KOMPAKS Desak Menteri Agama Minta Maaf dan Usut Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren

Menteri Agama Nasaruddin Umar menilai pemberitaan terkait kasus kekerasan seksual di media massa terlalu berlebihan (Foto: Dok. UIN Walisongo)

PARBOABOA, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) menuntut Menteri Agama Nasaruddin Umar untuk secara terbuka meminta maaf dan mengusut tuntas berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pesantren. 

Desakan ini muncul setelah pernyataan Nasaruddin pada 14 Oktober 2025 yang menyebut pemberitaan kasus kekerasan seksual di pesantren “terlalu dibesar-besarkan oleh media.”

Dalam pernyataan tertulis yang diterima PARBOABOA pada Jumat (17/10/2025), KOMPAKS menilai ucapan ini tidak hanya menyinggung perasaan korban, tetapi juga berpotensi menghapus tanggung jawab lembaga pendidikan yang terlibat. 

Pernyataan itu, menurut mereka, telah melukai rasa keadilan para korban dan keluarganya, karena terkesan mengecilkan dan menyangkal pengalaman traumatis yang mereka alami.

Koalisi menegaskan, komentar menteri Nasaruddin bisa menciptakan ruang impunitas dengan dalih menjaga citra pesantren. Padahal, tugas negara adalah memastikan setiap lembaga pendidikan, termasuk pesantren, menjadi tempat yang aman bagi seluruh santri tanpa terkecuali.

KOMPAKS menilai, pandangan Menteri Agama justru bertolak belakang dengan semangat dan amanat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). 

Pernyataan tersebut, menurut mereka, dapat menghambat implementasi undang-undang yang seharusnya memperkuat perlindungan terhadap korban.

Koalisi ini menegaskan komentar semacam itu berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan berbasis agama dan mengancam hak anak serta perempuan untuk merasa aman di lingkungan pendidikan. 

“Menutup-nutupi kekerasan seksual atas nama citra pesantren hanya akan memperpanjang penderitaan korban dan memperlemah upaya pencegahan,” tegas KOMPAKS dalam pernyataannya.

Selain mengkritik pernyataan Nasaruddin, KOMPAKS juga menilai sikap itu bisa menghalangi kerja jurnalistik investigatif yang memiliki mandat konstitusional untuk mengawasi penyelenggaraan publik. 

Alih-alih menuding media memperburuk citra pesantren, Kementerian Agama, disebut seharusnya menunjukkan komitmen nyata terhadap perlindungan santriwan dan santriwati dengan langkah-langkah konkret dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.

Koalisi yang berdiri sejak 2018 ini dikenal aktif mengadvokasi isu kekerasan berbasis gender serta terlibat dalam penyusunan dan pengawasan implementasi UU TPKS. 

Mereka menegaskan, upaya menciptakan ruang aman di pesantren adalah bagian dari penghormatan terhadap hak asasi manusia dan bentuk nyata perlindungan negara terhadap warganya.

Melalui pernyataan penutupnya, KOMPAKS mengingatkan pemerintah agar berhenti menempatkan citra lembaga di atas keselamatan individu. 

“Menjaga martabat pesantren tidak berarti menutup mata terhadap kekerasan. Justru dengan mengusut tuntas dan melindungi korban, pemerintah memperkuat pesantren sebagai tempat pendidikan yang beradab dan manusiawi.”

Pernyataan Menteri

Sebelumnya, Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa media massa dinilai memberitakan kasus kekerasan seksual di pesantren secara berlebihan. Ia menyebut, kenyataan di lapangan tidak sebesar yang digambarkan media. 

“Kejahatan seksual di pondok pesantren yang dibesar-besarkan oleh media sebenarnya hanya terjadi dalam jumlah kecil,” ujar Nasaruddin.

Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya pemberitaan seperti itu bisa merusak reputasi pesantren yang selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan moral dan spiritual. 

Nasaruddin menilai kerja keras para pendiri pesantren sejak sebelum kemerdekaan bisa terabaikan akibat sorotan negatif yang terus-menerus muncul.

Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengajak semua pihak untuk menjaga marwah pesantren dan menghindari narasi yang menstigma lembaga keagamaan. 

“Mari bersama menjaga marwahnya, karena pesantren adalah benteng moral bangsa,” tegasnya.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS