PARBOABOA, Jakarta - Tim penasihat hukum terdakwa Putri Candrawathi menilai, replik atau tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota pembelaan atau pleidoi kliennya hanya berisi sebuah emosional menyedihkan yang hampir sia-sia.
Kemudian, penasehat hukum Putri Candrawathi juga mengatakan bahwa setelah meneliti replik JPU, pihaknya tidak menemukan adanya bantahan yang didasarkan pada alat bukti dan argumentasi hukum yang kokoh dari jaksa.
“Setelah mendengar, membaca dan meneliti replik penuntut umum setebal 28 halaman yang terdiri dari 6.742 kata yang dibacakan pada hari Senin, tanggal 30 Januari 2023, tim penasihat hukum tidak menemukan bantahan yang didasarkan pada alat bukti yang valid dan argumentasi hukum yang kokoh dari penuntut umum,” kata Koordinator tim penasihat hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis dalam duplik atau tanggapan atas replik JPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (02/02/2023).
“Sebagian besar dari lebih enam ribu kata yang ditulis di replik tersebut klaim kosong tanpa bukti, asumsi-asumsi baru hingga tuduhan baru terhadap tim penasihat hukum. Sungguh sesuatu yang emosional, menyedihkan dan nyaris sia-sia,” sambung Arman.
Arman menilai jika upaya dari JPU dalam menjawab pleidoi setebal 955 halaman dengan hanya 28 halaman replik yang dipenuhi oleh kalimat-kalimat emosional tampak seperti tersesat di rimba fakta dan argumentasi.
Selain itu, semakin penuntut umum berupaya membantah, semakin terlihat juga rapuhnya pembuktian dari apa yang tertuang dalam surat tuntutan.
Lebih lanjut, ia menuturkan, replik yang diajukan oleh jaksa penuntut terhadap nota pembelaan Putri Candrawathi seharusnya merupakan suatu tanggapan yang dibuat berdasarkan dari uraian yang terungkap di persidangan. Tetapi, pada kenyataanya JPU malah membuat replik yang hanya dipenuhi oleh kata-kata klise dan serangan terhadap profesi advokat.
“Hal ini alih-alih membuat penuntut umum terlihat hebat, namun yang terjadi justru menunjukkan ketidakprofesionalan dan ketidakmampuannya dalam membuktikan dakwaan dan menyusun tuntutannya,” tegas Arman.
“Namun demikian, kami tetap menghargai upaya yang tampaknya sudah maksimal yang dilakukan penuntut umum tersebut,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, Putri Candrawathi menjadi terdakwa dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat bersama empat orang lainnya yakni, Ferdy Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.
Berdasarkan surat tuntutan jaksa, kelimanya dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu. Mereka dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.