PARBOABOA, Jakarta - Direktur CV Nizhami, Muara Perangin Angin akan menjalani sidang kasus dugaan suap hari ini, Senin (20/6/2022). Sidang penyuap Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin ini akan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Benar, hari ini diagendakan pembacaan putusan majelis hakim Tipikor pada PN Jakarta Pusat untuk terdakwa Muara PA," ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (20/6/2022).
Ali berharap majelis hakim dapat mengabulkan semua tuntutan serta analisis yuridis yang sebelumnya sudah diajukan oleh tim jaksa KPK. KPK pun menyakini Muara Perangin Angin terbukti secara sah bersalah telah menyuap Terbit Rencana.
"KPK yakin majelis hakim akan mengakomodir seluruh analisa yuridis tim jaksa sehingga memutus bersalah terdakwa dimaksud," terangnya.
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Muara Perangin Angin dua tahun enam bulan penjara. Selain pidana badan, Penyuap Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin itu juga turut membayar denda Rp 200 juta, subsider empat bulan penjara.
"Menyatakan terdakwa bersalah ssebagaimana dakwaan. Menjatuhkan pidana dua tahun dan enam bulan dikurangi selama berada tahanan denda 200 juta subsider empat bulan," kata Jaksa Zaenal Abidin di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (6/6/2022).
Jaksa meyakini Muara memberi suap senilai Rp 572 juta kepada Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin demi mendapat paket pekerjaan di Dinas PUPR Langkat dan Disdik Langkat.
"Terdakwa telah memberi sesuatu berupa uang sejumlah Rp 572 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Terbit Rencana Perangin Angin selaku Bupati Langkat periode 2019-2024," kata Jaksa KPK, Zainal Abidin dalam pembacaan dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/4/2022).
Zainal mengatakan uang suap senilai Rp572 juta itu, diberikan Muara kepada Terbit melalui empat orang pihak perantara. Keempat perantara suap tersebut yakni, Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya, Shuhanda Citra, serta Isfi Syahfitra. Muara juga disebut menggunakan perusahaan lain sebagai perusahaan pinjaman guna mendapatkan proyek.
Atas perbuatannya, Muara dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.