Tantangan Diversifikasi Pangan Nonberas di Pematang Siantar: Pola Pikir hingga Pengaruh Kolonialisme

Ketergantungan masyarakat Pematang Siantar, Sumatra Utara akan beras sebagai bahan makanan pokok sehari-hari masih sangat tinggi, sementara lahan pertanian untuk menanam padi terus berkurang. (Foto: PARBOABOA/Calvin Siboro)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Pola pikir masyarakat akan beras menjadi salah satu tantangan sulitnya mewujudkan diversifikasi pangan di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara.

Bahkan, kata pengamat ekonomi dari Sumatra Utara, Gunawan Benjamin, ada pula stigma yang berkembang di masyarakat, jika mengonsumsi pangan selain beras merupakan masyarakat kelas bawah.

Stigma tersebut juga membuat masyarakat enggan menyediakan bahan pangan pokok alternatif pengganti beras.

Tidak hanya itu, pengaruh kolonialisme membuat masyarakat semakin permisif dan menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok.

“Tidak mudah mengubah kebiasaan konsumsi masyarakat khususnya bahan pangan pokok. Pada dasarnya bahan makanan pokok masyarakat Indonesia itu beragam. Namun sejak zaman kolonial sudah diarahkan untuk mengkonsumsi beras," ungkapnya kepada PARBOABOA, Selasa (18/10/2023).

Akademisi  Universitas Islam Sumatra Utara (UISU) ini juga menyarankan kampanye diversifikasi pangan harus dimulai dari pemerintah yang disertai kemudahan masyarakat membeli bahan pangan pokok alternatif itu.

Kampanye yang dilakukan, lanjut dia, harus bisa memastikan bahwa mengonsumsi bahan pangan nonberas menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern.

“Kampanye ini juga harus dibarengi dengan contoh. Idealnya pejabat atau masyarakat kelas menengah atas sebagai pihak yang jadi contoh dengan mengkonsumsi bahan pangan pokok selain beras terlebih dahulu,” lanjut Gunawan.

Ia juga menekankan, kampanye soal diversifikasi pangan kepada masyarakat juga harus dilakukan secara bertahap, tidak bisa instan.

Benjamin kemudian mencontohkan saat krisis moneter di Tahun 1997-1998 yang membuat harga beras naik dan langka. Saat itu, masyarakat terpaksa mengonsumsi bahan pangan nonberas seperti singkong untuk memenuhi kebutuhan mereka.

"Seandainya diversifikasi pangan terjadi di Tahun 1997-1998 itu berlanjut hingga saat ini, maka kita tidak perlu khawatir dengan masalah El Nino atau pembatasan ekspor beras seperti yang dilakukan India dan kenaikan harga yang kian menggerogoti daya beli masyarakat kita," jelasnya.

Untuk menentukan alternatif bahan pangan pokok, kata Benjamin, sebaiknya ditentukan berdasarkan kemampuan bahan pangan pokok nonberas itu tumbuh dengan mudah di suatu daerah.

Termasuk faktor pendukung lain, seperti tidak tergantung dengan kebutuhan pupuk maupun perawatan tanaman yang menghabiskan modal besar.

“Misal singkong atau ubi-ubian yang bisa menjadi alternatifnya. Jangan seperti beras yang sebagian justru harus diimpor dari negara lain. Kondisi itu yang membuat harga beras rentan mengalami kenaikan manakala terjadi gangguan impor seperti yang terjadi saat ini," tambah Benjamin Gunawan.

Saat ini, harga beras kemasan 5 kilogram merek SPHP mencapai Rp60 ribu hingga Rp65 ribu.

Sementara rata-rata harga beras di pasar tradisional di Pematang Siantar mencapai Rp13 ribu per kilogram. Harga beras ini fluktuatif berdasarkan kualitasnya.

Di kalangan masyarakat Pematang Siantar, diversifikasi pangan masih belum bisa diwujudkan, karena ketergantungan akan beras dan nasi untuk konsumsi sehari-hari masih sangat tinggi.

“Enggak bisa aku kalau enggak makan nasi. Enggak kenyang kalau enggak makan nasi," tegas Yunika, salah seorang ibu rumah tangga di Pematang Siantar kepada PARBOABOA, Senin (16/10/2023).

Perempuan 33 tahun itu mengaku beras menjadi makanan pokok bagi keluarganya selama ini. Bahkan, kebiasaan mengkonsumsi beras sudah ia lakukan sejak kecil hingga berkeluarga.

Menurutnya, sangat sulit mengganti beras dengan bahan pangan nonberas seperti ubi dan kentang ataupun yang lain.

Yunika mengatakan, ada perasaan tidak kenyang ketika tidak memakan nasi menjadi masalah utama ketika ingin beralih ke makanan pangan nonberas.

“Pernah nyoba makan kentang kemarin waktu diet. Enggak kuat aku. Mau mati rasanya," imbuhnya dengan logat khas Batak.

Sementara Pemko Pematang Siantar, melalui Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pematang Siantar, Legiyanto Pardamean Manurung, mengaku belum memiliki program khusus terkait diversifikasi pangan.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS