PARBOABOA, Jakarta - Perang kelompok militan Hamas dan militer Israel terus menimbulkan korban tewas dan luka.
Selain itu, banyak warga sipil menderita setelah Israel memutus pasokan listrik dan air di Jalur Gaza.
Atas kondisi ini, seruan untuk segera diadakannya humanitarian pause atau jeda kemanusiaan terus disuarakan, termasuk oleh Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.
Seruan itu pun didukung Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell.
Dia menjelaskan, dengan adanya humanitarian pause, maka akan memungkinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan menjangkau warga sipil Palestina di Jalur Gaza yang terkepung.
Maka dari itu, UE juga tengah menyusun pernyataan untuk mendukung usulan itu pada pertemuan puncak yang digelar Kamis dan Jumat nanti.
Uni Eropa Tak Kompak
Para diplomat dari tiga negara UE yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, beberapa negara anggota mengisyaratkan keberatan terhadap gagasan tersebut.
Beberapa pihak khawatir, jeda kemanusiaan ini akan mengekang hak Israel untuk mempertahankan diri.
Salah satunya Jerman. Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock mengatakan, beberapa hari terakhir telah menunjukkan pentingnya memasukkan bantuan ke Gaza.
Akan tetapi pada saat yang sama, Hamas terus menyerang Israel.
Namun ada juga negara yang memang telah menyatakan dukungannya atas usulan tersebut.
Di antaranya Prancis, Spanyol, Belanda, Irlandia, Slovenia dan Luksemburg.
Di lain pihak, beberapa menteri, seperti Menteri Luar Negeri Austria, Alexander Schallenberg dan timpalannya dari Ceko, Jan Lipa, masih mempertanyakan kelayakan proposal tersebut.
Sementara yang lain masih menghindari mengambil sikap publik.
Perbedaan pandangan ini secara luas mencerminkan perbedaan yang sudah lama ada di dalam UE mengenai konflik Israel-Palestina.
Pihak-pihak yang dianggap lebih bersimpati kepada Palestina mendorong penghentian sementara konflik.
Sementara sekutu setia Israel, cenderung bersikap sebaliknya.