PARBOABOA, Jakarta – Ratusan ribu buruh mengancam, akan melakukan aksi mogok kerja nasional pada 10 November 2022 jika tuntutan yang mereka bawa tidak ditanggapi oleh pemerintah.
Hal ini disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal saat konferensi pers sebelum menyelesaikan aksi unjuk rasa di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).
”Aksi ini akan dilanjutkan pada 10 November, setengah dari pabrik akan kami turunkan ke Jakarta, itu berarti bisa ratusan ribu buruh,” kata Said.
Said merinci, setengah dari pabrik itu terdiri dari Jawa Barat, Banten dan DKI yang akan turun ke Jakarta. Kemudian, jika aksi pada 10 November nanti tidak juga didengar oleh pemerintah, maka 3-5 juta buruh mengancam akan melakukan stop produksi dan mogok kerja pada pertengahan Desember nanti.
“Dan itu juga tidak di dengar, pertengahan Desember 2022 stop produksi, 3 juta sampai 5 juta buruh, kami akan melakukan mogok nasional,” tegas Said Iqbal.
Dalam aksi tersebut, Said mengatakan, rencananya akan berpusat di Istana Negara dengan bergabung bersama kalangan mahasiswa.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa buruh di Patung Kuda membawa enam tuntutan, yaitu menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), menolak Omnibus Law atau UU Cipta Kerja, naikkan upah buruh 13 persen, menolak pemutusan hubungan (PHK) di tengah resesi global, wujudkan reforma agraria sejati, dan sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT).
Dalam kesempatan yang sama, Said menjelaskan efek jangka panjang untuk para buruh jika tuntutan mereka diabaikan oleh pemerintah.
“Apabila upah tidak naik tahun 2023, inflasi sudah tembus secara umum 6%, maka makanan, minuman, transportasi dan perumahan akan naik menjadi 3 kali lipat,” jelasnya.
Said melanjutkan, untuk saat ini daya beli buruh sudah turun sebanyak 30% dan jika terjadinya inflasi maka daya beli akan semakin turun menjadi 50% karena semakin tingginya harga-harga tersebut.
Ia berpendapat, pemerintah belum maksimal dalam mengendalikan harga-harga. Namun, Said dan pihaknya percaya bahwa Presiden Joko Widodo dapat mengendalikan semua kenaikan harga tersebut.
Pengendalian kenaikan harga tersebut dimulai dengan mengembalikan harga BBM ke harga yang sebelumnya, menaikan upah minimum sebanyak 13% pada 2023, dan menyudahi pembahasan tentang omnibus law karena hal tersebut mengancam masa depan buruh.