PARBOABOA, Jakarta – Harga referensi produk crude palm oil (CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif pungutan ekspor (PE) dalam periode 16-30 September 2023 mengalami penurunan signifikan.
Menurut Keputusan Menteri Perdagangan (Mendag) Nomor 1.666 tahun 2023, harga referensi CPO pada periode tersebut turun menjadi USD 798,83 per metrik ton (MT) atau sekitar Rp12,28 juta (kurs 1 USD=Rp 15.372,95).
Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,79 persen dari harga sebelumnya, yang berada pada USD 805,20 per MT atau sekitar Rp12,37 juta.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso, menjelaskan bahwa penurunan tersebut hampir mencapai ambang batas, yaitu USD 680 per MT.
Oleh karena itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku saat ini, pemerintah akan menerapkan BK CPO sebesar USD 33 per MT dan tarif PE CPO sebesar USD 85 per MT untuk periode 16-30 September 2023.
Adapun BK CPO untuk periode 16–30 September 2023 mengacu pada kolom angka 4 pada lampiran huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 71 Tahun 2023 dengan besaran USD 33 per MT.
Sementara itu, tarif PE CPO untuk periode yang sama mengacu pada lampiran huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 jo. Nomor 154/PMK.05/2022 dengan besaran USD 85 per MT.
Nilai BK dan PE CPO tersebut tetap sama dengan yang berlaku pada periode 1–15 September 2023.
Adapun penurunan harga CPO ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk perlambatan ekonomi di Tiongkok dan perkiraan peningkatan persediaan minyak sawit dari Malaysia pada akhir Agustus 2023.
Selain itu, dilansir dari berbagai sumber penurunan harga minyak kelapa sawit juga dapat memiliki dampak signifikan terhadap industri kelapa sawit, di antaranya:
1. Penurunan Pendapatan
Penurunan harga CPO langsung berdampak pada pendapatan produsen kelapa sawit. Hal Ini dapat mengurangi profitabilitas perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut.
2. Pemotongan Biaya
Untuk mengatasi penurunan pendapatan, produsen kelapa sawit mungkin harus memotong biaya produksi. Ini dapat mengarah pada pemotongan tenaga kerja, penurunan investasi, atau pengurangan biaya operasional.
3. Penundaan Investasi
Penurunan harga CPO bisa membuat produsen kelapa sawit menunda rencana investasi dalam perluasan perkebunan atau peningkatan kapasitas pabrik pengolahan.
4. Penurunan Nilai Aset
P.erusahaan kelapa sawit mungkin mengalami penurunan nilai aset mereka, yang dapat berdampak pada pemegang saham dan investor.
5. Peningkatan Risiko Keuangan
Jika perusahaan dalam industri kelapa sawit memiliki utang signifikan, penurunan harga CPO dapat meningkatkan risiko keuangan mereka dan membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kewajiban keuangan.
6. Dampak Lingkungan
Penurunan harga CPO dapat mengurangi insentif untuk mengadopsi praktik berkelanjutan dalam produksi kelapa sawit, yang dapat berdampak negatif pada lingkungan.
7. Pasar Ekspor
Penurunan harga CPO dapat mempengaruhi daya saing produk kelapa sawit di pasar ekspor. Harga yang lebih rendah dapat meningkatkan permintaan, tetapi juga dapat mengurangi nilai ekspor.
Dalam rangka menghadapi penurunan harga CPO, produsen kelapa sawit sering harus mengambil langkah-langkah manajemen risiko dan strategi bisnis yang bijak untuk memitigasi dampaknya pada profitabilitas dan kelangsungan bisnis mereka.