PARBOBOA, Jakarta - Presiden Jokowi rupanya menghendaki kontestasi politik jelang Pilpres 2024 lebih cair dengan tensi eskalasi yang melandai.
Ia semacam tak ingin para kandidat dan pendukungnya terperangkap dalam benturan politik, yang tak hanya berpotensi mengganggu keakraban antar warga negara, tetapi juga merusak pesta demokrasi lima tahunan itu.
Hal ini setidaknya bisa terbaca dalam inisiatif mantan wali kota Solo itu yang mengundang tiga kandidat capres, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, untuk makan siang bersama di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/10/2023).
Dalam sejumlah foto yang beredar, Jokowi bersama ketiga bakal capres itu duduk mengelilingi sebuah meja makan bundar.
Ia terlihat mengenakan pakaian batik putih bercorak biru dan duduk di antara Ganjar Pranowo yang mengenakan batik merah dan Prabowo yang memakai batik coklat.
Sementara itu, Anies Baswedan terlihat menggunakan batik cokelat tua duduk berhadapan langsung dengan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Pada meja makan, tampak sejumlah menu makanan yang dihidangkan, seperti lontong, ayam rolade, rendang, tahu masak bacem, jus jeruk, hingga ayam kecap.
Agenda santap siang itu digelar beberapa saat setelah Jokowi memberikan arahan kepada para penjabat kepala daerah se-Indonesia di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Pakar komunikasi politik, Emrus Sihombing menilai, pertemuan tersebut hendak memberi sinyal ke publik bahwa perhelatan Pilres 2024 mendatang mesti dirayakan dengan gembira dan penuh damai.
Jokowi, kata Emrus, tak ingin publik terpecah lantaran berbeda gerbong dan arah dukungan politik.
"Ini menunjukkan pemilu yang sejuk, artinya kemudian setelah selesai pertemuan mereka berempat press conference di depan media menyampaikan apa yang mereka bicarakan, termasuk pemilu damai," kata Emrus kepada PARBOBOA, Senin (30/10/2023).
Namun, Jokowi perlu secara terbuka menyampaikan ke publik terkait posisinya yang mendukung proses pilpres yang damai tanpa adanya gesekan.
"Ada semacam satu kesepakatan yang diperbincangkan disampaikan ke publik dan Presiden Jokowi menyampaikan posisi secara terbuka kepada publik," kata Emrus.
Di sisi lain, pertemuan ini juga hendak menegaskan relasi yang setara antara Jokowi dengan ketiga capres. Hal tersebut, menurut Emrus, bisa dilihat dari cara mereka berdiskusi dan menikmati hidangan yang disajikan.
"Coba kita lihat ketika mereka berdiskusi sangat dialogis satu dengan yang lain. Tidak melalui suatu prosedur yang ketat, harus Pak Jokowi dulu baru capres yang lain. Ini menunjukkan adanya kesetaraan dalam konteks simbol-simbol non verbal," papar Emrus.
Emrus juga meyakini, pertemuan ini merupakan sesuatu yang natural tanpa didesain untuk kepentingan politik tertentu.
"Pertemuan makan siang adalah pertemuan informal yang menunjukkan kedekatan secara sosiologis, psikologis maupun kedekatan personal satu dengan yang lain," kata dia.
Apalagi, ketiga kandidat memiliki relasi persahabatan yang cukup dekat secara personal dengan Jokowi.
Gajar Pranowo dan Jokowi, misalnya, yang sudah sejak lama menjadi bagian dari kader PDIP. Begitupun dengan Anies Baswedan yang pernah dipercayakan Jokowi untuk menjadi Menteri Pendidikan pada 2014 lalu.
Hal yang sama juga terbaca dalam relasi dengan Prabowo Subianto, yang meurut Emrus mempunyai kedekatan setelah menjadi Menteri Pertahanan di kabinet Jokowi.
"Sebenarnya kalau kita mau tiga kandidat presiden kita ini saya kira tiga-tiganya adalah sahabat dari Pak Jokowi. Oleh karena itu, pertemuan segi empat ini menunjukkan pertemuan persahabatan yang terjalin selama ini," paparnya.
Analis politik, Ujang Komarudin, melihat pertemuan tersebut sebagai upaya Jokowi untuk mematahkan sederet tudingan yang beredar di publik terkait dirinya yang dianggap tidak netral dalam Pilpres 2024.
"Saya sih melihat pertemuannya bagus, pertemuan yang positif, pertemuan yang mengademkan, karena selama ini kan banyak kecurigaan-kecurigaan, tuduhan-tuduhan kepada Jokowi tidak netral dan sebagainya," kata Ujang kapada PARBOBOA, Senin (30/10/2023).
Menurut Ujang, Jokowi sebagai kepala negara hendak mempertegas posisinya yang tidak condong ke salah satu pasangan kandidat manapun pada pilpres mendatang.
"Pertemuan tersebut kelihatannya Jokowi ingin menjawab kritikan publik kepada dirinya, dan sudah disampaikan, dia akan mendukung semuanya ketika Hari Santri pada 22 Oktober lalu di Jawa Timur, kan pesannya itu yang saya baca," kata Ujang.
Selain itu, dosen Universitas Al-Azhar itu membaca bahwa Jokowi sebetulnya berkepentingan untuk menjaga proses pemilu bisa berjalan damai dan dirayakan dengan penuh kegembiraan.
Hal ini, kata Ujang, penting dilakukan Jokowi untuk mempertahankan legacy sebagai presiden yang dianggap mampu menyelenggarakan pemilu dengan aman dan damai.
"Ini soal legacy Jokowi kedepan. Bahwa Jokowi ingin memastikan bahwa Pilpres berjalan aman, damai dan penuh kesejukan, tidak konflik. Di masa pemerintahan dia demokrasi pemilu dipertaruhkan," kata Ujang.
Karena jika pemilu berjalan aman, damai dan penuh kegembiraan, maka Jokowi akan dicatat dalam sejarah sebagai presiden yang mampu menyelenggarakan pemilu dengan baik.
"Tapi kalau pemilunya sampai chaos, konflik ini publik akan melihat Jokowi tidak bisa menyelenggarakan pemilu," terangnya.
Kepentingan Jokowi, kata Ujang, selain menjaga netralitas di pilpres di saat yang sama hendak menunjukkan ke publik bahwa ia serius menyelenggarakan pemilu.
Kendati demikian, Ujang berharap, komitmen Jokowi untuk menjaga netralitas dan pemilu yang damai mesti diimplementasikan secara kongkrit di lapangan.
"Karena bagaimanapun apa yang sudah dibangun Jokowi dengan mempertemukan tiga cawapres melalui makan siang bersama jadi momentum baik yang harus direalisasikan, sehingga Jokowi benar-benar menjadi negarawan yang berdiri di tengah," tegas Ujang.