PARBOABOA, Simalungun - Pemungutan pajak sarang burung walet di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) masih kacau balau.
Padahal, sarang burung walet merupakan salah satu komoditas unggulan dalam ekspor Indonesia yang sangat menjanjikan.
Menurut data dari Kementerian Pertanian melalui Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas II Medan, selama periode tahun 2011-2020, sarang burung walet masih menempati posisi nilai ekspor tertinggi dalam komoditas ekspor peternakan.
Nilai ekspor sarang burung walet Indonesia mencapai 540,7 juta dolar AS, atau sekitar 55 persen dari total nilai ekspor dunia dalam komoditas ekspor peternakan.
Meskipun memiliki potensi ekspor yang tinggi, sayangnya, kontribusi pajak dari sektor ini masih belum signifikan.
Di lapangan, pemungutan pajak dari sektor sarang burung walet menjadi masalah yang sulit diatasi oleh pemerintah daerah.
Nyatanya, selama 10 tahun terakhir, Badan Pengelola Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Simalungun yang bertanggung jawab atas pemungutan pajak, tidak pernah melakukan pemungutan pajak dari sektor ini.
Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Bidang Pajak dan Retribusi Daerah, Parmonangan Situmorang yang mengaku mengalami kesulitan dalam menarik pajak.
Kendala yang dia maksud di antaranya ketidaktersediaan data perizinan usaha sarang burung walet hingga sulitnya mengidentifikasi pemilik usaha.
Dia mengklaim, BPKPD telah berusaha mencari data perizinan usaha sarang burung walet dengan menghubungi Dinas Perizinan Pemerintahan Provinsi Sumut dan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Sayangnya hasil upaya itu nihil.
Dinas Perizinan Pemerintahan Provinsi Sumut menyatakan bahwa data tersebut adalah kewenangan Pemkab Simalungun. Namun Pemkab Simalungun menyebut data tersebut sudah tidak ada.
Parmonangan berdalih, mereka kini masih fokus pada pengelolaan Pajak Galian C dan Air Bawah Tanah di Simalungun.
Meski demikian, dia berkomitmen untuk mengoptimalkan pemungutan pajak dari sektor sarang burung walet yang sempat terhenti.
Menanggapi situasi tersebut, Sarles Gultom, seorang akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Simalungun, mengkritik Pemerintah Kabupaten Simalungun.
Dia menilai pemerintah kabupaten tidak serius dalam menangani masalah pemungutan pajak.
"Seharusnya pemerintah kabupaten lebih tegas dalam menangani permasalahan tersebut, bukannya berdalih dengan alasan yang tidak jelas," katanya.
Menurut Sarles, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kurangnya pemungutan pajak, yaitu nilai objek pajak yang berkurang dan kelalaian petugas pajak Simalungun.
Dia menekankan bahwa secara hukum, setiap usaha tanpa izin dan yang tidak taat pajak merupakan pelanggaran yang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah.
"Kalau sudah tahu tidak ada izinnya ya langsung ditertibkan saja, pemerintah punya hak untuk melakukan itu," kata Sarles geram.