PARBOABOA, Jakarta - Terobosan baru dalam dunia pendidikan kembali muncul dengan adanya program Merdeka Belajar Episode 24 bertajuk, ‘Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan’.
Program ini bertujuan untuk meretas salah paham terkait konsep baca, tulis, hitung (calistung) yang masih menjadi prioritas di lingkup pendidikan anak usia dini (PAUD) dan SD/MI/sederajat.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menyebutkan bahwa saat ini pendidikan PAUD terlalu fokus pada kemampuan calistung.
"Kemampuan calistung yang sering dibangun secara instan dianggap sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar," ungkapnya belum lama ini.
Bahkan, lanjut Nadiem, tes calistung masih diterapkan sebagai syarat penerimaan peserta didik baru (PPDB) SD/MI/sederajat.
Untuk mengatasi kesalahpahaman tersebut, Mendikbudristek mengidentifikasi empat fokus utama dalam pembelajaran, antara lain soal transisi dari PAUD ke SD.
Proses belajar mengajar di kedua jenjang harus selaras dan berkesinambungan, serta memastikan anak-anak dapat beradaptasi dengan baik saat berpindah dari PAUD ke SD.
Selanjutnya, Nadiem juga menyoroti pentingnya hak setiap anak untuk mendapat pembinaan kognitif dan kemampuan dasar yang holistik.
Ia menegaskan pentingnya mengajarkan anak-anak tentang kematangan emosi, kemandirian, dan kemampuan berinteraksi.
Hal berikut yang disorot adalah soal kemampuan dasar literasi dan numerasi yang harus diperkenalkan secara bertahap sejak PAUD dan dalam suasana yang menyenangkan.
Metode ini diharapkan dapat membuat anak-anak lebih antusias dan memahami materi dengan lebih baik.
Terakhir, singgung Nadiem, konsep "siap sekolah" harus dipahami sebagai proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua.
Baginya, setiap anak memiliki kemampuan, karakter, dan kesiapan yang berbeda-beda saat memasuki jenjang SD, sehingga tidak bisa disamaratakan dengan standar atau label tertentu.
Peluncuran Merdeka Belajar Episode 24 diharapkan dapat membawa perubahan signifikan terkait cara pandang masyarakat terhadap pendidikan anak usia dini.
Tiga Target Pencapaian
Merdeka Belajar Episode ke-24 adalah kebijakan untuk memfasilitasi model transisi yang menyenangkan dari PAUD ke SD/MI/sederajat.
Melansir laman Kemendikbudristek, terdapat tiga target capaian yang perlu diperhatikan setiap satuan pendidikan agar mampu memenuhi cita-cita bersama.
Pertama, satuan pendidikan harus menghilangkan tes calistung dari proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada SD/MI/sederajat.
Setiap anak berhak mendapatkan layanan pendidikan dasar tanpa tes calistung, yang sesungguhnya telah dilarang oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2021.
Nadiem mengkonfirmasi, masih banyak anak yang belum pernah mendapatkan kesempatan belajar di satuan PAUD.
Karena itu, lanjutnya, sangat tidak tepat jika mereka diberikan syarat tes calistung untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar.
Kedua, satuan pendidikan harus menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama.
Hal ini memberikan kesempatan bagi anak-anak dan orang tua untuk berkenalan dengan lingkungan belajar, sehingga peserta didik merasa nyaman dalam kegiatan belajar.
Satuan pendidikan di tingkat PAUD dan SD/MI/sederajat juga diharapkan dapat mengenal peserta didik secara mendalam melalui kegiatan belajar yang tepat sasar.
Ketiga, satuan pendidikan di PAUD dan SD/MI/sederajat harus menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak.
Kemampuan tersebut meliputi pemahaman terhadap nilai agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, dan kematangan emosi di lingkungan belajar.
Selain itu, kematangan kognitif untuk literasi dan numerasi dasar, keterampilan motorik dan perawatan diri untuk partisipasi mandiri di lingkungan belajar, serta pemaknaan positif terhadap belajar juga perlu diajarkan.
Menurut Nadiem, kemampuan dasar tersebut dibangun secara bertahap dari PAUD hingga kelas dua pada jenjang pendidikan dasar.
Standar kompetensi lulusan bagi PAUD juga harus dirancang sebagai capaian akhir fase dan dapat dipenuhi hingga kelas dua pendidikan dasar, tanpa evaluasi kelulusan untuk siswa PAUD.
Apa itu Merdeka Belajar?
Sejak diperkenalkan, Program Merdeka Belajar telah memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kemendikbudristek bermaksud memperkuat berbagai aspek pendidikan, mulai dari kurikulum, pengembangan sumber daya manusia (SDM) siswa dan guru, hingga pemberian bantuan pendidikan.
Merdeka Belajar memungkinkan siswa memilih pelajaran yang diminati untuk mengoptimalkan bakat mereka dan memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa.
Nadiem menyatakan bahwa Merdeka Belajar adalah konsep pengembangan pendidikan yang mengajak semua pemangku kepentingan, termasuk keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia industri, dan masyarakat untuk menjadi agen perubahan.
Ada tiga indikator keberhasilan Merdeka Belajar yang diusulkan oleh Kemendikbudristek, antara lain partisipasi siswa yang merata, pembelajaran efektif, dan eliminasi ketertinggalan anak didik.
Nadiem juga menekankan pentingnya infrastruktur dan teknologi pendidikan yang lebih baik di masa depan serta platform pendidikan nasional berbasis teknologi.
Selama pandemi Covid-19, pemerintah telah mengalokasikan dana yang besar untuk mendukung proses belajar mengajar di sekolah-sekolah terdampak.
Pada 2020, dana pendidikan yang diserap mencapai Rp 79,6 triliun atau 91,5 persen dari total seluruh anggaran.
Menurut data Kemendikbudristek, Belanja Barang sebesar Rp 33,11 triliun digunakan untuk Bantuan Subsidi Kuota Internet dan Bantuan Subsidi Upah bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Non-PNS.
Selain itu, terdapat Bantuan Operasional PTN dan Badan Layanan Umum (BLU), termasuk beasiswa dan peningkatan kapasitas guru.
Belanja Modal Rp 5,52 triliun juga digunakan untuk aset, peralatan, mesin, gedung, dan bangunan, termasuk di perguruan tinggi.
Sementara, Belanja Bantuan Sosial (Bansos) digunakan untuk Kartu Indonesia Pintar (KIP), KIP Kuliah, dan Beasiswa Bidikmisi.
Nadiem menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka Belajar diluncurkan sebagai tindak lanjut dari perbaikan Kurikulum 2013, khususnya di tengah pandemi selama tiga tahun terakhir.
Kurikulum ini adalah hasil pengembangan dari kurikulum darurat yang dirancang sebagai tanggapan terhadap pandemi Covid-19, tanpa melakukan perubahan mendasar pada Kurikulum 2013.
Dengan Kurikulum Merdeka, struktur kurikulum lebih fleksibel dan jam pelajaran disesuaikan untuk dipenuhi dalam satu tahun, dengan fokus pada materi-materi penting.
Capaian pembelajaran diatur per fase, bukan per tahun. Kurikulum ini juga memberikan keleluasaan bagi guru dalam menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
Nadiem menegaskan bahwa dengan Kurikulum Merdeka, program peminatan di SMA dihapuskan.
Peserta didik dapat memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya, sementara guru bisa mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik.
Sekolah juga diberi wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum serta pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik lembaga pendidikan dan para siswanya.
Pembelajaran melalui proyek memungkinkan peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual seperti lingkungan dan kesehatan.
Dengan demikian, ungkap Nadiem, para peserta didik dapat memilih sebagian mata pelajaran dari IPA dan sebagian dari IPS, seperti yang diterapkan di banyak kurikulum internasional dan negara maju.
Editor: Defri Ngo