Harapan Baru bagi Pekerja Rumah Tangga: RUU PPRT Ditargetkan Rampung dalam Empat Bulan

Seorang ibu rumah tangga bersama koalisi masyarakat peduli PRT melakukan demonstrasi menuntut pengesahan RUU PPRT (Foto: Dok. ASSPUK)

PARBOABOA, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komnas HAM, Komnas Perempuan, serta sejumlah pakar dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa (20/5/2025) itu, dipimpin langsung oleh Ketua Baleg, Bob Hasan. 

Dalam kesempatan tersebut, Bob menyoroti sejumlah aspek penting yang harus diakomodasi dalam isi RUU, salah satunya mengenai jaminan kepastian kerja bagi pekerja rumah tangga yang hanya bekerja pada satu pemberi kerja.

“Apabila memang sering kita mendengar atau banyak mendapatkan masukan-masukan secara faktual bahwa PRT itu 3 bulan dipindah 3 bulan dipindah, maka ketentuan tertulis atau kerjanya tertulis itu kita bisa batasi dengan minimal,” ujarnya.

Politikus Partai Gerindra tersebut menegaskan tidak ada kata terlambat untuk mengatur ketentuan yang dianggap penting dalam melindungi hak-hak pekerja rumah tangga. 

Ia pun menargetkan pembahasan RUU PPRT akan selesai dalam kurun waktu tiga hingga empat bulan.

“Sesuai apa yang telah disampaikan Bapak Presiden Prabowo Subianto bahwa 3 bulan 4 bulan ini harus selesai, jadi mudah-mudahan tidak memerlukan waktu yang lama,” ucapnya.

Dalam proses penyusunan RUU ini, Baleg DPR juga membuka ruang bagi partisipasi dari berbagai elemen masyarakat. Bob mengakui pentingnya keterlibatan publik untuk memperkuat kualitas legislasi yang dihasilkan.

“Kami juga memerlukan serapan-serapan karena banyak komentar dari luar bahwa di DPR dalam proses legislasi kurang melakukan partisipasi publik atau masukan atau sebagai meaningful participation,” katanya menegaskan.

Desakan JALA PRT

Sebelumnya, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) menegaskan pentingnya jaminan hak-hak pekerja rumah tangga (PRT) dalam pembahasan RUU PPRT. 

Dalam RDPU bersama Baleg DPR pada Senin (05/5/2025), perwakilan JALA PRT, Ari Ujianto, memaparkan sejumlah hal krusial yang harus menjadi perhatian dalam rancangan tersebut.

Salah satu masalah mendasar yang disorot Ari adalah terbatasnya ruang bagi PRT untuk menjalankan ibadah. Padahal, ini merupakan hak yang bersifat "mendasar dan dilindungi oleh konstitusi.” 

Kondisi yang demikian, menurut Ari, mencerminkan belum adanya jaminan atas hak-hak dasar yang seharusnya dilindungi negara. Di samping itu, ada sorotan soal pengaturan upah yang layak dan manusiawi bagi PRT. 

Meski berbasis pada kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja, upah sebaiknya tidak hanya mengacu pada Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Provinsi (UMP) guna menghindari penafsiran keliru.

Isu lain yang tak kalah penting adalah jam kerja. JALA PRT menuntut adanya pembatasan jam kerja yang wajar, disertai hak atas waktu istirahat, cuti, dan hari libur, yang semuanya disepakati bersama. 

Mereka juga mendorong agar ketentuan mengenai tunjangan hari raya (THR) dan jaminan sosial masuk dalam skema perlindungan melalui kesepakatan kerja yang adil.

Ari berharap agar pekerja rumah tangga dimasukkan sebagai kelompok penerima manfaat bantuan iuran jaminan kesehatan pemerintah, mengingat banyak dari mereka yang hidup dalam kondisi ekonomi yang rentan.

Terpisah, Aan Ningsih, anggota JALA PRT yang juga berprofesi sebagai PRT, turut membagikan pengalaman pribadinya dalam rapat tersebut. 

Ia menyampaikan betapa pentingnya perlindungan hukum bagi para PRT yang selama ini menghadapi banyak tantangan.

“Kami para PRT sangat membutuhkan perlindungan karena selama ini kerap mendapatkan kekerasan dan tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah,” tuturnya. 

Aan juga mengungkapkan kenyataan pahit yang sering dialami rekan-rekan seprofesinya, di mana mereka sangat membutuhkan pengakuan sebagai pekerja rumah tangga. 

"Selama ini, kami sering alami perlakuan tidak dimanusiakan sebagai manusia. Saya sendiri sebagai PRT pernah mengalami pelecehan dan kekerasan di dalam bekerja,” ujar Aan.

JALA PRT mendesak agar DPR RI dan pemerintah segera mengesahkan RUU PPRT. Mereka menilai undang-undang ini akan menjadi fondasi penting dalam menjamin hak-hak dasar pekerja rumah tangga, sekaligus mencegah eksploitasi dan kekerasan yang masih marak terjadi.

RUU ini tidak hanya menyangkut soal teknis seperti upah dan jam kerja, tetapi juga menyangkut pengakuan atas martabat dan hak asasi manusia para PRT. Oleh karena itu, pengesahannya dipandang sebagai langkah krusial untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan sosial.

Kesadaran dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat juga dibutuhkan. Perlindungan terhadap PRT bukan hanya tugas pemerintah dan pemberi kerja, tetapi tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi, adil, dan beradab.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS