Drama Kuota Haji Tambahan: Lobi Istanasampai Yaqut Dicekal KPK

Menyusuri Kronologi Kuota Haji Tambahan sampai Yaqut Dicekal KPK. (Foto: Dok. Katadata)

PARBOABOA, Jakarta – Kronologi tambahan kuota haji 2024 yang awalnya lahir dari diplomasi tingkat tinggi Presiden Joko Widodo di Arab Saudi, kini berubah menjadi pusaran kontroversi hukum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan korupsi dalam penentuan dan pembagian kuota tersebut.

Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bersama dua pihak lainnya sudah dicegah bepergian ke luar negeri demi kelancaran penyidikan.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengeluarkan surat keputusan larangan bepergian ke luar negeri terhadap Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), IAA, dan FHM.

Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, pencekalan berlaku selama enam bulan karena keberadaan para pihak tersebut di Indonesia sangat dibutuhkan untuk kelanjutan penyidikan.

IAA diketahui merupakan mantan staf khusus Menteri Agama, sementara FHM berasal dari kalangan swasta.

Sebelumnya, KPK memulai penyidikan dugaan korupsi ini pada 9 Agustus 2025, hanya dua hari setelah meminta keterangan Yaqut. Dari hasil penghitungan awal, kerugian negara diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Penyelidikan KPK sejalan dengan temuan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI yang mengendus kejanggalan pada pembagian tambahan kuota haji 2024.

Dari total 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi, Yaqut memutuskan pembagian 50:50 antara 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus (ONH Plus).

Pansus menilai kebijakan ini bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang menetapkan porsi 92% untuk haji reguler dan hanya 8% untuk haji khusus.

Dengan demikian, tambahan kuota seharusnya dialokasikan sekitar 18.400 untuk reguler dan 1.600 untuk khusus.

Lobi Jokowi di Riyadh

Ironisnya, tambahan kuota haji 2024 berawal dari hasil lobi Presiden Jokowi saat bertemu Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) pada 19 Oktober 2023 di Riyadh.

Dalam forum bilateral yang berlangsung di sela-sela KTT ASEAN–GCC, Jokowi mengutarakan panjangnya antrean haji di Indonesia, yang bahkan bisa mencapai 47 tahun untuk sebagian calon jemaah.

Hanya dalam waktu kurang dari 12 jam setelah pertemuan tersebut, Pemerintah Indonesia mendapat kabar positif: kuota haji tahun 2024 bertambah 20.000.

Total kuota pun mencapai 221.000 jemaah, ditambah 2.200 kuota petugas haji. Tambahan ini disambut antusias karena diharapkan dapat memotong antrean yang sempat makin panjang akibat pembatasan ibadah haji selama pandemi Covid-19.

Namun euforia itu tidak berlangsung lama. Pada 15 Januari 2024, Yaqut menandatangani SK Menteri Agama Nomor 130/2024 yang mengatur pembagian kuota tambahan secara merata: separuh untuk haji reguler, separuh untuk haji khusus.

Kementerian Agama beralasan pembagian tersebut mempertimbangkan keterbatasan area di Mina, yang hanya 17,2 hektare untuk jemaah Indonesia.

Dengan kuota reguler 203.230 orang (tanpa tambahan), setiap jemaah reguler hanya mendapatkan ruang tenda seluas 0,8 m².

Menurut Subhan Cholid, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag, pembagian 50:50 dilakukan untuk mengurangi kepadatan di Masyair al-Muqoddasah (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).

Keterangan pejabat Kemenag juga menguatkan dugaan DPR bahwa pembagian 50:50 bukanlah permintaan Arab Saudi.

Hilman Latief, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, mengakui bahwa usulan pembagian kuota tersebut lahir dari Kemenag sendiri, dan disampaikan langsung dalam pertemuan Yaqut dengan Menteri Haji Arab Saudi.

Ketua Pansus Angket Haji DPR saat itu, Nusron Wahid, menyebut pernyataan Hilman sebagai bukti kunci bahwa pembagian kuota tambahan adalah murni keputusan internal pemerintah Indonesia, yang kemudian memicu polemik dan kini menjadi bahan penyelidikan KPK.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS