PARBOABOA, Jakarta - Temuan soal pelanggaran lingkungan dan administrasi kembali mencuat di kawasan wisata premium Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Sebuah akomodasi mewah bernama 69 Resort & Beach Club, yang berdiri di Pulau Kelapa terungkap belum mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan tidak pernah membayar pajak kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patra, menemukan langsung pelanggaran tersebut ketika melakukan inspeksi mendadak, didampingi Pemkab Manggarai Barat.
Dari kunjungan itu, ia melihat sebagian bangunan resort berdiri di atas laut berupa vila-vila berbentuk tabung putih.
Menurut Dian, resort tersebut baru melakukan peluncuran internal dua bulan sebelumnya, namun izin Amdal dari Pemerintah Provinsi NTT belum terbit.
“Tadi ke 69 Beach Resort Pulau Kelapa. Katanya launching dua bulan lalu. Izin Amdal dari provinsi juga belum ada,” tegasnya dalam sebuah keterangan di Labuan Bajo, pada Kamis (27/11/2025).
Selain itu, Dian memastikan bahwa pengelola resort belum pernah melaporkan dan membayar pajak daerah.
“Belum pernah lapor dan bayar pajak,” ujarnya.
Resort ini diketahui berada dalam jaringan Hotel Loccal Collection di Labuan Bajo. Namun hingga temuan tersebut dipublikasikan, pemiliknya, Ngadiman, belum memberikan jawaban atas permintaan konfirmasi.
Belum lagi, tarif akomodasi di resort ini termasuk yang paling mahal di kawasan wisata tersebut, yakni 15 vila di atas air berharga Rp15–18 juta per malam, sementara vila di darat berkisar Rp12–15 juta per malam. Fasilitas seperti spa, gym, beach club, dan restoran tematik juga disediakan.
DLHK: Perubahan Izin
Sehari setelah temuan KPK ramai dibicarakan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTT turun ke lokasi untuk memastikan status perizinan.
Kepala DLHK NTT, Ondy Christian Siagian, menyatakan pihaknya melakukan pengecekan lapangan pada 29 November 2025.
Ia menjelaskan bahwa saat kunjungan, resort belum beroperasi penuh dan masih berada dalam tahap pembangunan.
Menurut Ondy, pengembang memang sebelumnya menggunakan dokumen UPL-UKL, namun ruang lingkup proyek kini terintegrasi dengan izin perairan, sehingga mereka diwajibkan mengajukan dokumen lingkungan baru yang setara Amdal.
“Perizinan sedang berproses. Izin perairannya sudah ada persetujuan. Karena ruang lingkupnya menjadi satu kesatuan dengan izin perairan, maka 69 Resort & Beach Club sudah mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan,” kata Ondy, Minggu (30/11/2025).
Ia menambahkan bahwa pengembang diarahkan untuk menyusun Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH), dan DLHK NTT telah mengirimkan surat berisi arahan kelengkapan dokumen. Pihak resort disebut telah berkomitmen memenuhi seluruh kewajiban tersebut.
General Manager 69 Resort & Beach Club, Uzdi, menegaskan pihaknya mengikuti arahan DLHK NTT dan sedang melengkapi seluruh dokumen lingkungan. Ia juga menjelaskan kegiatan dua bulan lalu bukan peresmian resmi.
Selain persoalan lingkungan, tunggakan pajak resort tersebut juga memicu perhatian aparat penegak hukum.
Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, melalui Kepala Kejari Yoanes Kardinto, menyatakan siap menindaklanjuti penagihan pajak setelah dirinya ditunjuk sebagai Ketua Satgas Aset Daerah dan Pendapatan Daerah pada 28 November 2025.
Yoanes menegaskan komitmen kejaksaan untuk bersinergi dengan pemda demi peningkatan pendapatan asli daerah.
Dian Patra dari KPK juga berharap satgas yang baru dibentuk itu bisa segera memeriksa dan menagih kewajiban pajak dari 69 Resort & Beach Club.
“Harapan kita, pemberitaan ini mendorong pelaku usaha untuk mendaftarkan resortnya ke Pemda, ke Bapenda apa-apa saja kewajiban yang mereka harus lakukan, termasuk pajak,” pungkasnya.
Rangkaian temuan ini menambah panjang daftar persoalan tata kelola pariwisata di Labuan Bajo, sebuah destinasi unggulan nasional yang sedang dikembangkan secara besar-besaran.
Operasi resort mewah tanpa Amdal dan tanpa pelaporan pajak memperlihatkan celah pengawasan lintas lembaga yang harus segera dibenahi, terutama di kawasan pesisir dan pulau kecil yang rentan.
Pemerintah daerah, provinsi, dan lembaga penegak hukum kini bergerak memeriksa dokumen, menagih kewajiban pajak, dan memastikan seluruh proses perizinan dipenuhi sebelum resort tersebut benar-benar beroperasi penuh.
