PARBOABOA, Pematang Siantar - Kekhawatiran akan gagal panen menghantui petani jagung di Kelurahan Bahkora II dan Marihat Jaya, Kecamatan Siantar Marimbun, Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara.
Pasalnya curah hujan yang terjadi sejak awal Agustus lalu membuat tanaman jagung petani rusak dan banyak yang tumbang.
Seperti yang dikeluhkan salah seorang petani, N. Tampubolon (45).
"Sampai-sampai tanaman jagung yang ku tanam banyak bertumbangan menahan curah hujan yang tinggi, memang tidak banyak," ujarnya kepada PARBOABOA, Rabu (6/9/2023).
Petani khawatir, tingginya curah hujan bisa merusak bulir jagung mereka dan membuat hasil panen menurun.
"Dengan curah hujan yang terlalu tinggi akan berdampak pada hasil panen yang menurun juga. Sebab bulir jagung menjadi kurang berisi, kebanyakan air di proses pembentukan biji jagung hingga masa panen," kata Tampubolon.
Ia meminta Pemko Pematang Siantar memperhatikan nasib petani jagung di musim hujan seperti saat ini.
"Kalau keluhan pasti banyak, kami khawatir kalau hujan terus jagung malah nanti bisa rusak. Belum lagi setiap kali panen beda-beda tak menentu, semoga saja di masa panen nantinya bisa berjalan dengan baik," harap Tampubolon.
Hujan Bawa Berkah untuk Petani Padi
Pernyataan berbeda disampaikan petani padi di Kelurahan Kristen, Kecamatan Siantar Selatan yang merasa mendapat keberkahan saat hujan mengguyur daerah mereka.
"Pastinya bersyukur dan merasa berkah saat masa tanam di musim hujan ini," ungkap A. Hutagaol (74), warga jalan Kabanjahe Atas, Kelurahan Kristen, saat dikonfirmasi PARBOABOA, Rabu (6/9/2023).
Hutagaol mengungkapkan, daerah di sekitar rumahnya kurang mendapat pasokan air dan harus menunggu hujan agar bisa membajak sawah.
"Kalau di sini lama penanaman bibit padinya. Minggu depan baru mulai, soalnya air di daerah ini sedikit, itupun di malam hari. Sekarang musim hujan, langsung terserap di tanah, jadi enggak bisa marjetor (membajak sawah menggunakan traktor)," jelas dia.
Hutagaol membenarkan debit air di daerahnya sangat sedikit karena juga disalurkan untuk kebutuhan warga di kompleks perumahan. Sehingga petani harus menampung air hujan untuk mengairi lahan sawah mereka.
"Di daerah sini karena paling ujung, jadi pembagian air mulai Jalan Parapat, Kelurahan Simarimbun, Kecamatan Siantar Marimbun sampai ke Jalan Kabanjahe Atas ini hampir keseluruhan digunakan untuk wilayah pertanian, belum lagi digunakan untuk kebutuhan ke perumahan warga juga," ungkapnya.
Sedangkan J. Rumapea (52), warga Jalan Marimbun, Kelurahan Kristen, Kecamatan Siantar Selatan, mengaku menunggu tampungan air hujan untuk memulai musim tanam.
Meski begitu, petani, kata Rumapea mengaku waspada dan mengantisipasi potensi tingginya curah hujan yang bisa menyebabkan banjir.
"Curah hujan yang tinggi juga menentukan keberhasilan panen atas tanaman padi kami, termasuk menentukan perkembangbiakan hama dan gulma," ungkapnya.
Rumapea meminta agar Pemko Pematang Siantar memberi perhatian dan penyuluhan kepada petani, agar dapat mengantisipasi kerugian yang muncul dari tingginya curah hujan, yang juga dapat mengakibatkan bencana longsor dan banjir di lahan persawahan.
"Seharusnya ada perhatian dari pemerintah secara dini dan intensif kepada kami petani, terutama pada daerah-daerah rawan banjir dan longsor, agar jika tanaman kami terkena bencana tersebut dapat mempersiapkan langkah-langkah antisipasinya," tutupnya.
Meneruskan keluhan petani, PARBOABOA mencoba menghubungi Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Hanpang) dan Pertanian Pematang Siantar, Legianto Pardamean Manurung. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban dari yang bersangkutan.