PARBOABOA, Pematangsiantar - Harga komoditas gandum melonjak tinggi di pasar global beberapa waktu belakangan ini.
Naiknya harga komoditas ini dipicu perang Rusia dan Ukraina, 2 negara yang termasuk dalam eksportir gandum terbesar di dunia.
Saat kedua negara tersebut tak dapat mensuplai kebutuhan gandum seperti biasa, para importir kemudian mencari negara sumber gandum lainnya.
India yang merupakan penghasil gandum terbesar kedua di dunia, diharapkan untuk memenuhi kebutuhan komoditas tersebut.
Sayangnya India dilanda gelombang panas yang membuat hasil produksi berkurang. Sehingga mereka memilih untuk lebih dulu memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan menutup keran ekspornya sejak Sabtu (14/5) kemarin.
Tak disebutkan hingga kapan larang ini akan berlaku. Namun Indonesia sebagai importir gandum merasakan langsung dampak larangan ini.
Dikutip dari Kompas.com, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan setidaknya ada beberapa dampak dari larangan ekspor gandum ini.
Pertama menyebabkan harga gandum melonjak naik. Padahal dalam setahun terakhir saja, harga komoditas tersebut sudah naik hingga 58,8 persen. Kenaikan harga ini membuat daya beli masyarakat akan menurun.
Kedua, pelarangan ekspor gandum yang belum diketahui sampai kapan waktunya ini, membuat kekurangan pasokan menjadi ancaman serius, terlebih kepada usaha yang membutuhkan gandum untuk berproduksi.
Akibat dari penggunaan gandum dalam sebagai campuran pakan ternak, maka harga daging dan telur terancam ikut mengalami kenaikan.
Sehingga untuk dapat keluar dari masalah ini, para pengusaha harus menggunakan alternatif bahan baku selain gandum seperti tepung jagung, singkong, hingga sorgum yang banyak ditemukan di Indonesia.