PARBOABOA, Jakarta - Warga Palestina yang bekerja mencari nafkah di Israel dan Tepi Barat merasa lega dengan dibukanya kembali gerbang Gaza.
Pemerintah Israel mengumumkan langkah ini pada Rabu (27/9/2023) malam.
Seorang pejabat Palestina yang mengetahui upaya mediasi mengatakan, langkah ini diambil dalam konteks peningkatan upaya mediasi internasional yang dilakukan oleh Mesir dan PBB.
Mereka berharap ketegangan mereda sehingga eskalasi konflik bersenjata yang lebih lanjut di wilayah tersebut dapat dicegah.
Saat ini, sekitar 18.000 warga Gaza memiliki izin dari pemerintah Israel untuk bekerja di luar wilayah yang terblokade tersebut.
Pada Kamis (28/9/2023) pagi, terpantau ribuan pekerja Gaza mulai berbondong-bondong menuju persimpangan sisi Palestina untuk menyeberang.
Mereka berperan penting dalam menghasilkan pendapatan tunai sekitar 2 juta dolar AS per hari sehingga memberikan suntikan ekonomi yang signifikan bagi wilayah miskin Gaza.
Menurut International Monetary Fund (IMF), pendapatan per kapita di Gaza hanya sekitar seperempat dari pendapatan per kapita warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki oleh Israel.
Selain itu, World Bank melaporkan, tingkat pengangguran di wilayah Gaza hampir mencapai 50 persen.
Meskipun perbatasan telah dibuka kembali, pemerintah Israel tidak berjanji untuk terus melakukannya di masa depan.
Keputusan untuk menjaga perbatasan tetap terbuka atau menutupnya kembali akan didasarkan pada penilaian keamanan, yang akan dikoordinasikan dengan Palestina oleh Badan Kementerian Pertahanan Israel, Cogat.
Kekerasan Picu Penutupan Perbatasan
Sebelumnya, gerbang Gaza telah ditutup selama dua pekan karena aksi protes kekerasan di sepanjang wilayah itu.
Penutupan gerbang Gaza menyebabkan warga Palestina tak dapat bekerja di Israel.
Langkah Israel itu dipicu aksi para pengunjuk rasa yang melakukan tindakan seperti melemparkan batu dan alat peledak ke arah pasukan Zionis.
Dalam responsnya, pasukan Israel menggunakan tembakan senjata tajam.
Setidaknya satu orang tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka dalam aksi kekerasan itu.
Editor: Umaya khusniah