parboaboa

Mengenal Justice Collaborator, Sebutan yang Pernah Disandang Bharada E

Rian | Hukum | 08-12-2023

Mengenal dan memahami syarat-syarat menjadi Justice Collaborator. (Istockphoto)

PARBOABOA, Jakarta - Justice Collaborator (JC) merupakan istilah dalam hukum pidana yang sering didengarkan, tapi belum dipahami secara utuh oleh banyak orang, terutama masyarakat awam.

Di Indonesia, istilah JC sempat booming dalam beberapa kasus pidana belakangan, terutama dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir Yoshua Hutabarat (Brigadir J) pada Oktober 2022 lalu.

Saat itu, JC disematkan kepada Bharada Richard Eliezer alias Bharade E, suruhan Ferdy Sambo untuk menghabisi nyawa Brigadir J. 

Status JC membuat Bharade E dihukum ringan, yakni 1 tahun 6 bulan, jauh dibawah hukuman pelaku lain.

Sedemikian penting dan strategisnya status JC, namun banyak juga yang belum tahu artinya, berikut syarat-syarat menjadi JC. 

Untuk itu, simak penjelasannya berikut ini.

Pengertian JC

Secara sederhana, JC dipahami sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membuat terang suatu peristiwa pidana.

Secara normatif, JC diatur secara khusus dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 tahun 2011. 

Dalam Surat Edaran ini, dijelaskan, JC adalah saksi pelaku yang memberikan informasi signifikan tentang sebuah perkara.

Namun demikian, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), JC belum diatur secara eksplisit. 

JC justru mendapat gambaran yang jelas dalam UU Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK).

Ketentuan JC dalam UU PSK merupakan penjabaran dari ketetapan pasal 37  United Nations Againts Corruption (UNAC), yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009.

Jadi secara filosofis, JC sebenarnya lahir dari keprihatinan untuk membongkar perkara pidana korupsi, sebagai kejahatan transnasional yang membutuhkan upaya pencegahan dan penanganan yang holistik.

Namun begitu, PSK di kemudian hari, setelah melalui serangkaian pendalaman UU aquo bersama Menteri Hukum dan Ham, Polri dan pihak terkait lain, memutus, JC diberlakukan juga untuk tindak pidana di luar korupsi termasuk pembunuhan.

Sejak itulah JC diandalkan sebagai salah satu instrumen hukum untuk membongkar kasus-kasus pidana, terutama kasus yang tergolong rumit dan melibatkan banyak pelaku.

Syarat-syarat jadi JC

JC tidak asal diberlakukan. Ia punya ketentuan dan syarat khusus. Berdasarkan SEMA Nomor 4 tahun 2011, ada dua syarat khusus jadi JC, yaitu:

Bukan Pelaku Utama Tindak Pidana

Untuk menjadi JC, syarat pertama adalah yang bersangkutan bukan merupakan aktor utama sebuah tidak pidana. Kemudian, ia mengakui perbuatannya, dan bersedia memberikan keterangan sejujur-jujurnya di pengadilan.

Sebagai contoh, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo tidak bisa mendapatkan JC karena ia pelaku utama. Di sisi lain, Bharade E mendapat JC karena bukan pelaku utama serta bersedia membongkar kasus dengan memberikan keterangan yang sebenarnya.

Dikuatkan dalam tuntutan JPU

Yang kedua, status JC harus mendapat legitimasi Jaksa Penuntut Umum (JPU). Artinya, JPU harus yakin dengan bukti-bukti dan keterangan yang disampaikan JC tersebut.

Dengan begitu, maka JPU dalam tuntutannya, menyatakan yang bersangkutan telah memberi keterangan yang signifikan sehingga proses hukum berjalan lancar.

Dalam kasus Brigadir J, satus JC yang diberikan kepada Bharade E dilakukan setelah serangkaian proses ini, sehingga dikuatkan dalam poin tuntutan.

Editor : Rian

Tag : #istilah hukum    #justice collaborator    #hukum    #bharada e    #bharada richard eliezer   

BACA JUGA

BERITA TERBARU