PARBOABOA, Jakarta - Dalam langkah dramatis yang semakin mempertegas arah kebijakan proteksionisnya, Presiden Donald Trump menunda batas waktu penerapan tarif baru terhadap sejumlah negara hingga awal Agustus.
Di saat yang sama, Jepang dan Korea Selatan justru resmi dijatuhi tarif impor sebesar 25 persen mulai 1 Agustus 2025, menandai babak baru dalam ketegangan dagang global.
Dalam keputusan yang dipandang sebagai strategi negosiasi lanjutan sekaligus ancaman dagang, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan penundaan penerapan tarif tinggi terhadap sejumlah negara mitra dagang dari sebelumnya dijadwalkan 9 Juli menjadi 1 Agustus 2025.
Kebijakan ini diumumkan bersamaan dengan perintah eksekutif yang akan ditandatangani langsung oleh Trump pada Senin (7/7/2025) waktu setempat di Gedung Putih.
Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyampaikan kepada awak media bahwa perintah tersebut akan secara resmi menggeser batas waktu tersebut, memberikan sedikit ruang tambahan bagi proses diplomasi dan negosiasi dagang yang tengah berlangsung.
“Presiden juga akan menandatangani perintah eksekutif hari ini yang menunda batas waktu 9 Juli hingga 1 Agustus,” ujarnya.
Penundaan ini berkaitan langsung dengan masa tenggang selama 90 hari yang telah diberlakukan sejak 2 April 2025.
Masa jeda ini awalnya dimaksudkan sebagai jendela untuk memungkinkan tercapainya kesepakatan dengan negara-negara mitra dagang sebelum pemberlakuan tarif baru secara menyeluruh.
Leavitt menjelaskan bahwa tarif balasan atau "tarif timbal balik" akan diberlakukan bulan depan jika kesepakatan tidak tercapai, sesuai dengan isi surat resmi yang dikirimkan kepada para pemimpin negara mitra.
"Jadi tarif timbal balik, atau tarif baru yang disampaikan dalam surat kepada para pemimpin asing, akan berlaku pada bulan berikutnya—atau akan dicapai sebuah kesepakatan," ucap Leavitt, menegaskan garis keras pemerintahan Trump dalam melindungi sektor perdagangan domestik AS.
Tarif 25 Persen
Dalam perkembangan yang lebih signifikan, Trump juga menyampaikan bahwa Amerika Serikat akan memberlakukan tarif impor sebesar 25 persen terhadap barang-barang dari Jepang dan Korea Selatan.
Kebijakan ini dijadwalkan efektif mulai 1 Agustus 2025, menjadikan kedua negara sekutu AS di Asia Timur sebagai target baru dari kebijakan tarif yang agresif.
Trump mengisyaratkan bahwa bea masuk ini bahkan bisa naik lebih tinggi jika Tokyo dan Seoul tidak segera melakukan penyesuaian terhadap tarif produk asal Amerika.
Pernyataan ini menggarisbawahi pendekatan keras Trump yang kerap menggunakan tekanan ekonomi sebagai instrumen diplomasi.
Selain Jepang dan Korea Selatan, setidaknya 12 negara lain disebut akan menerima surat pemberitahuan langsung dari Presiden Trump mengenai kebijakan perdagangan baru ini.
Namun, tidak ada rincian lebih lanjut mengenai negara-negara mana saja yang masuk dalam daftar tersebut.
“Presiden akan mengungkapkannya pada waktunya nanti,” ujar Leavitt secara diplomatis, sembari menambahkan bahwa pengumuman lanjutan akan dilakukan sesuai perkembangan situasi negosiasi.
Meskipun kebijakan tarif terbaru ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi balasan dagang dan ketidakstabilan ekonomi global, Leavitt menyebut ada tanda-tanda positif dari sejumlah negara mitra.
Ia menyampaikan bahwa pemerintahan Trump tetap berkomitmen untuk mendapatkan “kesepakatan terbaik bagi rakyat dan pekerja Amerika Serikat.”
Pernyataan ini tampaknya dimaksudkan untuk menyeimbangkan narasi agresif dengan isyarat terbuka terhadap diplomasi lebih lanjut.
Namun, dengan waktu yang kian mendesak dan ancaman tarif kian nyata, tekanan terhadap negara-negara mitra semakin meningkat.