PARBOABOA, Jakarta - Ketegangan antara Israel dan Iran terus membara hingga hari ketujuh pada Kamis (19/6/2025).
Konfrontasi terbuka antara kedua negara diketahui meningkat secara drastis, dengan gelombang serangan udara dan rudal balistik yang kian meluas dan menyasar fasilitas strategis.
Setelah jeda relatif pada Rabu, situasi kembali memburuk keesokan harinya. Serangan intensif yang diluncurkan kedua negara menunjukkan bahwa konflik kini memasuki babak baru yang lebih destruktif.
Pada Kamis pagi, militer Israel meluncurkan serangan udara ke reaktor air berat di Arak, salah satu pusat utama riset nuklir Iran.
Pemerintah Israel menyebut serangan ini sebagai bagian dari operasi besar untuk melemahkan ambisi nuklir Iran, yang menurut mereka merupakan ancaman langsung bagi kelangsungan Negara Israel.
Mengutip laporan Times of Israel, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengerahkan sekitar 40 jet tempur dan menjatuhkan lebih dari 100 amunisi ke berbagai target, termasuk puluhan fasilitas militer di Teheran dan wilayah lain.
IDF juga mengklaim telah mengeluarkan peringatan kepada warga sipil di sekitar reaktor sebelum serangan berlangsung.
“Serangan tersebut menargetkan komponen utama yang digunakan dalam produksi plutonium, demi mencegah reaktor kembali digunakan dalam pengembangan senjata nuklir,” jelas seorang pejabat militer Israel dalam laporan tersebut.
Reaktor Arak telah lama menjadi sorotan dunia internasional karena kemampuannya menghasilkan plutonium, salah satu unsur kunci dalam pembuatan senjata nuklir.
Beberapa sumber intelijen Barat menyebutkan, serangan itu kemungkinan menyebabkan kerusakan besar terhadap infrastruktur reaktor. Namun, hingga kini belum ada kepastian soal potensi kebocoran radiasi.
Serangan ini menjadi yang keenam dilakukan Israel sejak konflik terbuka pada 13 Juni lalu. Sebagai balasan langsung, Iran meluncurkan serangan rudal balistik dan drone bunuh diri ke sejumlah wilayah di Israel.
Wilayah selatan menjadi salah satu titik terparah, ketika beberapa rudal berhasil menembus sistem pertahanan Iron Dome dan menghantam Rumah Sakit di Beersheba.
Menurut Kementerian Kesehatan Israel, sedikitnya 12 orang luka-luka dalam insiden ini, termasuk pasien, tenaga medis, dan keluarga yang sedang menjenguk.
Kerusakan parah di bangunan rumah sakit menyebabkan layanan darurat harus dipindahkan ke lokasi lain.
Sementara itu, serangan Iran juga menghantam pusat kota Tel Aviv.
Menurut laporan Al Jazeera, empat bangunan di kota tersebut mengalami kerusakan, termasuk Bursa Efek Tel Aviv yang juga terkena dampak. Meski puluhan orang dilaporkan terluka, tidak ada korban jiwa yang tercatat.
Otoritas Iran menegaskan bahwa rumah sakit bukanlah target utama.
Kantor berita resmi IRNA menyatakan, sasaran utama dari serangan rudal adalah pusat komando dan intelijen Pasukan Pertahanan Israel (IDF C4I) serta markas militer di Taman Teknologi Gav-Yam, yang terletak berdekatan dengan Rumah Sakit Soroka.
IRNA menyebut rumah sakit hanya mengalami kerusakan ringan akibat gelombang kejut.
Menurut Ori Goldberg, pengamat yang dikutip Al Jazeera, reaksi Iran terhadap penekanan Israel pada kerusakan rumah sakit harus dilihat sebagai bagian dari narasi militer.
Ia menyebut bahwa banyak instalasi militer Israel sengaja dibangun di lingkungan sipil, termasuk dekat rumah sakit dan kawasan permukiman.
Data korban terus berubah seiring eskalasi. Laporan Human Rights Activists yang berbasis di Washington mencatat bahwa serangan Israel sejauh ini telah menewaskan 639 orang dan melukai lebih dari 1.300 lainnya di Iran.
Dari jumlah korban jiwa tersebut, 263 adalah warga sipil dan 154 lainnya personel keamanan. Namun, angka ini belum bisa diverifikasi secara independen.
Pemerintah Iran sendiri tidak secara rutin merilis jumlah korban selama konflik berlangsung. Data resmi terakhir dari Teheran, yang dikeluarkan pada Senin sebelumnya, menyebutkan 224 orang tewas dan 1.277 lainnya terluka.
Di pihak Israel, tercatat sedikitnya 24 orang meninggal dunia dan lebih dari 200 orang mengalami luka-luka sejak konflik dimulai.
Sikap AS
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menyatakan akan memutuskan dalam waktu dua minggu apakah akan melancarkan serangan ke Iran atau tidak.
Pernyataan ini disampaikan melalui juru bicaranya, Karoline Leavitt, dalam konferensi pers pada Kamis (19/6/2025), di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel.
Leavitt membacakan langsung pernyataan dari Presiden Trump, yang menekankan masih terbukanya kemungkinan diplomasi.
“Berdasarkan fakta bahwa ada peluang besar negosiasi yang mungkin terjadi atau tidak dengan Iran dalam waktu dekat, saya akan membuat keputusan apakah akan melakukannya atau tidak dalam dua minggu ke depan,” demikian bunyi pernyataan tersebut dikutip dari Time.
Tenggat dua minggu ini muncul di saat dunia tengah menyaksikan intensitas serangan antara Iran dan Israel yang semakin meningkat. Keputusan AS dinilai sangat krusial dan bisa mengubah dinamika konflik secara signifikan.
Sehari sebelumnya, ketika ditanya oleh wartawan mengenai kemungkinan serangan langsung ke fasilitas nuklir Iran, Trump memberikan jawaban yang penuh teka-teki.
“Saya mungkin akan melakukannya, saya mungkin tidak akan melakukannya, tidak seorang pun tahu apa yang akan saya lakukan. Saya dapat memberi tahu Anda ini. Iran sedang menghadapi banyak masalah,” ujar Trump pada Rabu (18/6/2026).
Di tengah situasi yang terus berkembang, Leavitt menegaskan bahwa Presiden Trump terus mengikuti perkembangan secara cermat.
Ia menerima laporan rutin dari Dewan Keamanan Nasional serta menjalin komunikasi intensif dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
“Pemerintah Amerika Serikat menegaskan fakta bahwa Iran belum pernah sedekat ini untuk memperoleh senjata nuklir,” tegas Leavitt.