PARBOABOA, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional mendesak Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera menarik personelnya di Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau.
"Kami meminta kepada Kapolri pada hari ini juga menarik semua personel polisi dari Pulau Rempang. Juga menarik posko-posko yang sudah dibangun," tegas Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi saat konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2023).
Walhi menilai, keberadaan personel polisi di Pulau Rempang membuat warga resah dan tidak nyaman beraktivitas. Pasalnya, sebelum kehadiran polisi, Pulau Rempang aman sentosa dan tidak menjadi daerah perang seperti saat ini.
Belum lagi kondisi tersebut membuat anak-anak di Pulau Rempang tidak bisa bersekolah.
"Beberapa hari ini situasi kacau itu bukan karena rakyat di sana, tapi karena polisi datang ke sana. Jadi tarik pasukan dari sana, dan bongkar posko-posko. Itu bukan daerah perang," tegas Zenzi.
Warga Rempang Trauma Kehadiran Aparat
Sementara itu, Juru Bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang Galang, Suardi mengaku warga termasuk anak-anak menjadi trauma pascahadirnya pasukan polisi di sana.
Kehadiran polisi pada 7 September lalu juga membuat sekolah-sekolah di Rempang tutup.
"Warga juga trauma, bukan hanya anak-anak, semua masyarakat yang ada di Rempang. Saya punya cucu kelas 1 SD disuruh mamaknya (ibu) sekolah tidak mau lagi, dia takut ditembak. Dia bilang, saya mau hidup," ujar Suwardi di Kantor YLBHI.
Kamis 7 September 2023, sekitar 1.010 tim gabungan TNI-Polri memaksa masuk ke perkampungan warga di Pulau Rempang, Kepulauan Riau untuk mematok lahan.
Kehadiran aparat saat itu ditolak warga hingga memicu bentrokan di Jembatan 4, Jalan Barelang, Kota Batam.
Aparat lantas menembaki warga dengan gas air mata. Bahkan beberapa gas air mata yang ditembakkan masuk ke sekolah dan mengenai siswa hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Bentrokan dengan aparat juga membuat puluhan warga Rempang mengalami luka-luka.