Proyek Geothermal dan Perjuangan Warga Poco Leok Pertahankan Ruang Hidup

Potret proyek Geothermal. (Foto: ebtke.esdm.go.id)

PARBOABOA, Jakarta - Rabu (2/10/2024), suasana di Poco Leok, sebuah desa di Kabupaten Manggarai, Flores, NTT tampak tegang.

Semua berawal ketika Pemerintah Kabupaten Manggarai bersama PLN masuk ke daerah itu untuk melakukan pengukuran lahan warga dan mengidentifikasi lokasi pembangunan Access Road Wellpad D, Wellpad I, dan Access Road Wellpad I. 

Kegiatan ini merupakan bagian dari pengembangan proyek Geothermal PLTP Ulumbu yang sudah berjalan sejak Selasa, 1 Oktober 2024, dan direncanakan selesai pada Kamis, (3/10/2024).

Pemda dan PLN datang ke lokasi dengan mengerahkan aparat keamanan gabungan yang terdiri dari Kepolisian, TNI, dan Satpol PP.

Penggunaan kekuatan aparat keamanan yang berlebihan tersebut, Kata JATAM, "diikuti dengan intimidasi kepada warga" hingga terjadi penyerangan yang menyebabkan puluhan orang luka-luka, "sebagian diantaranya tidak sadarkan diri." 

Brutalitas aparat keamanan juga diikuti dengan kriminalisasi berupa penangkapan 3 warga dan 1 orang jurnalis media lokal secara sewenang-wenang.

Hery Kabut, wartawan media online Floresa yang ditangkap aparat mengisahkan sejumlah penyiksaan yang ia alami gara-gara tidak menunjukkan ID Card saat meliput.

Padahal, Hery telah meyakinkan mereka dengan menunjukkan surat tugas, tapi hal itu tidak mengakhiri penyiksaan. "Mereka mengunci leher saya" lalu yang lain "mulai mencekik dan menendang beberapa bagian tubuh, termasuk kaki," kata Hery.

Lebih memprihatinkan menurut penuturan Hery, ada sesama rekan wartawan yang ikut memukul. Sosok berinisial TJ itu, kata dia, bersama aparat menuding dirinya sebagai provokator.

Intimidasi lain yang dia terima adalah berupa pengecekan hal-hal privasi, antara lain melihat semua isi chatting di Whatsapp.

Hery yang sedari awal ditahan oleh aparat baru bisa pulang setelah disuruh membuat video klarifikasi berisi permintaan maaf yang menyudutkan dirinya bersama warga lain yang ikut ditahan.

Dirinya mengaku, hal itu terpaksa ia lakukan, semata-mata karena alasan keselamatan. "Mempertimbangkan segala konsekuensi, saya pun memilih untuk langsung memberikan klarifikasi di lokasi itu."

Perlawanan Upaya Penyelamatan Ruang Hidup

JATAM menyatakan, perlawanan warga merupakan upaya penyelamatan ruang hidup yang dilakukan secara konsisten.

Meski begitu, pemerintah dan PLN tetap melanjutkan proyek yang justru dianggap merugikan masyarakat. Lahan pertanian yang menjadi tumpuan hidup warga terancam hilang, begitu juga dengan sumber mata air bersih yang selama ini memenuhi kebutuhan air sehari-hari mereka.

Selain kekhawatiran soal lahan, ancaman yang lebih mengerikan datang dari potensi kebocoran gas H2S. Gas ini sangat berbahaya dan mematikan jika terhirup.

JATAM mengatakan, Warga Poco Leok semakin khawatir setelah melihat tragedi kebocoran gas H2S di Sorik Marapi, Sumatera Utara, yang menyebabkan lima orang meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami keracunan. Peristiwa ini semakin menguatkan alasan warga untuk menolak proyek tersebut.

Tidak hanya itu, tetangga mereka di Mataloko, Kabupaten Ngada yang juga memiliki tambang panas bumi, telah merasakan dampak buruknya. 

Lumpur panas dari tambang menyembur, merendam sawah dan mencemari sumber air. Akibatnya, ladang pertanian rusak dan warga kehilangan mata pencaharian. Atap rumah warga yang terbuat dari seng bahkan berkarat akibat dampak proyek tersebut, menambah beban pengeluaran mereka.

Poco Leok sendiri berada di kawasan ring of fire, zona yang rentan terhadap aktivitas seismik. Pembongkaran wilayah ini demi proyek panas bumi tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga meningkatkan risiko gempa bumi. 

Bagi warga, proyek ini bukan hanya soal kehilangan lahan, tetapi juga mempertaruhkan keselamatan dan nyawa mereka.

Ancaman-ancaman ini membuat warga Poco Leok semakin mantap menolak proyek tersebut, karena masa depan mereka lebih berharga daripada risiko yang harus mereka hadapi akibat perluasan proyek panas bumi ini.

Dalam catatan JATAM, PLN telah berulang kali mencoba memaksakan proyeknya di Poco Leok, namun selalu mendapat perlawanan dari ratusan warga. 

Warga dari sepuluh komunitas adat, seperti Gendang Mucu, Mocok, Mori, dan lainnya, terus melakukan penghadangan sejak 2022, yang sudah terjadi 26 kali. Dalam setiap kali upaya perlawanan, bentrokan dengan aparat keamanan tak terhindarkan.

Proyek PLTP Ulumbu unit 5-6 ini dikerjakan oleh PLN dan didanai oleh KfW, bank asal Jerman, yang memberikan pinjaman sebesar 150 juta EUR pada Oktober 2018. 

Dana tersebut digunakan untuk pengembangan beberapa unit PLTP, termasuk Unit V di Poco Leok dan unit lain di Mataloko. 

Pada awal September 2024, dua anggota tim independen dari Bank KfW mengunjungi Poco Leok untuk mendengar aspirasi warga. Namun, hanya berselang beberapa minggu, PLN kembali memaksa pengerjaan proyek dengan membawa aparat keamanan yang terus mengintimidasi warga.

Di Jakarta, pada acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) pada 18-20 September 2024, Presiden Jokowi menegaskan agar proses izin operasi geothermal dipercepat. 

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, juga mendukung hal ini dengan menjamin penyederhanaan perizinan. Kata JATAM, Pernyataan Jokowi ini seakan memberi lampu hijau bagi tindakan aparat di Poco Leok yang mengabaikan hak-hak warga demi kelancaran investasi.

Pilkada 2024 Memperpanjang Derita Warga

JATAM juga mengatakan, jelang Pilkada serentak yang akan digelar di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota pada November mendatang, praktik politik ijon semakin marak. 

Banyak calon kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota, berasal dari latar belakang pengusaha atau didukung oleh pebisnis tambang. Beberapa di antaranya diketahui mendukung kebijakan yang merugikan masyarakat, seperti Proyek Strategis Nasional (PSN).

Hal ini juga terjadi di NTT. Menurut JATAM, Pilkada di wilayah ini belum pernah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak hidup warga dari berbagai bentuk perampasan. 

Di tingkat provinsi, tiga pasangan calon sedang bersaing, yaitu Emanuel Melkiades Laka Lena-Johanis Asadoma yang didukung oleh partai besar seperti Golkar, Gerindra, dan PSI, Yohanis Fransiskus Lema-Jane Natalia Suryanto yang diusung PDIP, Hanura, dan Partai Buruh serta Simon Petrus Kamlasi-Adrianus Garu yang diusung partai PKB, PKS dan NasDem.

Salah satu pasangan calon menurut JATAM, bahkan disinyalir mendukung PSN Wisata Super Premium Labuan Bajo, yang dianggap bisa merampas hak hidup warga dan melanggar HAM. 

Lalu di Manggarai, Herybertus G.L Nabit kembali maju dalam Pilkada dengan Fabianus Abu sebagai pasangannya. Nabit sebelumnya telah menerbitkan SK terkait perluasan PLTP Ulumbu ke Poco Leok pada 1 Desember 2022, yang akan tetap berlanjut siapapun yang terpilih.

Karena itu, JATAM menilai sistem politik dan demokrasi saat ini lebih melayani kepentingan oligarki daripada rakyat. Pilkada serentak kali ini juga, kata mereka, tidak akan banyak mengubah kondisi, karena rakyat kehilangan hak untuk menolak kebijakan yang merugikan mereka.  

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS