PARBOABOA - Jakarta, Tujuh relawan kemanusiaan World Center Kitchen (WCK) tewas dibunuh tentara Israel di jalur Gaza, Senin (01/04/2024).
Satu di antara ketujuh relawan tersebut adalah warga negara Amerika Serikat bernama Jacob Flickinger. Enam relawan lain berasal dari Inggris, Palestina, Polandia, dan Australia.
Diketahui, WCK adalah organisasi nirlaba internasional yang didirikan pada 2010 oleh pasangan chef, José Andrés dan istrinya, Patricia.
Organisasi kemanusiaan ini bertujuan untuk menyediakan bantuan makanan ke seluruh negara guna mengentaskan kelaparan.
Pasca kematian tujuh relawan WCK, sejumlah negara dunia angkat bicara. Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, misalnya menyatakan tak terima dengan serangan tersebut. Di pihak lain, Amerika Serikat (AS) juga menentang tindakan Israel yang dinilai tidak menghargai usaha WCK.
Melalui keterangan resmi Kementerian Luar Negeri AS, Presiden Joe Biden mengharapkan pertanggungjawaban Israel terhadap serangan udara yang menewaskan para relawan tersebut.
Menurut Biden, kematian tujuh relawan WCK menjadi salah satu konflik terburuk mengingat banyaknya pekerja bantuan kemanusiaan yang tewas.
Mantan Wakil Presiden Barack Obama itu mengharapkan konflik serupa tidak akan terjadi lagi di waktu-waktu mendatang.
AS sendiri telah mendesak Israel untuk meredakan operasi militer melawan Palestina yang menyebabkan kematian sebagian masyarakat sipil.
Kelompok pemuda dan kaum muslim AS juga mengharapkan agar Biden bersikap lebih tegas terhadap Israel. Mereka mengancam tidak akan memilih Biden pada perhelatan pemilihan umum (Pemilu) AS November mendatang jika ia masih bersekutu dengan Israel.
Kondisi ini membuat Biden berbalik arah dan memperingati Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Ia meminta Netanyahu untuk melakukan penyidikan menyeluruh terhadap para tentara yang melakukan serangan tersebut.
Sikap tegas Biden disampaikan dalam komunikasi selular bersama Netanyahu pada Rabu (03/04/2024). AS, tegasnya, tidak akan memberikan dukungan apapun kepada Israel jika negara Yahudi itu masih melakukan agresi militer di jalur Gaza.
Biden juga mengancam bahwa AS akan berbalik arah meninggalkan Israel. Sebab, serangan terhadap tujuh relawan WCK, demikian ungkap Biden, merupakan konflik kemanusiaan yang "tak dapat diterima."
Israel Sebagai Saudara Amerika
Ketegasan sikap Biden melahirkan sejumlah tanggapan dari beberapa negara. Bagi Rusia dan China, negara AS seolah-olah mempraktekan "standar ganda" terhadap masyarakat Palestina yang terlibat agresi militer Israel.
Seperti diketahui, AS sendiri merupakan "saudara" Israel. Laporan akademisi dari Koc University, Tarik Cyril mengungkapkan bahwa pembelaan terhadap Israel menjadi kebanggaan tersendiri bagi negara AS.
Dalam sebuah tajuk berjudul Why Can't The US Ever Say No to Israel?, Cyril memaparkan dua alasan kunci yang melatari dukungan AS atas Israel.
Fakta pertama adalah mengenai sikap Israel yang mendukung AS dalam menjatuhkan Jerman, negara pelaku Holocaust.
Fakta lainnya adalah bahwa sejak pertengahan abad ke-20, Israel selalu berdiri sebagai garda terdepan dalam mendukung hegemoni AS di Timur Tengah.
Dominasi ekonomi dan politik di Timur Tengah sulit diganggu karena Israel bersekutu dengan AS. Negara Paman Sam ini bahkan dengan leluasa mengokupasi kekayaan alam dan kekuatan politik di Timur Tengah karena mendapat dukungan kuat Israel.
Beban moral terhadap Israel dibuktikan AS dengan membuat veto gencatan senjata kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam pertemuan di Markas Besar PBB pada 24 Februari 2024 yang lalu, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield kembali mengajukan veto resolusi Dewan Keamanan PBB.
Hak istimewa yang hanya diberikan kepada lima negara besar ini bermaksud membatalkan segala keputusan, ketetapan dan rancangan Dewan Keamanan PBB, khusus terkait ekspansi militer Israel di jalur Gaza.
Dengan mengajukan veto terhadap Dewan Keamanan PBB, AS secara terang-terangan berdiri di belakang Israel untuk mendukung gencatan senjata terhadap Palestina. Israel tak bukan adalah saudara AS.
Kemarahan Biden: Alarm Keterpisahan?
Asisten peneliti The Security and Peace Study Center of UGM, Hans Hayon memberikan beberapa tanggapan menarik soal pernyataan sikap Biden.
Bagi alumnus IFTK Ledalero itu, sulit untuk mengatakan bahwa AS dan Israel akan berseteru di level "perang fisik". Alasannya yaitu karena dua negara ini terlibat dalam banyak kerja sama di bidang teknologi dan industri militer yang saling menguntungkan.
“Propaganda mengecam aksi Israel atas peristiwa WCK hanya sekedar basa-basi atas nama humanitarian politic gimmick yang dimainkan AS sejak DUHAM dideklarasikan (dan diikuti sejumlah intervensi militer atas nama kemanusiaan lainnya) untuk menarik simpati publik internasional,” ungkap Hans kepada PARBOABOA, Jumat (05/04/2024).
Hans menyebut, jika di kemudian hari muncul kejadian luar biasa yang membuat AS terpaksa menarik diri dari intervensi konflik Israel-Palestina, negara itu masih punya mainan lain di sejumlah kawasan.
“Perlu dicatat, AS yang dimaksudkan di sini bukan negaranya, tetapi pebisnis korporasi multinasional yang mengatur jalannya pemerintahan termasuk politik luar negeri AS,” ungkap Hans.
Para pebisnis yang dimaksudnya bergerak di bidang teknologi (big tech), kesehatan (big pharma), dan pangan yang rutin mengadakan pertemuan dalam World Economic Forum di Davos.
Usaha meredakan konflik Israel-Palestina, bagi Hans hanya mungkin terjadi jika mencegah keterlibatan Iran dan Arab Saudi di dalam konflik. Satu-satunya negara yang bisa melakukan hal itu adalah China.
“AS tidak mungkin akan membiarkan itu terjadi. Alasannya yaitu karena perang adalah sarana pencucian uang terbaik bagi pengusaha industri militer AS,” lanjut Hans.
Alasan tersebut mendasari AS untuk terus mengirim kapal induknya ke laut hitam dan menyuplai sejumlah infrastruktur guna membuat perang terus berlanjut. Di saat yang sama, AS juga melakukan provokasi di daerah lain, terkini di Laut China Selatan.