PARBOABOA, Medan - Bambang atau yang akrab disapa Babe tak pernah menyangka menggantungkan nasibnya menjadi seorang seniman.
Berasal dari keluarga pegawai perkebunan, Babe tadinya diminta mengikuti jejak orang tuanya bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Pria kelahiran Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara ini bahkan sempat bekerja di perusahaan kelapa sawit, PT. London Sumatra Indonesia Tbk.
Namun pekerjaan yang Babe geluti tak bertahan lama, karena memang bukan keinginan hatinya.
"Orang tua nyuruh kerja di perkebunan, karena dipaksa akhirnya saya sempat kerja di Lonsum, tapi bentar saja sudah ngundurkan diri, bukan passion saya,” katanya.
Padahal, lanjut Babe, saat ia bekerja di perkebunan kelapa sawit tersebut gajinya terbilang lumayan. Ia bahkan bisa dibilang masuk ke kalangan menengah ke atas, selama dua tahun bekerja di PT Lonsum.
"Saat itu pekerjaan saya termasuk lumayan bang ketimbang anak muda di kampung saya ini, karena upah lumayan, sebelum memutuskan berhenti kerja," ungkapnya.
Babe lantas menjadi pengangguran, usai memutuskan berhenti kerja.
Setelah menganggur hampir 5 tahun Babe akhirnya memutuskan menjadi pemadu wisata atau tour guide.
Di sinilah karir Babe sebagai seniman terasah. Pria kelahiran 1972 itu mengembangkan kemampuannya sebagai seorang pemandu wisata dengan menjelajahi berbagai keahlian yang dia punya, termasuk mengeksplorasi segala kemampuannya, mulai dari melukis dan kerajinan tangan hingga seni ukir.
"Awalnya cuma ikut ikut aja bawa bule bang, akhirnya saya jadi tour guide di objek wisata Bukit Lawang,” katanya.
Dari memandu wisata, Babe akhirnya bisa menafkahi anak dan istrinya. Ia pun membawa wisatawan dari berbagai negara melihat satwa endemik Indonesia, Orangutan.
Bukit Lawang merupakan nama tempat wisata di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Letaknya sekitar 68 kilometer sebelah barat laut Kota Binjai atau sekitar 80 kilometer sebelah barat laut Kota Medan.
Bukit Lawang masuk dalam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang merupakan daerah konservasi dan pusat rehabilitasi Orangutan sejak 1973 untuk melestarikan populasi Orangutan yang semakin berkurang akibat perburuan, perdagangan dan deforestasi.
Hanya saja, karir Babe terpaksa berhenti di tengah jalan setelah lokasi wisata tersebut di terjang banjir bandang pada 2003.
Bencana alam itu memporak-porandakan lokasi wisata Bukit Lawang. Tercatat 157 orang tewas, termasuk 6 turis mancanegara, sedang 82 orang lainnya hingga kini masih dinyatakan hilang.
Dua orang yang menjadi korban dalam peristiwa itu merupakan istri dan anak kandung Babe yang saat itu masih berusia 9 tahun
"Bencana itu, anak sama istri bang menjadi korban," kenang Babe yang tak mampu membendung air mata saat menceritakan bencana alam tersebut.
Sejak saat itu, Babe mengalami trauma mendalam. Ia bahkan tak mampu melanjutkan tugasnya sabagai pemandu wisata karena selalu terbayang-bayang anak dan istrinya.
"Sejak kejadian itu trauma kali saya bang, apapun tidak bisa saya kerjakan, mengisi kesedihan itu buat kerajinan tangan seperti ini,” ujarnya.
Namun Babe tak ingin larut dalam kesedihan. Perlahan ia melakukan kerajinan tangan untuk mengisi waktu kosongnya. Dari situlah, Babe memulai karirnya sebagai seniman.
Tak disangka kegiatan tersebut membuat Babe bangkit dari keterpurukan. Ia bahkan ingin membangun kembali kampung halamannya menjadi daerah yang dikenal di seluruh negeri.
"Saya asli putra daerah, jadi saya ingin membesarkan kampung saya ini dengan cara berseni agar bisa mendunia,” katanya.
Babe lantas membuat seni ukir wajah Orangutan. Dengan menggeluti seni itu, Babe bisa meraup keuntungan hingga Rp10 juta per bulannya.
"Kalau musim turis banyak yang beli, jadinya lumayan buat anak-anak," sebutnya.
Babe pun menjual karya seninya dengan harga beragam, termasuk membedakannya untuk wisawatan lokal dengan wisatawan asing.
Untuk wisatawan asing, Babe membanderol harga ukiran wajah Orangutan mulai dari Rp200 ribu hingga Rp6 juta. Sedangkan wisatawan lokal berkisar di harga Rp100 ribu hingga Rp4 juta.
"Beda harganya bang wisata lokal sama asing, kalau asing agak kita naikan dikit,” akunya.
Babe menjelaskan, tingkat kesulitan pengerjaan ukiran wajah Orangutan ini pun beragam. Semakin besar ukuran, maka tingkat kesulitannya pun semakin tinggi.
"Kalau yang kecil lebih mudah buatnya bang, kalau yang besar lebih sulit,” ungkapnya.
Waktu penyelesaian ukiran pun bervariasi, mulai dari satu hari hingga satu bulan lamanya.
"Ngerjain ini sendiri aja, yang kecil sehari siap, kalau yang besar sebulan," ucapnya.