28 Agustus 2025.
Menurut rencana, demonstrasi KSPI digelar serentak di Gedung DPR, Istana Presiden, dan sejumlah kota industri seperti Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar.
Tuntutan yang dibawa pun berbeda: kenaikan upah minimum sebesar 8,5–10,5 persen serta penghapusan sistem outsourcing.
Respons dari berbagai kelompok pun bermunculan. Ketua Umum KSPSI, Mohammad Jumhur Hidayat, dengan tegas melarang anggotanya ikut serta pada 25 Agustus.
Ia menilai aksi tanpa penanggung jawab berpotensi ricuh dan rawan ditunggangi kepentingan politik elite.
Hal senada juga ditegaskan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan.
Koordinator medianya, Pasha Fazillah Afap, menyebut nama organisasinya dicatut dalam ajakan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa BEM SI telah menggelar demo lebih dulu pada 21 Agustus, dengan tuntutan pembatalan sejumlah RUU bermasalah.
Sementara itu, Presiden Partai Buruh Said Iqbal juga memastikan pihaknya tidak akan turun pada 25 Agustus.
Ia menegaskan bahwa partainya bersama puluhan ribu buruh akan melakukan aksi nasional pada 28 Agustus dengan tema “Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah.”
Puan Maharani Bersikap Terbuka
Meski isu demo 25 Agustus kian ramai, Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapinya dengan sikap terbuka.
Ia menyatakan tidak gentar menghadapi ancaman gelombang massa, bahkan mempersilakan rakyat datang ke DPR untuk menyampaikan aspirasinya.
“Pintu DPR akan selalu terbuka. Nanti kami akan lihat apa yang menjadi aspirasi masyarakat, dan insyaallah akan diterima oleh teman-teman di sini,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (21/8/2025).
Tak hanya menerima, Puan bahkan mengajak demonstran berdialog secara terbuka. Menurutnya, DPR memiliki mekanisme resmi melalui Badan Aspirasi Masyarakat untuk menampung keluhan rakyat.
“Kita bisa berdiskusi secara transparan terkait hal-hal yang masih jadi pertanyaan publik,” tambahnya.
Polemik Tunjangan DPR
Isu demonstrasi 25 Agustus tak lepas dari kontroversi kebijakan DPR yang mengubah fasilitas rumah jabatan menjadi kompensasi uang tunjangan Rp50 juta per bulan.
Meski Puan menegaskan bahwa tidak ada kenaikan gaji, kebijakan itu tetap dianggap melukai rasa keadilan publik di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Gelombang kemarahan publik di media sosial mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap elite politik.
Meski aksi 25 Agustus belum jelas juntrungannya, namun ibuan aparat kepolisian dikerahkan untuk mengamankan aksi unjuk rasa tersebut.
“Sebanyak 1.145 personel gabungan dari Polda, Polres, dan Polsek diturunkan ke lapangan,” ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol. Susatyo Purnomo Condro, Kamis (21/8/25).
Menurutnya, pengamanan ini menunjukkan kehadiran polisi bukan sebagai pihak yang berhadapan dengan massa, melainkan sebagai pelayan masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasi.
“Silakan berorasi dengan tertib, jangan memprovokasi, jangan melawan aparat, serta mari kita hindari aksi membakar ban, menutup jalan, atau merusak fasilitas umum,” kata Kombes Pol. Susatyo.
Ia menegaskan, pengamanan dilakukan dengan cara persuasif melalui pendekatan humanis. Kapolres juga menekankan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak konstitusional warga, namun harus tetap diwujudkan secara damai.
Selain itu, Kombes Pol. Susatyo mengimbau masyarakat menjauhi area sekitar DPR/MPR RI selama aksi berlangsung.
Arus lalu lintas di sekitar lokasi akan diatur secara situasional sesuai perkembangan massa di lapangan. Warga diharapkan memanfaatkan jalur alternatif agar mobilitas tetap terjaga.
“Unjuk rasa sebaiknya menjadi sarana penyampaian aspirasi, bukan pemicu kericuhan. Mari kita pelihara kondisi yang kondusif agar pesan yang disuarakan dapat diterima dengan baik,” tutupnya.