Warga Dairi Desak KLHK Cabut Izin Lingkungan PT DPM Usai Putusan MA

Warga Dairi desak KLHK untuk segera mencabut SK Kelayakan Lingkungan Hidup milik PT DPM (Foto: inclusivedevelopment). 

PARBOABOA, Jakarta - Warga Kabupaten Dairi secara tegas mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera mencabut SK Kelayakan Lingkungan Hidup milik PT Dairi Prima Mineral (DPM). 

Desakan ini menyusul kemenangan warga di tingkat kasasi, di mana Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Nomor 277 K/TUN/LH/2024 menyatakan bahwa izin lingkungan tersebut tidak sah secara hukum.

Pernyataan tersebut semula disampaikan oleh perwakilan warga, Nurleli Sihotang, melalui pesan WhatsApp kepada sejumlah media pada Rabu (30/4/2025). Ia menyebut perjuangan hukum warga telah mencapai titik akhir dengan dimenangkannya kasasi di MA.

“Pada Kamis (24/4/2025), tim kuasa hukum warga Dairi telah mendatangi PTUN Jakarta untuk mengajukan permohonan Surat Pemberitahuan Putusan Berkekuatan Hukum Tetap atas putusan Mahkamah Agung Nomor 277 K/TUN/LH/2024, tanggal 12 Agustus 2024,” ungkapnya.

Putusan MA tersebut menyatakan batalnya SK Kelayakan Lingkungan Hidup PT DPM yang diterbitkan oleh Menteri LHK melalui SK No. SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tertanggal 11 Agustus 2022. 

Selain itu, amar putusan juga memerintahkan KLHK untuk mencabut SK tersebut.

“Dengan demikian, seluruh aktivitas pertambangan oleh PT DPM menjadi ilegal karena tidak memiliki dasar persetujuan yang sah. KLHK wajib menghormati putusan pengadilan yang telah inkracht dan tidak boleh menunda-nunda pelaksanaannya,” tegas Nurleli.

Ia juga menekankan bahwa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dihormati sesuai amanat Pasal 97 ayat (8) dan (9) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa pejabat yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang telah dibatalkan pengadilan, wajib mencabut keputusan tersebut.

Serupa, Togu Simorangkir, seorang aktivis lingkungan dalam catatannya di dinding Facebook, Rabu (21/5/2025) kemarin menyebut adanya sikap membangkang dari KLHK terhadap putusan pengadilan.

"Ini menunjukkan KLHK tidak menghormati putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," tulis Togu. 

Pendiri Yayasan Alusi Tao Toba itu juga menyebut bahwa hal serupa menandakan sikap KLHBPLH yang tidak peduli terhadap nasib hidup masyarakat Dairi. 

"Dalam hal ini, KLHK tidak peduli terhadap risiko dari aktivitas tambang di Dairi yang mengancam keselamatan ribuan warga dan lingkungan hidup," tegasnya. 

Awal Mula Konflik

Kabupaten Dairi, sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alam di Provinsi Sumatra Utara, menjadi sorotan nasional akibat konflik panjang antara masyarakat lokal dan perusahaan tambang PT DPM. 

Persoalan ini bermula dari rencana eksploitasi tambang seng dan timbal di Kecamatan Silima Pungga-Pungga yang memicu penolakan luas dari warga serta kelompok pegiat lingkungan. 

PT DPM selaku perusahaan patungan antara BUMN Indonesia dan perusahaan Tiongkok, telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi tambang seng dan timbal di kawasan pegunungan Dairi. 

Pada tahun 2022, perusahaan ini mendapatkan Surat Keputusan (SK) Kelayakan Lingkungan Hidup dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui SK No. SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022.

Namun, sejak awal, warga di sekitar lokasi tambang menolak kehadiran PT DPM karena berdampak merusak lingkungan dan meningkatkan risiko bencana, seperti longsor dan pencemaran air, karena wilayah tersebut dikenal sebagai zona rawan gempa dan longsor. 

Penolakan ini juga diperkuat oleh hasil kajian ilmiah dari berbagai lembaga independen dan aktivis lingkungan, yang menilai proyek tersebut tidak layak secara ekologis dan sosial.

Sebagai respons atas terbitnya SK Kelayakan Lingkungan Hidup, sekelompok warga Dairi menggugat KLHK ke PTUN Jakarta pada tahun 2023. 

Mereka berargumen bahwa penerbitan izin lingkungan tersebut cacat hukum dan tidak mempertimbangkan keselamatan warga serta keberlanjutan lingkungan hidup.

Pada 24 Juli 2023, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan warga dan membatalkan SK KLHK. Namun, pihak KLHK dan PT DPM mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Jakarta. 

Pada 22 November 2023, PT.TUN membatalkan putusan PTUN Jakarta, yang berarti SK KLHK kembali berlaku. Tak menyerah, warga Dairi melalui tim kuasa hukum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. 

Hasilnya, pada 12 Agustus 2024, MA akhirnya memutuskan untuk membatalkan putusan PT.TUN dan menguatkan kembali putusan PTUN Jakarta, serta menyatakan SK KLHK terkait kelayakan lingkungan PT DPM tidak sah dan harus dicabut.

Dengan telah adanya putusan berkekuatan hukum tetap, warga Dairi kini menuntut KLHK untuk segera mencabut SK tersebut dan menghentikan seluruh kegiatan PT DPM. 

Mereka menilai bahwa jika tidak ada tindakan dari pemerintah, maka hal ini mencerminkan pembangkangan terhadap hukum dan pengabaian terhadap keselamatan masyarakat.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS