PARBOABOA, Jakarta – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengkritik kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbusristek) tentang penambahan seragam baru berupa pakaian adat.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50/2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Syarief mengatakan, penambahan baju adat sebagai seragam baru siswa tidak sejalan dengan tujuan yang dibangun Kemendikbudristek. Ia mendesak agar peraturan tersebut segera dicabut karena dianggap akan memberatkan masyarakat.
“Peningkatan keseteraan di antara siswa tidak akan terwujud hanya lewat baju adat. Kebijakan ini malah akan memperlihatkan ketimpangan sosial dan ekonomi antar siswa. Kualitas dari baju adatnya pun akan sangat timpang antara siswa yang mampu dan yang tidak mampu. Ini hanya akan menimbulkan ketimpangan, bukan kesetaraan,” kata Syarief, Senin (17/10/2022).
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga menyebut bahwa penambahan seragam baru bukanlah sesuatu yang mendesak untuk dilakukan sekarang. Terlebih lagi kondisi perekonomian masyarakat sedang mencoba bangkit dari pandemi.
“Dalam kondisi masyarakat yang masih melakukan pemulihan ekonomi, Pemerintah seharusnya tidak menambah beban masyarakat dengan menambah seragam baru bagi peserta didik. Seragam baru tidak terlalu mendesak dalam peningkatan kualitas dunia Pendidikan hari ini,” ujarnya.
Syarif menjelaskan, taraf ekonomi masyarakat Indonesia berbeda-beda, sehingga perlu dipahami oleh Menteri Nadiem Makarim bahwa banyak masyarakat yang tidak mampu membeli pakaian adat.
“Terlebih, harga pakaian adat biasanya lebih mahal dibandingkan seragam umum karena pakaian adat dikerjakan secara khusus, terbatas, dan unik,” jelas Syarief.
Seharusnya, kata Syarief, Kemendikbudristek fokus pada peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Masih banyak sekolah yang minim guru, minim akses buku dan jaringan internet, dan kurangnya internalisasi pendidikan moral, karakter, dan agama.
“Kami dari Fraksi Partai Demokrat mendesak Mas Menteri untuk mencabut aturan penambahan seragam baju adat tersebut. Untuk baju seragam, buku, dan biaya sekolah saja, masyarakat sudah kesulitan. Apalagi, jika ditambah biaya membeli baju adat yang harganya lebih mahal daripada seragam umum. Kami meminta Mas Menteri untuk meninjau kembali aturan tersebut,” pungkasnya.