PARBOABOA, Jakarta – Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera mencoret nama-nama eks terpidana korupsi yang belum menjalani masa jeda 5 tahun dari daftar caleg sementara (DCS).
Hal itu, kata Ketua PBHI, Julius Ibrani, menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 28 P/HUM/2023 yang mengabulkan uji materi Pasal 11 ayat (6) di Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD.
"Harus tegas mencoret caleg yang belum menjalani masa jeda, kalau tidak KPU melakukan pembangkangan terhadap proses hukum. Juga pembangkangan terhadap hukum yang berlaku saat ini berupa putusan pengadilan," tegasnya kepada PARBOABOA, Senin (2/10/2023).
Menurutnya, persoalan ini merupakan hal yang sangat mendasar sehingga KPU tidak bisa main-main. Apalagi, kata Julius, KPU juga berkewajiban memastikan para calon legislatif memenuhi syarat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PPU-XX/2022 dan putusan MK Nomor 12/PUU-XXI/2023.
"Kalau tidak dilakukan artinya KPU telah melanggengkan calon-calon yang memiliki rekam jejak buruk dan justru melanggar putusan itu, ini kan menjadi preseden buruk, nanti seluruh calon lainnya juga ikut membangkangi putusan pengadilan," keluhnya.
Julius juga meminta KPU segera membuat tim screening untuk menyeleksi caleg eks terpidana korupsi yang belum menjalani masa jeda 5 tahun, karena syarat eks terpidana korupsi dapat nyaleg ialah telah menjalani masa jeda selama 5 tahun.
"Hal itu berdasarkan putusan MK Nomor 87/PPU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023," imbuhnya.
Diketahui, Putusan MA memerintahkan KPU mencabut Peraturan KPU Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 terkait pencalonan eks terpidana korupsi di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Bahkan, MA spesifik memerintahkan KPU segera mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD.
Perintah ini dikeluarkan MA melalui putusan bernomor 28 P/HUM/2023 berdasarkan permohonan uji materi yang diajukan lembaga antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang, dan Abraham Samad.
MA menilai Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10/2023 itu bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022.
Sedangkan, Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023 bertentangan dengan Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.
Memerintahkan kepada termohon (KPU) untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023, bunyi putusan MA tersebut.
Dalam putusannya, MA juga berpendapat aturan KPU menunjukkan kurangnya komitmen dan semangat pemberantasan korupsi, karena eks terpidana korupsi tak perlu menunggu masa jeda lima tahun untuk maju sebagai calon anggota legislatif jika telah mendapat pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama di penjara.
ICW Desak KPU Revisi Aturan
Selain Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mendesak KPU segera merevisi PKPU Nomor 10 dan Nomor 11 Tahun 2023 seiring putusan MA tersebut.
"Kami menuntut agar KPU segera merevisi PKPU 10 dan PKPU 11 Tahun 2023 dengan menghapus syarat pidana tambahan bagi mantan terpidana yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan persnya, dikutip PARBOABOA.
Sementara Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Mochammad Afifuddin mengatakan, lembaganya baru akan membahas putusan MA tersebut dengan para ahli. KPU, lanjutnya, akan membahas langkah yang bisa diambil pascaputusan MA.
"Kami diskusi, sejauh mana keberlakuan putusan MA tersebut dan pilihan langkah apa saja yang dapat dilakukan sebagai tindak lanjut putusan dengan pertimbangan tahapan dan jadwal pencalonan DPR dan DPD yang sudah masuk di tahap ini," imbuhnya.