PARBOABOA, Samarinda – Satreskrim Polresta Samarinda berhasil membekuk dua tersangka penimbun Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di Samarinda, Kalimantan Timur. Keduanya berinisial MD (54) dan AH (30).
Dari kedua tersangka, petugas menyita satu ton BBM jenis solar, Jerigen kapasitas 25-35 liter, tiga truk dengan modifikasi bak 200 liter dan tiga tangki serta pompa air.
Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ary menyebut kedua tersangka masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Sebab, ada dugaan keterlibatan pihak lain. Salah satunya indikasi permainan SPBU.
"Pengakuan tersangka, aksi ini dilakukan sejak 2019 lalu dan berlanjut hingga 2022," ujarnya dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (7/4).
Praktik itu tidak lagi beroperasi setelah polisi membekuk keduanya di Jalan Nusyirwan Ismail, Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu (kawasan Ring Road II) pada Rabu, 6 Maret. AH dan MD ditangkap di kediamannya yang juga merupakan gudang solar.
"Pengungkapan ini juga tak lepas dari laporan masyarakat. Mereka lah yang memberikan informasi. Apalagi saat ini banyak truk antre BBM," imbuhnya.
Setelah mengantongi identitas tersangka, selanjutnya, petugas akan mendatangi sejumlah SPBU di Samarinda.
Saat itu, AH dan MD terlihat sedang mengantri di SPBU Jalan Rapak Indah, Kecamatan Sungai Kunjang. Diketahui dua tersangka ini memang selalu berpindah pindah lokasi pengisian BBM. Namun SPBU yang satu ini tidak pernah absen dikunjungi oleh keduanya.
"Kami mengikuti tersangka saat pengisian (BBM solar). Setelah solar dimasukkan jeriken kemudian antre lagi, saat itulah kami tangkap," tuturnya.
Dalam pemeriksaan itu, AH dan MD mengaku bahwa solar bersubsidi yang sudah dibeli di SPBU akan dijual kembali dengan harga Rp9 ribu.
Ary mengatakan keduanya bisa mendapatkan uang sebanyak Rp5 juta dalam kurun waktu satu minggu.
Selama tiga tahun beroperasi, kedua tersangka sampai saat ini tidak memiliki jaringan. Meski demikian, petugas tak berhenti mengusut perkara tersebut.
"Kami masih terus menyelidiki kasus ini. Keduanya dijerat dengan Pasal 40 UU No 11/2020 tentang Migas. Ancaman penjara paling lama 6 tahun," kata dia.
Sementara itu, Mabes Polri menyatakan setidaknya sejak 6 april lalu ada enam polda yang melakukan penyelidikan terkait kasus BBM yakni Polda Sumatera Barat, Polda Jambi, Polda Kalimantan Timur, Kalimantan Bali dan Polda Gorontalo.
"Per 6 April kemarin setidaknya ada enam polda jajaran yang telah melakukan penyelidikan terkait perkara BBM ini, dengan berbagai macam modusnya," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo, Kamis (7/4).
Ia menuturkan dari enam kepolisian daerah itu, terdapat empat polda yang menerima laporan polisi. Kemudian ada dua polda yang menangani tujuh sampai delapan laporan polisi.
"Polda Sumatera Barat menyelidiki satu laporan polisi dengan modus operandi pengangkutan dan jual beli BBM bersubsidi. Kemudian, Polda Jambi menangani delapan laporan polisi terkait BBM, lalu Polda Kalimantan Selatan terdapat tujuh laporan polisi," ujarnya.
Selanjutnya di Polda Kalimantan Timur, Polda Bali dan Polda Gorontalo, masing-masing menyelidiki satu laporan polisi dengan modus operasi pengangkutan dan jual beli BBM bersubsidi.
Dalam proses penyelidikan itu, ia mengatakan polisi akan menerapkan Pasal 40 angka 9 UU Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Perubahan atas Pasal 55 UU Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
"Polri akan menindak tegas bagi siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran terkait penyalahgunaan, pendistribusian, penyimpanan dan pengangkutan BBM," tutup Dedi.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Agus Andrianto memerintahkan direktur kriminal khusus (Dirkrimsus) jajaran seluruh Indonesia untuk turun mengawasi jalur distribusi BBM, guna memastikan ketersediaan dan pasokannya aman selama Ramadhan hingga mudik Lebaran.
Pengawasan ini dilakukan selama 24 jam guna mencegah adanya praktik pengoplosan maupun penimbunan yang terjadi di tengah isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) setelah kenaikan harga Pertamax per 1 April lalu.