Tragedi Wisatawan di Kashmir Picu Krisis Baru antara India dan Pakistan

Konflik horisontal antara India dan Pakistan kembali terjadi di wilayah Kashmir (Foto: Unsplash).

PARBOABOA, Jakarta - Wilayah Kashmir yang telah lama menjadi sumber konflik antara India dan Pakistan, kembali memanas setelah insiden tragis yang menewaskan puluhan wisatawan. 

India menuding salah satu pelaku yang terlibat dalam pembantaian itu berkewarganegaraan Pakistan, sehingga memperkeruh hubungan diplomatik kedua negara.

Tragedi terbaru ini memicu reaksi keras dari kedua belah pihak, baik secara diplomatik maupun militer. 

Kontak senjata pun pecah di perbatasan, di mana menyebabkan wilayah Kashmir ditutup dan warga dari masing-masing negara diminta untuk meninggalkan wilayah lawan.

Menanggapi situasi tersebut, Pakistan memutuskan untuk menghentikan sementara perjanjian Simla 1972. 

Perjanjian ini sebelumnya mengatur ketentuan damai dan penetapan Garis Kontrol (Line of Control) antara kedua negara di wilayah Kashmir. 

Pakistan menyatakan bahwa penghentian ini akan berlaku hingga India menghentikan tuduhan-tuduhan mengenai "terorisme yang berasal dari wilayah Pakistan."

Sebagai bentuk balasan, Pakistan menutup wilayah udaranya bagi pesawat India pada Kamis (24/04/2025). 

India kemudian mengambil langkah serupa pada Rabu (30/04/2025) malam, dengan menetapkan larangan penerbangan bagi pesawat yang terdaftar atau disewa oleh Pakistan, termasuk penerbangan militer. Pembatasan ini dijadwalkan berlangsung hingga 23 Mei mendatang.

Dalam pertemuan tertutup pada Selasa (29/04/2025), Perdana Menteri India Narendra Modi memberikan otoritas penuh kepada militer untuk merespons setiap bentuk serangan dari Pakistan.

Pemerintah Pakistan membantah keras keterlibatan dalam penembakan yang menewaskan 26 wisatawan dari India dan Nepal di Kashmir. Mereka mengatakan segala bentuk agresi akan direspons dengan tindakan yang tegas.

Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, melakukan pembicaraan dengan Menlu AS Marco Rubio untuk membahas insiden pembantaian tersebut. 

Dalam perbincangan itu, Jaishankar menyampaikan bahwa para pelaku harus diadili.

Dikutip dari Reuters pada Kamis (01/05/2025), Rubio juga membahas situasi genting ini dalam panggilan terpisah dengan kedua belah pihak, dan mendorong India serta Pakistan untuk menurunkan ketegangan. 

Ia menyatakan dukungan terhadap langkah India dalam melawan ekstremisme, serta meminta Pakistan turut bekerja sama dalam penyelidikan pembantaian itu.

“Saya memberi tahu Menlu AS bahwa pelaku, pendukung, dan perencana serangan 22 April harus diadili,” ujar Jaishankar melalui unggahan di platform X.

Sementara itu, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif meminta pemerintah AS agar menekan India untuk menahan diri dari retorika agresif dan bersikap lebih bertanggung jawab.

Sebagai langkah antisipasi, otoritas di Kashmir yang berada di bawah kendali Pakistan memutuskan untuk menutup lebih dari 1.000 madrasah sejak Kamis (01/05/2025). 

Keputusan ini diambil karena kekhawatiran akan adanya aksi militer India sebagai respons atas pembantaian wisatawan.

“Kami mengumumkan seluruh madrasah di Kashmir libur 10 hari,” ujar Kepala Departemen Urusan Agama setempat, Hafiz Nazeer Ahmed, seperti dikutip dari AFP.

Seorang pejabat kementerian menambahkan bahwa keputusan ini berkaitan langsung dengan meningkatnya ketegangan di perbatasan dan ancaman konflik yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Sejarah Konflik

Ketegangan antara negara India dan Pakistan di wilayah Kashmir telah berlangsung selama tujuh dekade. Akarnya bermula saat Inggris memutuskan untuk mengakhiri penjajahannya di anak benua India pada 1947. 

Keputusan itu melahirkan dua negara baru, yakni India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Pakistan yang mayoritas Muslim. 

Di tengah pemisahan ini, muncul satu wilayah yang statusnya menjadi abu-abu, yakni Kashmir. Daerah ini tidak secara tegas masuk ke dalam wilayah salah satu negara, namun kemudian diklaim oleh keduanya.

India memasukkan Kashmir sebagai bagian dari wilayahnya, sementara Pakistan menentang keras langkah tersebut. Ketegangan meningkat dan akhirnya memicu pecahnya perang antar dua negara baru tersebut.

Kini, wilayah Kashmir terbagi di antara tiga kekuatan besar yang masing-masing dikuasai oleh India, Pakistan, dan China. 

India menguasai sekitar 45 persen wilayah di bagian tenggara dan timur yang dikenal sebagai Jammu dan Kashmir. 

Pakistan memegang kendali atas 35 persen wilayah di barat laut, termasuk Azad Kashmir, Gilgit, dan Baltistan. Sementara itu, China menguasai sekitar 20 persen bagian timur laut, yaitu wilayah Aksai Chin.

Batas antara India dan Pakistan di Kashmir disebut Garis Kendali (Line of Control/LoC) yang membentang sepanjang lebih dari 700 kilometer. 

India bahkan menuding Pakistan telah menyerahkan sekitar 8.000 kilometer persegi wilayah Kashmir kepada China, sehingga menambah kompleksitas sengketa ini.

India dan Pakistan telah terlibat dalam tiga perang besar, dua di antaranya berkaitan langsung dengan Kashmir, yakni pada 1947 dan 1965. 

Sejak keduanya memiliki senjata nuklir pada 1998, risiko konflik terbuka menjadi semakin serius. Pada 1999, kedua negara nyaris kembali terjerumus dalam perang akibat konflik di Kargil.

Meskipun gencatan senjata diberlakukan pada 2003, bentrokan bersenjata masih sering terjadi. 

Salah satu insiden paling mematikan dalam sejarah terjadi pada 18 September, saat sekelompok militan menyerang pos militer India di Uri, dekat perbatasan LoC. Sebanyak 19 tentara India tewas dalam serangan tersebut.

Tak lama setelah itu, pada 29 September, dua tentara Pakistan dilaporkan tewas dalam baku tembak dengan pasukan India di perbatasan. 

Ketegangan pun meningkat. India menuduh Pakistan mendukung kelompok-kelompok teroris dan membawa isu ini ke forum internasional seperti PBB. Sebaliknya, Pakistan membantah keterlibatan apa pun dalam aksi terorisme tersebut.

Sejak tahun 1989, kekerasan yang dipicu gerakan separatis di Kashmir telah merenggut lebih dari 47 ribu nyawa. 

Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia memperkirakan jumlah korban sesungguhnya bisa mencapai dua kali lipat, termasuk mereka yang hilang dan tidak pernah ditemukan.

Dampak lain dari konflik berkepanjangan ini adalah anjloknya sektor pariwisata. Kashmir yang dulu dijuluki "Surga di Bumi" karena pemandangan alamnya yang memesona, mulai ditinggalkan wisatawan. 

Padahal, wilayah ini pernah menjadi destinasi favorit masyarakat India untuk menikmati udara pegunungan yang sejuk dan menenangkan.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS