Otomotif Global Terpuruk, Pemerintah Indonesia Pasang Rem PHK dan Kenaikan Harga Mobil

Salah satu pabrik perakitan mobil Nissan yang pernah beroperasi di Kawasan Industri Kota Bukit Indah, Purwakarta, Jawa Barat (Foto: dok. Autoindustriya)

PARBOABOA, Jakarta - Industri otomotif dunia tengah menghadapi tekanan berat. Di Jerman, pusat otomotif Eropa, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) melanda besar-besaran. 

Sementara itu, di Indonesia, pemerintah berupaya keras mencegah hal serupa terjadi meski pasar dalam negeri masih tercatat lesu.

Menurut analisis Ernst & Young (EY) berdasarkan data Destatis, dalam 12 bulan hingga akhir Juni 2025, sekitar 114.000 lapangan kerja hilang di industri Jerman. 

Dari jumlah tersebut, hampir separuhnya atau 51.500 posisi berasal dari sektor otomotif, atau setara hampir 7% dari total tenaga kerja di sektor tersebut.

“Tidak ada sektor industri lain yang mencatat pengurangan lapangan kerja sebesar ini,” tulis laporan EY, mengutip CNBC International, Rabu (27/8/2025).

Jan Brorhilker, Managing Partner Assurance EY Jerman, menuturkan, penurunan laba yang besar, kelebihan kapasitas, dan pasar luar negeri yang lesu membuat pengurangan lapangan kerja yang signifikan mustahil dihindari.

Sektor otomotif Jerman juga menghadapi persaingan ketat dari produsen China yang lebih unggul dalam efisiensi biaya dan inovasi kendaraan listrik. 

Kebijakan tarif dagang Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump menambah tekanan. Ekspor mobil dan suku cadang Jerman ke AS turun 8,6% pada semester I-2025, sementara permintaan dari China ikut melemah.

Brorhilker memperingatkan jumlah pekerjaan di sektor ini kemungkinan besar akan terus berkurang seiring restrukturisasi besar-besaran yang dilakukan para produsen.

Tekan Produsen Otomotif

Sementara itu, di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta agar produsen otomotif tidak melakukan PHK maupun menaikkan harga kendaraan di tengah penurunan penjualan.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, mengakui kondisi pasar dalam negeri tidak menggembirakan. 

Penjualan mobil baru pada Januari–Juni 2025 tercatat 390.467 unit, turun 9,7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi distribusi pabrik ke dealer (wholesales), angka juga merosot 8,6% menjadi 374.740 unit.

“Kami sedang mengusahakan hal tersebut, berkali-kali Menperin mengimbau kami agar tak terjadi pemutusan hubungan kerja. Meskipun kami agak menderita dengan penjualan yang menurun ini,” ujar Nangoi dalam keterangannya, Rabu (27/8/2025).

Sebagai langkah antisipasi, produsen memilih menahan diri untuk tidak menambah pekerja kontrak baru, sembari berupaya menjaga keberlangsungan tenaga kerja yang ada.

Himbauan lain datang dari Menteri Perindustrian Agus Gumiwang yang menegaskan pentingnya menjaga stabilitas industri otomotif nasional. 

Agus bilang, hal ini penting demi menjaga daya beli masyarakat dan kondisi lapangan kerja di sektor otomotif, yang merupakan salah satu penopang industri nasional.

Langkah ini dinilai sebagai upaya menunjang kondusifitas industri domestik serta menjaga stabilitas sosial dan ekonomi di tengah badai yang melanda industri otomotif global.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS