PARBOABOA, Jakarta – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menilai jika proses hukum terhadap Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi oleh Puspom TNI telah sesuai aturan.
Penilaian ini disampaikan oleh Mahfud MD pada Selasa, 1 Agustus 2023 dilansir dari laman YouTube resmi Kemenko Polhukam.
Berdasarkan kesan pribadinya, peradilan militer itu akan lebih steril dari intervensi politik maupun tekanan masyarakat.
Oleh karenanya, Mahfud meminta seluruh pihak untuk mempercayakan saja kasus Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) 2021-2023 Marsekal Madya (Purn) Henri Alfiandi itu kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dan ikut mengawal dari luar.
Dia menyebut, dalam Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2024 memang diatur bahwa anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum akan diadili oleh peradilan umum.
Namun, dalam Pasal 74 ayat 2 UU TNI disebutkan, sebelum ada UU peradilan militer yang baru untuk mengganti atau menyempurnakan Undang-Undang No 31 Tahun 1997, maka anggota TNI tetap harus diproses di peradilan militer.
Sehingga, lanjutnya, polemik penetapan Henri Alfiandi sebagai tersangka hanya masalah koordinasi saja.
Menurutnya, koordinasi pun telah dilakukan sesuai arahan dari Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Fadjar Prasetyo. Di mana, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan untuk selanjutnya diproses menurut hukum peradilan militer.
KPK Sampaikan Permintaan Maaf ke TNI
Sebelumnya, KPK menyampaikan permintaan maaf kepada pihak TNI terkait operasi tangkap tangan (OTT) dan penetapan pejabat Basarnas sebagai tersangka dugaan suap.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan pada Jumat, 28 Juni 2023.
Adapun permintaan maaf ini lantaran KPK langsung menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) 2021-2023 Marsekal Madya (Purn) Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap.
Johanis meminta maaf karena KPK tidak lebih dulu melakukan koordinasi dengan pihak TNI sebelum mempublikasikan keterlibatan Henri Alfiandi dalam kasus tersebut.
Permintaan maaf ini langsung disampaikan kepada Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko saat mereka mendatangi markas KPK.
Khilaf
Johanis mengaku jika saat OTT terjadi, pihak penyidik melakukan kekhilafan atau lupa bahwasannya apabila ada keterlibatan TNI, maka harus diserahkan kepada pihak yang bersangkutan dan bukan lagi wewenang dari KPK.
Pasalnya, berdasarkan Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 1970 dikatakan jika lembaga peradilan itu ada empat, yaitu peradilan umum, peradilan tata usaha negara, peradilan militer, dan peradilan agama.
Ia menyadari bahwa apabila dalam menangani sebuah kasus yang melibatkan anggota militer, maka harus lebih dulu melakukan koordinasi dengan pihak terkait.
Editor: Maesa