PARBOABOA, Jakarta – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito mengungkapkan ada dua industri farmasi yang akan dipidanakan karena diduga terdapat kandungan zat berbahaya dalam produknya yakni, etilen glikol dan dietilen glikol.
"Kedeputian penindakan dari badan POM sudah kami tugaskan masuk ke industri tersebut bekerja sama dengan kepolisian dalam hal ini dan akan segera melakukan penyidikan untuk menuju pada perkara pidana untuk dua industri farmasi," ucapnya pada konferensi pers di Istana Negara, Senin (24/10/2022).
Ia menjelaskan, zat berbahaya dalam produk tersebut tidak hanya sebagai konsentrasi kontaminan tetapi juga digunakan sebagai pelarut obat. Karena hal tersebut, diduga sebagai akibat dari gagal ginjal akut.
"Ada indikasinya bahwa kandungan EG dan DEG di produknya itu tidak hanya sebagai konsentrasi kontaminan tapi sangat-sangat tinggi dan tentu saja sangat toksik itu tepat diduga mengakibatkan gagal ginjal akut dalam hal ini," sambungnya lagi.
Kendati demikian, Penny enggan untuk menyebut dua nama industri farmasi tersebut. Ia beralasan akan mengkomunikasikan langsung kepada masyarakat.
"Tapi saya tak menyebutkan sekarang tapi akan mengkomunikasikan langsung ke masyarakat," tuturnya.
Sebelumnya Muhadjir meminta Polri mengusut dugaan pidana di balik pembuatan obat-obatan yang mengandung etilen glikol melebihi ambang batas tersebut.
Hal itu disampaikan Muhadjir setelah rapat koordinasi dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan jajaran, Kepala BPOM Penny Lukito, Plt Dirjen IKFT Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito, dan Direktur Impor Kementerian Perdagangan Sihar Pohan.
"Pengusutan ini penting untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana di balik kasus tersebut," ujar Muhadjir, dikutip dari siaran pers, Minggu (23/10/2022).
"Permintaan disampaikan mengingat kejadian gangguan ginjal kronis ini sudah mengancam upaya pembangunan SDM, khususnya perlindungan terhadap anak," katanya menambahkan.
Muhadjir juga meminta Polri untuk melacak bahan baku cemaran zat etilen glikol pada obat sirup, karena bahan-bahan baku obat tersebut disebut masih merupakan bahan impor.
"Oleh sebab itu perlu diadakan pelacakan mulai dari asal muasal bahan baku, masuknya ke Indonesia hingga proses produksi obat-obat yang mengandung kedua zat berbahaya tersebut," ungkap Muhadjir.