PARBOABOA, Jakarta – Harga referensi produk minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) melemah 4,48 persen dari periode sebelumnya. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso mengatakan, penurunan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal.
Mulai dari yakni penurunan permintaan dari India dan Tiongkok, penguatan kurs ringgit terhadap USD, hingga peningkatan harga minyak nabati lainnya karena penurunan produksi di Amerika.
Saat ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga referensi CPO untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPD-PKS) atau pungutan ekspor (PE) senilai USD 879,31/MT selama periode 1-15 Februari 2023.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 114 Tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
“Saat ini harga referensi CPO mengalami penurunan yang mendekati ambang batas sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini maka pemerintah mengenakan BK CPO sebesar USD 52/MT dan pungutan ekspor CPO sebesar USD 90/MT untuk periode 1-15 Februari 2023,” kata Budi, Rabu (1/2/2023).
Disisi lain, harga referensi biji kakao periode Februari 2023 mengalami kenaikan 4,26 persen dari bulan sebelumnya yakni sebesar 2.613,53/MT.
Hal ini mengakibatkan peningkatan harga patokan ekspor (HPE) biji kakao pada Februari 2023 menjadi USD 2.323/MT, meningkat USD 181,16 atau 8,46 persen dari periode sebelumnya.
Penetapan HPE biji kakao tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 113 Tahun 2023 tentang Harga Patokan Ekspor dan Harga Referensi atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar.
Menurut Budi, peningkatan harga referensi dan HPE biji kakao dipengaruhi penurunan penawaran/suplai karena cuaca kering di Pantai Gading dan tidak lancarnya distribusi pupuk serta pestisida akibat perang Rusia-Ukraina.