Prabowo Hadiri KTT ke-46 ASEAN di Malaysia, Bahas Isu Kawasan dan Global

Presiden Prabowo Subianto saat tiba di Bandar Udara Tentera Udara Diraja Malaysia (TUDM) Subang, Malaysia guna mengikuti KTT ASEAN ke-46 (Foto: dok. Setkab Republik Indonesia)

PARBOABOA, Jakarta - Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-46 ASEAN yang digelar pada 26 hingga 27 Mei 2025 di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC), Malaysia. 

Kehadiran Prabowo menandai partisipasi aktif Indonesia dalam forum kerja sama kawasan Asia Tenggara tersebut.

Pada hari pertama KTT, Prabowo ikut serta dalam sesi foto bersama para pemimpin negara-negara ASEAN dengan latar belakang ikonik Menara Kembar Petronas. 

Dalam barisan pemimpin negara, Prabowo terlihat berdiri di antara Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, dan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao.

Setelah sesi pembukaan, Prabowo mengikuti sidang pleno KTT yang mengusung tema "Inclusivity and Sustainability". 

Forum ini membahas strategi jangka panjang ASEAN di tengah tantangan global, termasuk situasi di Myanmar, ketegangan di Laut Cina Selatan, serta pengaruh kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap perekonomian kawasan.

Prabowo juga ambil bagian dalam sesi retret yang memberikan ruang bagi para pemimpin ASEAN untuk berdiskusi secara lebih mendalam mengenai berbagai isu regional dan internasional. 

Selain itu, ia melakukan sejumlah pertemuan bilateral dengan negara-negara sahabat guna mempererat hubungan kerja sama, salah satunya melalui forum KTT ke-2 ASEAN-Gulf Cooperation Council (GCC).

Pada pertemuan bersama GCC, Prabowo mengangkat tiga isu utama yang dinilainya penting dalam membentuk masa depan kerja sama antara negara-negara Asia Tenggara dan negara Teluk.

Ia menekankan pentingnya kerja sama industri halal, penguatan hubungan bisnis, serta perlindungan bagi para pekerja migran.

Menurut Prabowo, momen saat ini merupakan waktu yang sangat tepat untuk mempererat kolaborasi antara kedua kawasan. 

"Marilah kita bekerja keras untuk mewujudkan masa depan kita yang menjanjikan dengan berfokus pada tiga aspek ini," ujarnya mengutip laporan Biro Sekretariat Presiden, Selasa (27/5/2025).

Ia menyoroti bahwa potensi kerja sama antara ASEAN dan negara-negara Teluk masih belum dimanfaatkan secara optimal, terutama dalam sektor perdagangan. 

Prabowo pun menyambut baik rencana pelaksanaan studi kelayakan bersama terkait pembentukan kawasan perdagangan bebas antara ASEAN dan GCC.

"Pada 2023, nilai perdagangan kita baru mencapai USD 120 miliar. Ini artinya kita memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan kerja sama di kedua kawasan," tegasnya.

Untuk memperkuat hubungan ekonomi tersebut, Prabowo mengusulkan pembentukan jaringan bisnis ASEAN-GCC. Jaringan ini diharapkan menjadi wadah pertukaran rutin dan menjembatani kemitraan strategis antar pelaku usaha di kedua kawasan.

Dalam sektor industri halal, Prabowo menyatakan bahwa ASEAN dan GCC merupakan mitra alami. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dalam penyelarasan standar halal yang berlaku di masing-masing negara.

"Kita harus berkolaborasi untuk harmonisasi standar halal. Kita harus punya mekanisme saling mengakui sertifikasi halal kita. Dan kita harus meningkatkan investasi bersama untuk meningkatkan pembangunan kapasitas," ungkapnya.

Tak hanya fokus pada ekonomi, Prabowo juga menaruh perhatian pada kondisi para pekerja migran dari ASEAN yang bekerja di negara-negara Teluk. 

Ia menyerukan pentingnya kerja sama regional untuk menjamin hak-hak dasar para pekerja migran, terutama dalam hal kondisi kerja dan kesejahteraan.

"Memastikan upah yang adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, serta meningkatkan jumlah pekerja terampil," tuturnya.

Melalui tiga pilar yang dipaparkan, Prabowo berharap hubungan ASEAN dan GCC dapat terus berkembang menuju masa depan yang lebih sejahtera dan inklusif bagi semua pihak yang terlibat.

Deklarasi Kuala Lumpur

Pada hari pertama KTT ke-46 Kuala Lumpur, Prabowo ikut turut serta menandatangani "Kuala Lumpur Declaration on ASEAN 2045: Our Shared Future". 

Penandatanganan deklarasi dilakukan secara bergiliran oleh para pemimpin negara ASEAN, dan disaksikan oleh Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, yang hadir sebagai pengamat karena negaranya belum menjadi anggota penuh ASEAN.

Deklarasi Kuala Lumpur ini menjadi cetak biru masa depan bersama ASEAN, di mana menegaskan kembali semangat kebersamaan yang telah menjadi fondasi sejak organisasi ini didirikan pada 1967. 

Para pendiri ASEAN kala itu berkomitmen menyatukan kawasan melalui persahabatan dan kerja sama demi menghadirkan perdamaian, kebebasan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat di Asia Tenggara.

Dalam sambutannya, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyoroti tantangan global yang terus berkembang, mulai dari ketidakstabilan tatanan internasional, fragmentasi ekonomi, hingga disrupsi akibat perubahan iklim dan teknologi.

"Namun teknologi yang sama ini membawa risiko jika tidak dikelola, teknologi tersebut dapat memperdalam kesenjangan, menggantikan mata pencaharian dan melampaui aturan kita," kata Anwar. 

Karena itu, ia menekankan pentingnya inovasi yang dikawal secara kolektif demi kepentingan bersama seluruh negara ASEAN.

Secara ringkas, terdapat setidaknya delapan poin utama  Deklarasi Kuala Lumpur yang telah disepakati dan ditandatangani para pemimpin negara ASEAN, antara lain:

1. Peneguhan Visi ASEAN 2045

Deklarasi ini memperkuat komitmen ASEAN untuk membentuk kawasan yang tangguh, inovatif, dan berorientasi pada rakyat selama dua dekade ke depan. 
Dokumen ini menjadi peta jalan strategis dalam merespons tantangan global yang semakin kompleks.

2. Integrasi Kawasan yang Inklusif dan Berkelanjutan

KTT ASEAN menegaskan pentingnya mengedepankan kesejahteraan rakyat, termasuk mempersempit kesenjangan pembangunan, meningkatkan kualitas hidup, serta mengoptimalkan potensi sumber daya manusia di kawasan.

3. Respons Kolektif terhadap Disrupsi Global

Deklarasi ini menyerukan kerja sama lintas negara dalam menghadapi disrupsi teknologi, krisis iklim, dan fragmentasi ekonomi. 

Inovasi harus dipandang sebagai peluang yang dikelola bersama untuk menghindari ketimpangan yang lebih besar.

4. Penguatan Solidaritas dan Kepercayaan Kawasan

Kepercayaan dan solidaritas antarnegara anggota menjadi dasar penting dalam menghadapi gejolak geopolitik. 

Visi ASEAN 2045 digambarkan sebagai visi yang realistis, didorong oleh tekad, dan dimungkinkan melalui saling percaya.

5. Kelanjutan dari Visi Komunitas ASEAN 2025

Deklarasi ini menjadi kelanjutan dari "ASEAN Community Vision 2025" yang dirintis saat Malaysia memegang keketuaan ASEAN pada 2015. Visi 2045 bertujuan memperdalam kerja sama di tiga pilar utama, yakni politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya.

6. ASEAN sebagai Poros Stabilitas Global

Di tengah ketidakpastian global, ASEAN menegaskan perannya sebagai jangkar stabilitas dan pusat pertumbuhan ekonomi. 

Kerja sama dengan mitra global seperti Gulf Cooperation Council (GCC) dan Tiongkok akan terus dikembangkan secara setara dan saling menguntungkan.

7. Pengembangan Tata Kelola Digital dan Ekonomi Masa Depan

Menyikapi era digital, KTT ASEAN mendorong kolaborasi dalam pengembangan teknologi mutakhir seperti kecerdasan buatan (AI) dan ekonomi digital yang inklusif, etis, dan berkelanjutan.

8. Partisipasi Generasi Muda dan Masyarakat Sipil

ASEAN menekankan pentingnya keterlibatan multipihak dalam pembangunan kawasan. Generasi muda, parlemen, pelaku usaha, dan masyarakat sipil didorong mengambil bagian dalam mewujudkan kawasan yang demokratis, responsif, dan partisipatif.

Wadah Strategis

KTT ASEAN merupakan forum utama yang mempertemukan para pemimpin negara anggota ASEAN untuk membahas isu-isu strategis terkait pembangunan ekonomi, politik, keamanan, serta kerja sama sosial dan budaya di kawasan Asia Tenggara. 

KTT ini juga berfungsi sebagai ajang diplomasi regional dan internasional, di mana para pemimpin dunia berdiskusi mengenai berbagai tantangan global, mempererat kemitraan antarnegara, serta merumuskan langkah-langkah strategis bersama.

Penyelenggaraan KTT ASEAN mencerminkan keberhasilan organisasi ini dalam menghasilkan dampak nyata di tingkat global. Keberhasilan tersebut mendapat pengakuan dari banyak pemimpin dunia, yang memuji peran ASEAN dalam mendorong kerja sama multilateral.

KTT ASEAN perdana berlangsung pada Februari 1976 di Bali, Indonesia. Dalam pertemuan ini, para pemimpin ASEAN menyatakan tekad untuk membangun hubungan saling menguntungkan dengan negara-negara di kawasan. 

Salah satu tonggak penting dari KTT ini adalah penandatanganan Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara. Selain itu, persoalan sengketa di Laut Cina Selatan menjadi salah satu isu paling menonjol dalam agenda KTT. 

Pada KTT tersebut, Jepang dan Filipina menyampaikan keprihatinan serius terhadap klaim maritim Tiongkok dan pembangunan pulau buatan di kawasan tersebut. 

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyerukan agar sengketa diselesaikan secara damai. 

Presiden Filipina Rodrigo Duterte menegaskan bahwa konflik ini perlu diselesaikan dalam kerangka hukum internasional, dengan merujuk pada putusan arbitrase dalam kasus Filipina vs Tiongkok yang diputus oleh Pengadilan Arbitrase Permanen pada Juli 2016.

Meski demikian, pernyataan akhir KTT hanya menyampaikan kritik secara halus terhadap tindakan Tiongkok. Tidak ada sikap resmi dari ASEAN sebagai satu kesatuan terkait keputusan arbitrase tersebut. 

Tiongkok, pada gilirannya, tetap menolak intervensi eksternal dan menegaskan bahwa konflik di Laut Cina Selatan sebaiknya diselesaikan secara bilateral.

Kini, dengan mengangkat tema “Inclusivity and Sustainability”, KTT ke-46 ASEAN hendak mengedepankan isu soal keterbukaan untuk membangun dialog dan komunikasi guna menopang ketahanan hidup berbangsa. 

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS