PARBOABOA, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sepakat menggelar pemilihan umum (Pemilu) 2024 dengan sistem proporsional terbuka atau pilih calon legislatif (caleg) bukan partai politik (parpol).
Hal itu merupakan salah satu poin kesimpulan yang diambil dalam Rapat Kerja Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Menteri Dalam Negeri di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2023) malam.
"KPU RI berkomitmen untuk menyelenggarakan Pemilu Tahun 2024 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menggunakan sistem Pemilu proporsional terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 168 Ayat 2 UU Pemilu dan dikuatkan oleh Putusan MK RI Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008," bunyi kesepakatan tersebut.
Selain itu, Daerah Pemilihan (Dapil) untuk tingkat DPR dan DPRD Provinsi di Pemilu 2024 tidak akan diubah. Dapil itu akan tetap sama dengan yang dicantumkan pada lampiran III dan IV Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Dapil DPRD Kabupaten/Kota akan dibahas lebih lanjut secara bersama-sama," bunyi salah satu poin kesimpulan rapat tersebut.
Kesimpulan rapat terkait substansi sistem proporsional terbuka sebelumnya sempat memicu perdebatan.
Awalnya, Komisi II menyusun draf kesimpulan rapat yang berisikan poin yang menyatakan Komisi II DPR bersama pemerintah bersepakat Pemilu 2024 tetap menerapkan sistem proporsional terbuka.
Melihat draf itu, Tito menegaskan pemerintah netral dan menghormati proses sidang gugatan sistem pemilu proporsional terbuka yang tengah disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Tito tak mau mendahului hasil sidang tersebut.
"Kami posisi pemerintah itu menghormati, tidak mau mendahului keputusan MK," kata Tito.
Alhasil, semua pihak menyepakati poin kesimpulan rapat bahwa Komisi II, Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP melaksanakan Pemilu 2024 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Tanpa ada kalimat lanjutan soal proporsional terbuka.