PARBOABOA, Jakarta - Beberapa waktu lalu, Panglima TNI Jendral Andika Perkasa menerapkan beberapa aturan baru dalam seleksi calon prajurit TNI. Salah satunya, memperbolehkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk ikut dalam tahapan seleksi.
Mendengar kabar itu, anggota komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Tubagus Hasanuddin memberikan tanggapan mengenai kebijakan Panglima TNI tersebut. Tubagus, mengatakan kebijakan yang telah di buat sudah benar dan harus didukung.
"Terkait pernyataan Panglima TNI mengenai persoalan dasar hukum keturunan anggota PKI mengikuti seleksi Prajurit TNI , menurut saya sudah benar," kata politisi senior PDI Perjuangan ini melalui keterangan tertulis, Kamis (31/3).
Tubagus pun mengutip Pasal 28 ayat (1) UU TNI yang menyebutkan, persyaratan umum untuk menjadi prajurit adalah Warga Negara Indonesia (WNI); beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945; pada saat dilantik menjadi prajurit berumur paling rendah 18 tahun.
Selanjutnya, sambung dia, tidak memiliki catatan kriminalitas yang dikeluarkan secara tertulis oleh Polri; sehat jasmani dan rohani; tidak sedang kehilangan hak menjadi prajurit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; lulus pendidikan pertama untuk membentuk prajurit siswa menjadi anggota TNI; dan persyaratan lain sesuai dengan keperluan.
“Dari pasal tersebut, sudah jelas dan terang benderang bahwa syarat umum untuk menjadi seorang prajurit TNI maka seseorang harus setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945,” ucapnya.
Tubagus lalu menegaskan, seharusnya syarat untuk perekrutan anggota TNI tidak mengacu kepada leluhurnya. Jika ada calon pendaftar yang keturunan mantan anggota PKI, maka idealnya tidak jadi persoalan yang penting menyatakan setia pada NKRI dan UUD 1945.
"Syarat tersebut mengikat pada pendaftar, bukan mengikat leluhurnya leluhurnya, jadi pendaftarnyalah yang harus dibuktikan bahwa dia setia pada NKRI berdasar Pancasila dan UUD RI 1945," kata Hasanuddin.
Di sisi lain, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan kebijakan ini merupakan terobosan yang baik bahwa setiap orang berhak membela negara melalui TNI tanpa melihat latar belakang sosial.
"Kami mendukung sepenuhnya kebijakan Panglima TNI. Negara harus terus bergerak maju dengan memberikan kesetaraan kesempatan kepada semua warga negara yang memenuhi syarat, lepas dari apapun latar belakang agama, suku, orang tua/keturunan maupun latar belakang sosial yang dimiliki," kata Beka saat dihubungi Suara.com, Kamis (31/3/2022).
Dia menyebut, kebijakan ini adalah bagian dari pemulihan hak korban dan keluarga korban terutama hak bebas dari stigma dan diskriminasi.
"Sudah saatnya kita bersama menghapus stigma dan diskriminasi yang acap kali membangkitkan trauma dan meminggirkan mereka secara sosial maupun pemerintahan," tegasnya.
Terakhir, Komnas HAM berharap kebijakan seperti ini juga garus diterapkan di institusi atau lembaga pemerintahan lain, tidak hanya di TNI.
"Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan pembangunan," tutup Beka.