Dilema Petani Simalungun: Pestisida Tidak Efektif, Hama Semakin Kuat

Aktivitas Petani Padi di Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun (PARBOABOA,Jeff Gultom)

PARBOABOA, Simalungun - Kekhawatiran yang mendalam dirasakan petani dan penyuluh pertanian di Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun.

Hal ini dipicu oleh meningkatnya penggunaan pestisida dalam praktik pertanian.

Ketergantungan yang semakin besar pada bahan kimia ini dalam memberantas hama tanaman telah menimbulkan dampak negatif, baik dari sisi kesehatan petani maupun lingkungan sekitar.

Para petani, yang sering kali tidak menggunakan perlindungan yang memadai, menghadapi risiko kesehatan jangka panjang, seperti gangguan pernapasan dan masalah kulit.

Selain itu, penggunaan pestisida secara berlebihan juga menyebabkan peningkatan resistensi hama, pencemaran tanah dan air, serta penurunan biodiversitas.

Dampak lain yang dirasakan petani dan konsumen adalah menurunnya kualitas dan keamanan produk pertanian yang dihasilkan.

Nursaman (65), mengungkapkan bahwa mayoritas petani di desanya lebih memilih pestisida kimia daripada yang organik.

Menurut Ketua Kelompok Tani (Poktan) Tunas Muda di Desa Wonorejo ini, penggunaan pestisida kimia didorong oleh hasil instan dan melimpah yang diperoleh petani.

Padahal, jelasnya, para penyuluh pertanian sudah rutin melakukan sosialisasi penggunaan pestisida organik.

Namun, tetap saja, para petani lebih memilih bahan kimia sebagai solusi yang dapat memberikan hasil cepat.

"Pestisida yang paling penting di kalangan petani ini adalah efektivitasnya. Maunya disemprot, saat itu juga hamanya mati," jelas Nursaman kepada Parboaboa, Kamis (8/8/2024).

Dia menambahkan bahwa penggunaan pestisida kimia dengan dosis tinggi dapat menyebabkan resistensi hama.

Karena itu, jelasnya, beberapa petani sudah mulai mencoba dengan dosis rendah untuk menghindari hal tersebut.

Ia menambahkan, para petani sebenarnya bisa berubah menggunakan pestisida organik.

Namun kebanyakan di antara mereka selalu beralasan terkait waktu pengerjaan dan efektivitas penggunaan.

Sementara itu, Kushandani, penyuluh pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Pematang Bandar, lebih menyoroti persediaan pestisida yang semakin menjamur.

Menurut dia, semakin banyak jenis pestisida yang beredar justru memperburuk situasi.

“Petani saat ini dibanjiri banyak pestisida, namun tetap saja semakin banyak penyakit yang ada di tanaman," ujar Kushandani.

Belum lagi, sambungnya, perbedaan jenis pestisida yang digunakan dalam satu hamparan ladang justru membuat hama semakin kebal.

Lebih lanjut, ia menjelaskan masalah lain yang terjadi adalah kebiasaan buruk petani yang menyemprot tanaman sambil merokok.

Menurutnya, kebiasaan seperti itu justru sangat berbahaya.

Ia mengatakan, meskipun sosialisasi dilakukan hampir setiap tahun, tetapi tetap saja masih banyak petani yang tidak menerapkan pengetahuan yang diberikan.

“Selama ini, mereka menyemprot tanaman secara rutin tanpa melihat situasi. Ketika serangan hama terjadi, baru mereka panik,” terangnya.

Menanggapi situasi ini, akademisi di bidang Perlindungan Tanaman Pertanian, Warlinson Girsang, mengidentifikasi tiga dampak utama dari penggunaan pestisida kimia berlebihan.

Pertama, resistensi hama, resurgensi hama, serta dampak kesehatan dan lingkungan.

Pestisida kimia yang terus-menerus digunakan dapat menyebabkan hama mengembangkan resistensi.

Kedua, penggunaan pestisida dapat membunuh serangga penyerbuk dan mikroorganisme tanah yang penting untuk kesuburan.

Ketiga, aspek budidaya yang sesuai merujuk pada anjuran teknis dalam pemupukan, seperti penggunaan pupuk yang seimbang, dapat mengurangi kerentanan tanaman terhadap penyakit.

Warlinson kemudian mengusulkan beberapa solusi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia.

Di antaranya adalah penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan benih tahan penyakit, dan pemupukan yang seimbang.

Meski pestisida organik menawarkan solusi lebih aman, petani sering tidak menggunakannya karena tidak memberikan hasil instan.

Warlinson mengatakan, meskipun ada produk pestisida yang sudah tidak digunakan di negara asalnya, produk tersebut masih dijual di Indonesia.

Ini sangat mengecewakan, “mengingat bahan aktif yang sudah tidak digunakan di negara lain masih dipromosikan di sini," tutupnya.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS