PARBOABOA, Ukraina - Perang dua negara bertetangga antara Ukraina dan Rusia masih panas hingga hari ini, Senin (14/3). Memasuki hari kesembilan belas invasi, Rusia masih saja membombardir sejumlah pangkalan militer Ukraina, bahkan serangan sudah mulai menyasar tempat-tempat warga sipil berlindung, seperti serangan di masjid Sultan Suleiman pada Sabtu (12/3) lalu.
Meski perundingan tiga putaran yang telah dilakukan tak menghasilkan keputusan yang memuaskan, kedua negara dilaporkan akan kembali menggelar perundingan putaran keempat hari ini, Senin (14/3), melalui konferensi video.
Ditengah upaya mencari solusi damai, kedua negara saling mengeluarkan tudingan kecurangan yang dilakukan oleh pihak lawan mereka. Seperti Ukraina yang menuding Rusia melakukan genosida.
Tak berbeda dengan Ukraina, baru-baru ini Rusia juga mengeluarkan klaim, jika Ukraina sedang mempersiapkan senjata biologi di 30 laboratorium yang tersebar di negara tersebut.
Tuduhan ini dilayangkan Kementerian Pertahanan Rusia yang mengatakan, AS dan Ukraina saat ini sedang mengembangkan senjata biologis yang menggunakan patogen berbahaya sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Dalam klaim yang sama disebut jika di laboratorium tersebut juga dilakukan eksperimen menggunakan sampel virus Corona dari kelelawar.
Amerika dan Ukraina langsung kompak membantah tudingan tersebut. Bahkan pertemuan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah dilakukan untuk membahas masalah ini pada Jumat (11/3). Dari pertemuan tersebut, PBB telah menyatakan bahwa mereka tak menemukan bukti mengenai pernyataan tersebut.
Masalah laboratorium tersebut berakhir tanpa bukti, kali ini Ukraina yang mengeluarkan tudingan balasan. Ukraina menyatakan jika pihak Rusia saat ini sedang mempersiapkan senjata kimia untuk menyerang negaranya. Senjata kimia sendiri merupakan jenis amunisi yang disertai racun atau zat kimia yang menyerang sistem tubuh manusia.
"Konfirmasi lain terkait persiapan Rusia akan melancarkan serangan kimia melawan Ukraina telah ditemukan. Kehadiran ahli kimia terdeteksi di kontingen Federasi Rusia," demikian pernyataan Kantor Kepresidenan Ukraina dikuti dari CNNIndonesia.com, Senin (14/3).
Ukraina memaparkan bukti pendukung atas klaim ini, dimana mereka menemukan Aftayev Alexander Viktorovich yang merupakan ahli kimia militer Rusia telah terbunuh saat berhadapan dengan pasukan militer Ukraina.
"Menurut beberapa dokumen, sebelum kematiannya di Ukraina, Aftayev bertugas di unit militer 21222, Kantor Federal untuk Penyimpanan Aman dan Pemusnahan Senjata Kimia di kota Penza,” lanjut pernyataan tersebut.
Kebenaran mengenai penggunaan senjata kimia ini memang belum dikonfirmasi, namun sebelumnya Amerika sudah memperingatkan Rusia agar tidak menggunakan senjata kimia atau biologis saat mereka berusaha menginvasi Ukraina.
Kelanjutan mengenai saling tuding antara Rusia dan Ukraina ini belum terbukti kebenarannya, namun penggunaan senjata kimia dan senjata biologi memang dilarang dalam peperangan.