RDF Rorotan dalam Sorotan: Inovasi Energi dari Sampah yang Picu Polemik di Jakarta

Lokasi RDF Plant Jakarta di Rorotan, Jakarta Utara yang kini mendapat sorotan luas masyarakat (Foto: dok. Pemprov DKI Jakarta)

PARBOABOA, Jakarta - Upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk mengubah tumpukan sampah menjadi sumber energi alternatif melalui pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF) Plant Rorotan di Jakarta Utara kini menghadapi ujian serius. 

Di balik visi menciptakan kota berwawasan lingkungan, muncul keluhan dari warga sekitar yang terganggu oleh bau menyengat dan dampak kesehatan yang ditimbulkan selama uji coba operasional fasilitas tersebut.

Bau tak sedap itu muncul selama proses commissioning RDF berlangsung dan diduga berasal dari tumpahan air lindi dari truk pengangkut sampah yang tidak tertutup rapat. 

Ketua RT 18 Cakung Timur sekaligus Koordinator Forum Warga, Wahyu Andre Maryono, menyebutkan RDF Rorotan telah menjalani tiga kali uji coba, masing-masing pada Februari–Maret, Juni–Juli, dan Oktober–November 2025. 

Namun, hasilnya tetap sama di mana udara di sekitar kawasan tercemar, dan sejumlah warga mengalami gangguan kesehatan seperti batuk, pilek, iritasi mata, bahkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

Berdasarkan laporan sementara, sedikitnya 20 anak mengalami gejala batuk, pilek, dan demam ringan yang diduga dikarenakan oleh pencemaran udara di sekitar RDF. Sebagian besar telah mendapat perawatan, dan beberapa di antaranya mulai pulih.

Wahyu menilai, pengelola RDF belum sepenuhnya menjalankan kesepakatan yang telah dibuat bersama warga. 

Dalam kesepakatan itu, pengelola diwajibkan menutup rapat gudang saat proses bongkar muat serta menggunakan truk kompaktor tertutup untuk mencegah tumpahan air lindi di jalan. 

Karena syarat-syarat itu belum dijalankan secara konsisten, ia meminta agar RDF Rorotan dihentikan sementara sampai seluruh prosedur operasional benar-benar memenuhi standar lingkungan.

Konsep RDF sendiri merupakan inovasi yang diusung Pemprov DKI untuk menciptakan Smart Environment. Inovasi ini mengelola bahan bakar alternatif dari sampah anorganik sulit terurai seperti plastik, kertas, kain, karet, dan kulit. 

Nilai kalorinya setara dengan batu bara muda, sehingga dapat dimanfaatkan oleh industri, termasuk pabrik semen, sebagai sumber energi ramah lingkungan.

Adapun proses produksinya mencakup tahap penyaringan, pemilahan, pencacahan, hingga pengeringan sampah. Fasilitas RDF Rorotan memiliki kapasitas mengolah hingga 2.500 ton sampah per hari dan menghasilkan sekitar 875 ton bahan bakar alternatif. 

Proyek ini mulai dibangun sejak peletakan batu pertama pada 13 Mei 2024 dan dilengkapi sarana pengendali emisi, pengelolaan air limbah, serta zona penyangga untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan sekitar. 

Melalui RDF, Pemprov DKI berharap dapat mengurangi ketergantungan terhadap TPA Bantar Gebang sekaligus menambah pendapatan daerah dari penjualan bahan bakar alternatif ke sektor industri.

Dua Persoalan

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengakui adanya dua persoalan utama dalam pengoperasian RDF Rorotan, yakni sistem pengangkutan sampah dan penumpukan material yang belum diolah. 

Menurutnya, bau yang dikeluhkan warga bukan berasal dari proses RDF itu sendiri, melainkan dari pengangkutan sampah yang belum sesuai standar.

Pramono menjelaskan, sampah yang dibawa ke Rorotan seharusnya hanya ditampung dua hingga lima hari. Namun dalam praktiknya, air lindi dari truk kerap tumpah di jalan dan menyebabkan bau menyebar hingga ke permukiman. 

Kondisi tersebut diperparah oleh intensitas hujan tinggi dalam beberapa waktu terakhir, yang membuat sampah semakin basah dan memperbanyak cairan lindi.

Sebagai langkah tegas, Pramono menginstruksikan penghentian sementara kegiatan commissioning RDF Rorotan mulai awal November 2025. 

Ia juga menugaskan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk memperbaiki seluruh armada pengangkut agar dilengkapi sistem penahan air lindi yang kedap, serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan sampah dan dokumen AMDAL. 

Pramono menegaskan, RDF Rorotan tetap menjadi bagian penting dalam strategi pengelolaan sampah berkelanjutan Jakarta, namun pelaksanaannya tidak boleh mengorbankan kesehatan dan kenyamanan warga.

Tanggapan DLH

Menanggapi persoalan yang terjadi, Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menyampaikan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk menangani warga yang terdampak. 

Sejak awal November, tim kesehatan dari Puskesmas Rorotan dan Puskesmas Cakung diterjunkan untuk memberikan layanan medis. 

Meski demikian, Asep menilai perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah gejala tersebut murni akibat aktivitas RDF, mengingat kondisi cuaca pancaroba juga berpengaruh terhadap kesehatan pernapasan. 

Ia juga menambahkan bahwa tim DLH tengah menelusuri berbagai sumber bau di sekitar kawasan, termasuk kemungkinan kebocoran air lindi dan keberadaan tumpukan sampah liar di wilayah Jakarta Garden City (JGC) yang turut menimbulkan aroma tidak sedap.

Menurut Asep, RDF Rorotan telah dilengkapi sistem pengendali bau yang modern. Karena itu, besar kemungkinan bau yang dikeluhkan warga berasal dari faktor eksternal seperti truk sampah yang kelebihan muatan dan bocor akibat hujan. 

Ia menegaskan, pemerintah akan memastikan agar pengoperasian RDF di masa depan tidak lagi menimbulkan keresahan masyarakat.

Meski berbagai penjelasan telah disampaikan, warga tetap menuding RDF sebagai sumber utama pencemaran udara. Mereka mengaku kehilangan kepercayaan terhadap janji perbaikan yang berulang kali disampaikan oleh pengelola RDF. 

Sejumlah warga melaporkan bahwa sejak uji coba dimulai, jumlah anak yang mengalami gangguan pernapasan terus meningkat hingga mencapai 23 orang, bahkan beberapa di antaranya sempat muntah akibat bau menyengat. 

Warga menilai pemerintah terlalu menyepelekan dampak sosial yang muncul dari proyek tersebut dan menuntut langkah nyata, bukan sekadar evaluasi di atas kertas.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS