PARBOABOA, Jakarta - Perilaku pejabat negara sekaligus aparat penegak hukum yang mencoreng intsitusi dan moralitas pribadinya seakan-akan tak pernah berhenti.
Di Sumatra Utara (Sumut), seorang hakim harus dipecat dari jabatannya karena terbukti selingkuh.
Dia (eks hakim) yang diketahui berinisial A ini sebelumnya merupakan hakim pada Pengadilan Agama (PA) Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumut.
Kasus ini pertama kali terungkap usai Komisi Yudisial (KY) menerima laporan dari istri A perihal adanya dugaan perselingkuhan tersebut.
Menindaklanjuti laporan itu, KY lalu memanggil A untuk dimintai klarifikasinya. Namun, dalam dua kali pemanggilan secara sah dan harus menghadiri sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), A tidak hadir.
Selain tidak hadir, pada persidangan yang dijadwalkan pada 25 Maret 2024 dan 29 Maret 2024, A tidak juga mengajukan saksi.
Karena tidak adanya itikad baik menghadiri persidangan, Ketua MKH, Siti Nurdjanah dalam persidangan pada Selasa, (30/4/2024) menyimpulkan, perbuatan A terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
"Menjatuhkan sanksi kepada terlapor A dengan sanksi berat berupa pemberhentian," kata Siti saat membacakan putusan.
Siti mengatakan, merujuk hasil pemeriksaan KY RI, MKH menyimpulkan, terlapor tidak menggunakan haknya untuk membela diri di sidang, sehingga Majelis Hakim berpendapat, "terlapor terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan Pedoman Perilaku Hakim."
Sekurang-kurangnya ada dua hal yang memberatkan terlapor, yaitu perbuatan terlapor yang berselingkuh telah mencoreng citra korps hakim dan lembaga peradilan, dan kedua, terlapor tidak koperatif alias mengabaikan panggilan MKH.
Sementara itu, tidak ada hal yang meringankan hukuman, meski kata Siti, A tetap berhak menerima dana pensiunan, termasuk uang pensiunan bulanan dengan perhitungan tertentu.
Siti menambahkan A terbukti melanggar angka 1 butir 2.2 dan angka 2 butir 2.1 ayat (1) Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 04/KMA/SKB/1V/2009.
Juga melanggar peraturan Nomor 02/SKB/P.KY/1V/2009 tentang KEPPH jo Pasal 5 Ayat 3 huruf e dan pasal 6 ayat 2 huruf a peraturan bersama MA dan KY tentang penegakan KEPPH.
Dalam persidangan, Tim Pendamping dari Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengatakan, A sebenaranya telah mengajukan surat pengunduran diri dari hakim pada 5 Oktober 2022 lalu.
Namun, mengingat surat tersebut belum ditandatangani Presiden Jokowi, status A sebagai hakim masih aktif. Ia Kemudian baru diberhentikan setelah serangkaian pemeriksaan hingga proses persidangan oleh MKH.
Sebelumnya, pegawai penegak hukum pada lembaga anti rasuah atau KPK juga dipecat karena melanggar kode etik. Bahkan, dia terbukti melakukan perbuatan asusila terhadap seorang istri tahanan.
Pelaku yang berinisial M merupakan petugas Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Kasus ini terbongkar setelah dilakukan pemeriksaan disiplin oleh inspektorat KPK terhadap sejumlah pegawainya berdasarkan rekomendasi Dewan Pengawas (Dewas).
Dari pemeriksaan tersebut, tindakan asusila oleh M ke istri tahanan menjurus ke pelecehan seksual. M, dalam beberapa kali Video call (VC) dengan B, istri tahanan beberapa kali menunjukkan alat vitalnya atas kemauan sendiri.
Ia juga memaksa B menunjukkan beberapa bagian tubuhnya yang vulgar saat VC dan mengajak B nginap berdua di hotel di Jakarta, namun permintaan tersebut ditolak.
B sebelumnya telah memberikan keterangan kepada Dewas dan menyampaikan semua permintaan M. Keterangan B dikuatkan oleh adik iparnya G.
M tidak membantah keterangan B dan G dan mengakui perbuatannya. Itulah yang membuat ia dipecat dengan tidak hormat dari KPK sebagai petugas Rutan.
Bahkan kasus yang menimpa M mengawali terbongkarnya dugaan pungli di rutan hingga berujung pemecatan terhadap 66 orang pegawai lembaga tersebut.
15 orang selain 66 orang yang dipecat, saat ini sedang diproses pidana.
Editor: Gregorius Agung